Asal makna sholat menurut bahasa Arab ialah “doa”, sedangkan menurut syara’ ialah “ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”.
Firman Allah Swt:
وَاَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ.
“Dan dirikanlah sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45)[1]
“Sholat itu Cahaya” Maksudnya, sholat mempunyai cahaya atau menyinari. Sholat itu cahaya dan menyinari wajah pemiliknya (Orang yang melakukan sholat) dalam satu riwayat dikatakan “Barang siapa yang telah mengerjakan shalat pada malam hari niscaya pada siang hari wajahnya bercahaya”. Abu Darda’ mengatakan, “Shalatlah kamu semua pada waktu gelap malam untuk menghilangkan gelapnya kubur”. Shalat itu menyinari hatimu (dengan) cahaya-cahaya makrifat dan memperlihatkan kebenaran-kebenaran. Dengan demikian, orang yang melakukan sholat harus mencurahkan pikirannya dari segala kesibukan dunia dan harus menghadap penuh kepada Allah, sehingga dia diberi anugerah oleh Allah SWT, merasa disaksikan olehnya, merasa dekat kepada-Nya, dan merasa cinta kepada-Nya.[2]
Ø Hadits ke 1:
أخبرنا أبو داود قال هارون هو إبن إسمعيل الخزاز قال حدثنا همام عن قتادة عن الحسن عن حريث بن قبيصة قال قدمت المدينة قال قلت اللهم يسر لي جليسا صالحا فجلست إلى أبي هريرة رضي الله عنه قال فقلت إني دعوت الله عز وجل أن ييسرلي جليسا صالحا فحدثني بحديث سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم لعل الله أن ينفعني به قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول إن أول ما يحاسب به العبد بصلاته فإن صلحت فقد أفلح و أنجح وإن فسدت فقد جاب خسر قال همام لا أدري هذا من كلام قتادة أو من الرواية فإن انتقص من فريضته شيء قال انظروا هل لعبدي من تطوع فيكمل به ما نقص من الفريضة ثم يكون سائر عمله على نحو ذالك- النسائي
Abu Daud mengabarkan kepada kami, Harun bin Ismail al-Huzaz berkata: Humam menceritakan kepada kami dari Qatadah dari Hasan dari Harits bin Qobishoh berkata aku -------------dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya pertama-tama amalan yang seseorang itu dihisab dengannya ialah shalatnya, maka jikalau baik shalatnya itu, sungguh-sungguh berbahagialah dan beruntunglah ia dan jikalau rosak, sungguh-sungguh menyesal dan merugilah ia. jikalau seseorang itu ada kekurangan dari sesuatu amalan wajibnya, maka Tuhan Azzawajalla berfirman: "Periksalah olehmu semua - hai malaikat, apakah hambaKu itu mempunyai amalan yang sunnah." Maka dengan amalan yang sunnah itulah ditutupnya kekurangan amalan wajibnya, kemudian cara memperhitungkan amalan-amalan lainnya itupun seperti cara memperhitungkan amalan shalat ini." An-Nasa’i
Hadist ini tentang bab keutamaan sholat dan ancaman yang sangat berat bagi yang meninggalkannya. Oleh sebab itu perkara yang pertama dihisab pada hari kiamat besok adalah sholat karena sholat hubungannya langsung kepada Allah SWT. Maka apabila sholatnya seseorang baik maka dia akan berbahagia dan selamat dari segala siksaan.
Berdasarkan berbagai keterangan dalam Kitab Suci dan Hadits Nabi, dapatlah dikatakan bahwa shalat adalah kewajiban peribadatan (formal) yang paling penting dalam sistem keagamaan Islam. Kitab Suci banyak memuat perintah agar kita menegakkan shalat (iqamat al-shalah, yakni menjalankannya dengan penuh kesungguhan), dan menggambarkan bahwa kebahagiaan kaum beriman adalah pertama-tama karena shalatnya yang dilakukan dengan penuh kekhusyukan.). Sebuah hadits Nabi saw. menegaskan, "Yang pertama kali akan diperhitungkan tentang seorang hamba pada hari Kiamat ialah shalat: jika baik, maka baik pulalah seluruh amalnya; dan jika rusak, maka rusak pulalah seluruh amalnya." Dan sabda beliau lagi, "Pangkal segala perkara ialah al-Islam (sikap pasrah kepada Allah), tiang penyangganya shalat, dan puncak tertingginya ialah perjuangan di jalan Allah." `
Karena demikian banyaknya penegasan-penegasan tentang pentingnya shalat yang kita dapatkan dalam sumber-sumber agama, tentu sepatutnya kita memahami makna shalat itu sebaik mungkin.
2. Sholat sebagai Tiang Agama
Ø Hadits ke 2:
الصلاة عماد الدين, فمن اقامها فقد اقام الدين ومن هدمها فقد هدم الدين. بيهقي
Sholat itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikannya maka sungguh ia telah mendirikan agama (Islam) itu dan barangsiapa merobohkannya maka sungguh ia telah merobohkan agama (Islam) itu. Baihaqi
Sebuah bangunan, setelah adanya pondasi yang merupakan asas sebuah bangunan berdiri, kebutuhan pokok setelah pondasi adalah tiang penyangga, penyokong, soko guru, yang akan menguatkan bangunan tersebut. Apabila sebuah bangunan memiliki 5 buah pilar penyangga, maka jika salah satu dari tiang tersebut roboh maka kekuatan atau kekokohan bangunan tersebut akan berkurang. Demikian seterusnya kekokohan suatu bangunan akan terus berkurang seiring dengan hilangnya pilar-pilar penyangganya satu persatu.
Demikian pula Islam, yang ibaratnya adalah sebuah bangunan dengan syahadat sebagai pondasinya, dakwah dan jihad sebagai atap pelindungnya, dan sholat yang merupakan cerminan syariat Islam sebagai pilar penyangganya. Bila kaum muslimin rajin mendirikan sholat yang 5 waktu, maka berarti mereka telah mengokohkan pilar-pilar Islam. Sebaliknya, apabila kaum muslimin malas mendirikan sholat fardhu yang 5 waktu, maka berarti mereka telah melemahkan Islam itu sendiri dengan ‘merobohkan’ pilar-pilarnya.
3. Kualitas Sholat sebagai kunci kualitas keislaman
Ø Hadits ke 3:
أخبرنا الحسين بن حريث قال أنبأنا الفضل بن موسى عن الحسين بن واقد عن عبد الله بن بريدة عن أبيه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إن العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر- النسائي
Husain bin Harits menceritakan kepada kami dan berkata Fadhl bin musa mengabarkan kepada kami dari Husain bin waqid dari Abdullah bin Buraidah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Ikatan perjanjian antara kita - yaitu kaum Muslimin - dan mereka -yaitu kaum munafikin - ialah shalat. Maka barangsiapa yang meninggalkan shalat, sungguh-sungguh kafirlah ia." An-Nasa’i
Sebagaimana tersebut pada hadits sebelumnya, Hadist ini juga memiliki artian bahwa Kualitas sholat seseorang bisa menjadi ukuran kualitas keislamannya, dimana jika ia mampu menjaga sholatnya, maka selamatlah ia, dan sebaliknya jika ia tinggalkan sholat, maka celakalah ia bahkan nabi menyebutnya kafir.
Hadist ini juga menjelaskan tentang larangan dan hukuman bagi orang yang menyia-nyiakan sholat. Hadist ini menunjukkan bahwasannya orang yang meninggalkan sholat adalah kafir. Dan kafir itu sama saja dengan keluar dari rel-rel agama. Jadi orang isalam tidak sholat lebih parah dibandingkan dengan orang Yahudi dan Nasroni, Yahudi menyembelih hewan sembelihanya untuk dimakan oleh manusia(sesama Yahudi), begitu juga nasroni, akan tetapi orang yang meninggalkan shalat kalau menyembelih maka sembelihannya tidak halal untuk dimakan.
4. Menjawab Adzan
Ø Hadits ke 4:
حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن عطاء بن يزيد الليثي عن أبي سعيد الخدري أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إذا سمعتم النداء فقولوا مثل ما يقول المؤذن - بخاري
Abdullah bin yusuf menceritakan kepada kami katanya Malik mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab dari Atha’ bin yazid Al-laitsy dari Abu Said al-Khudri r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. .bersabda: "Jikalau engkau semua mendengar azan, maka ucapkanlah ,sebagaimana yang diucapkan oleh muazzin." Bukhari[3]
Apabila seorang muslim mendengar adzan, ucapkanlah perkataan seperti perkataan muadzin, kecuali pada lafal “Hayya ‘alash-shalaah dan Hayya ‘alal falaah”, hendaklah seorang muslim mengucapkan, “Laa haula wala quwwata illa billah” – “Tiada daya dan kekuatan, kecuali dengan (kehendak) Allah.”
Ketika muadzin mengucapkan, “Qad qamatish-shalaah”, hendaklah seorang muslim mengucapkan, “Aqaamahallahu wa adaamahaa maa daamatis-samaawaati wal ardh” – “Semoga allah menegakkan shalat dan mengekalkannya selama masih ada langit dan bumi.”
Pada lafal, “Ash-shalatu khairum-minannauum”, hendaklah seorang muslim mengucapkan, “Shadaqta wa bararta” – “Kamu benar dan kamu tidak berdusta.”
Adapun setelah adzan dikumandangkan, hendaklah seorang muslim berdoa, yang artinya: “Ya Allah, pemilik seruan yang sempurna dan shalat yang tegak ini, berikanlah wasilah, keutamaan dan kedudukan mulia kapada Muhammad, sebagaimana hal itu telah Engkau janjikan kepada beliau.” (HR Ahmad dan Haitsami)
5. Keutamaan Adzan
Ø Hadits ke 5:
حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إذا نودي للصلاة أدبر الشيطان وله صراط حتى لا يسمع التأذين فإذا قضى النداء أقبل حتى إذا قضى بالصلاة أدبر حتى إذا قضى التثويب أقبل حتى يخطر بين المرء ونفسه, يقول اذكر كذا, اذكر كذا, لما لم يكن يذكر, حتى يظلّ الرجل لا يدري كم صلّى- بخاري
Abdullah bin Yusuf menceritakan kepada kami katanya Malik mengabarkan kepada kami dari Abi Zanad dari A’raj dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Jikalau azan dibunyikan untuk shalat, maka membelakanglah syaitan - yakni lari ke belakang - sambil berkentut, sehingga ia tidak mendengar lagi suara azan tersebut. Selanjutnya jikalau azan sudah selesai, maka ia datang lagi, sehingga apabila dibunyikan iqamat, maka sekali lagi ia membelakang, kemudian apabila bunyi iqamat telah selesai datanglah ia kembali sehingga ia mengusikkan - yakni menggoda - antara seseorang itu dengan hatinya sendiri sambil mengucapkan: "Ingatlah ini dan ingatlah itu," yaitu sesuatu yang tidak diingatnya sebelum ia bersembahyang itu, sampai-sampai seseorang itu tidak lagi mengetahui, sudah berapa rakaat ia bersembahyang." Bukhari[4]
Hadist ini menjelaskan tentang keutamaan Adzan yakni hadist yang diriwayatkan oleh Abu hurairah ra. Ketika Muadzin adzan, syetan lari membelakangi karena tidak suka mendengar adzan atau suara dzikir. Senandung dengan itu juga ada firman Allah,(Annas:3), perilaku was-was adalah perbuatan syetan khonnas. Ketika mendengar lafadz Allah dikumandangkan dia akan menjauhi. Karena syetan benci setiap perkara yang bisa melahirkan ketaatan kepada Allah SWT.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلاَةِ، أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ التَّأْذِيْنَ.
"Jika adzan untuk shalat dikumandangkan, maka setan lari terbirit-birit dan kentut, sehing-ga dia tidak mendengar adzan." Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.[5]
Rasulullah SAW menghendaki 2 faedah yang sangat besar dari hadist ini yakni:
1. Keutamaan adzan
2. Menghindarnya syetan ketika terdengar adzan
Mayoritas Ulama mensunnahkan mengadzani bayi yang baru lahir agar terhindar dari bisikan syetan, dan suara pertama yang didengar oleh bayi tersebut adalah adzan atau dzikir kepada Allah SWT.
6. Keutamaan Sholat Berjama’ah
Ø Hadits ke 6:
حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن نافع عن عبد الله بن عمر أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال صلاة الجماعة تفضل صلاة الفذّ بسبع وعشرين درجة- بخاري
Abdullah bin Yusuf menceritakan kepada kami katanya Malik mengabarkan kepada kami dari Nafi’ dari Abdullah Ibnu Umar ra.bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Shalat jamaah adalah lebih utama dari shalat fadz - yakni sendirian -dengan kelebihan dua puluh tujuh derajat."Bukhari[6]
Menurut hadits tersebut begitu besar keutamaan sholat berjama’ah, dan lebih afdhal dari sholat sendirian berbanding 27 derajat. Para ulama sepakat bahwasannya sholat jama’ah adalah sebagian dari ibadah yang paling utama dan sesuatu keta’atan yang paling indah. Akan tetapi mayoritas ulama masih berbeda pendapat tentang sholat berjamaah itu sunnah, wajib atau juga sebagai syarat keabsahan dari sholat? Ada 3 pendapat yakni:
1. Sunnah : Jika dilaksanakan maka akan diberi pahalanya, kalau tidak juga tidak berdosa.
2. Wajib : Wajib bagi setiap insan melakukan jamaah kalau tidak maka akan berdosa dan sholatnya tetap sah.
3. Jamaah adalah syarat sahnya sholat, ketika seseorang sholat tidak berjamaah maka sholatnya batal.
7. Pentingnya Shalat berjama’ah
Ø Hadits ke7:
حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال والذي نفسي بيده لقد هممت أن آمر بحطب فيحطب ثم آمر بالصلاة فيؤذن لها ثم آمر رجلا فيؤُمَّ الناس ثمّ أُخالف إلى رجال فأُحرِّق عليهم بيوتهم والذي نفسي بيده لو يعلم أحدهم أنه يجد عرقا سمينا أو مرماتين حسنتين لشهد العشاء. بخاري
Abdullah bin yusuf menceritakan kepada kami dan berkata : Malik mengabarkan kepada kita dari Abi zanad dari A’raj dari Abi Hurairah Bahwa rasulullah SAW pernah bersabda, “Demi yang jiwaku dalam kekuasaan-Nya, aku pernah berniat memerintahkan mengumpulkan kayu bakar, kemudian menyuruh seseorang untuk mengumandangkan azan untuk mengerjakan shalat. Selanjutnya, aku perintahkan seseorang untuk mengimami shalat. Lalu aku akan pergi ke belakang rumah orang (yang tidak pergi mengerjakan shalat berjama’ah) dan membakar rumah mereka. Demi yang jiwaku dalam kekuasaanNya, kalau siapa saja dari mereka tahu bahwa ia akan menemukan sebuah tulang yang tertutup daging yang terdapat diantara dua tulang rusuk maka ia akan pergi mengerjakan shalat isya.”Bukhari[7]
Hadist tersebut mengungkapkan betapa pentingnya sholat berjama’ah, sungguh disayangkan jika sholat berjama’ah diabaikan. Hadist disini juga menjelaskan tentang setiap muslim apakah wajib jamaah? Siapakah yang wajib jamaah?
Yakni orang yang mampu mendirikan sholat berjamaah, dalam hal ini adalah orang yang mendengar adzan. Oleh karena itu ada seorang laki-laki meminta fatwa kepada Rosulullah SAW, Ya Rosul sesungguhnya saya ini adalah seorang yang buta tidak ada yang menuntunku untuk pergi ke masjid, apakah tidak ada keringanan buatku untuk pergi ke masjid melaksanakan jamaah. Kemudian Rosul berkata : Apakah kamu mendengar suara adzan? Jawab pria itu: iya. Jawab Rosul maka itu suatu indikator atas kewajiban shalat jamaah bagi engkau walaupun dalam keadaan buta. Bahwasannya kebutaan bukanlah merupakan udzur untuk meninggalkan sholat jamaah.
8. Perintah Meratakan Shof
Ø Hadits ke 8:
حدثنا أبو الوليد قال حدثنا شعبة عن قتادة عن أنس بن مالك عن النبي صلى الله عليه وسلم قال سووا صفوفكم فإن تسوية الصفوف من إقامة الصلاة – بخاري
Abu walid menceritakan kepada kami katanya Syu’bah menceritakan kepada kami dari Qatadah dari Anas bin malik dari Nabi SAW bersabda: "Ratakanlah saf-safmu semua itu, Kerana meratakan saf-saf itu adalah termasuk tanda didirikan-nya shalat."Bukhari[8]
Ø Hadits ke 9:
حدثنا أبو الوليد هشام بن عبد الملك قال حدثنا شعبة قال أخبرني عمرو بن مرة قال سمعت سالم بن أبي الجعد قال سمعت النعمان بن بشير يقول قال النبي صلى الله عليه وسلم لتسون صفوفكم أو ليخالفن الله بين وجوهكم – بخاري
Abu Walid hisyam bin abdul malik menceritakan kepada kami katanya Syu’bah menceritakan kepada kami katanya Amru bin Marrah menceritakan kepadaku katanya “Aku mendengar Salim bin abi Ja’d berkata “Aku pernah mendengar an-Nu'man bin Basyir berkata Nabi SAW bersabda: "Niscayalah engkau semua harus meratakan saf-safmu itu atau -kalau tidak suka meratakan saf-saf, maka niscayalah Allah akan memperselisihkan antara muka-muka hatimu - yakni menjadi ummat yang suka bercerai-cerai."Bukhari[9]
Dari sini dapat disimpulkan bahwa seorang imam diperintahkan meluruskan shaf makmum baik dengan perbuatan anggota tubuh atau dengan perkataan yang dapat dipahami makmum sehingga mereka dapat meluruskan shafnya, misalnya : “Luruskan shaf kalian!”
Seorang imam tidak cukup hanya dengan mengucapkan “Luruskan shaf kalian!” lalu memulai shalat. Dia harus memastikan shaf makmumnya sudah lurus dan rapat, baru memulai shalat. Sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khaththab radhiyallâhu'anhu yang menyuruh seseorang untuk meluruskan shaf makmum. ‘Umar tidak akan memulai shalat sampai orang yang diberi tugas meluruskan shaf memberitahukan bahwa shaf telah lurus. Begitu juga ‘Utsmân bin ‘Affân radhiyallâhu'anhu dan ‘Ali bin Abu Thâlib radhiyallâhu'anhu selalu menjaga sunnah ini.[10]
9. Perintah Meringankan Bacaan dalam Sholat
Ø Hadits ke 10:
حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إذا صلى أحدكم للناس فليخفف فإن منهم الضعيف والسقيم والكبير وإذا صلى أحدكم لنفسه فليطول ما شاء – بخاري
Abdullah bin yusuf menceritakan kepada kami katanya Malik mengabarkan kepada kami dari Abi Zanad dari A’raj dari Abi Huroiroh ra mengatakan, “bahwa Nabi SAW bersabda; jika seseorang menjadi imam hendaknya memperingan bacaan karena diantara makmum itu ada anak kecil ada orang tua, ada orang yang lemah dan ada orang yang berkepentingan. Dan jika sholat sendiri maka sholatlah sesukanya”. Bukhori[11]
Ø Hadits ke 11:
حدثنا إبراهيم بن موسى قال أخبرنا الوليد بن مسلم قال حدثنا الأوزاعي عن يحي بن أبي كثير عن عبد الله بن أبي قتادة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال إني لأقوم في الصلاة أريد أن أطول فيها فأسمع بكاء الصبي فأتجوز في صلاتي كراهية أن أشق على أمه – بخاري
Ibrahim bin Musa menceritakan kepada kami berkata al-walid bin muslim mengabarkan kepada kami katanya Auza’iy menceritakan kepada kami dari yahya bin Abi katsir dari Abdullahi bin Abi Qatadah dari Nabi SAW bersabda bahwa “Aku sedang melaksanakan shalat dan bermaksud memanjangkan bacaannya kemudian aku mendengar tangisan anak kecil, lalu aku meringankan bacaan dalam shalatku karena aku mengetahui bagaimana kesedihan yang sangat yang dirasakan ibu tersebut akibat tangisan anaknya” (HR. Bukhori)[12]
Hendaknya imam tidak memperpanjang sholatnya, karena hal itu memberatkan makmumnya. Umar berkata: “Janganlah kalian menyebabkan Allah benci kepada hamba-hambaNya dimana ada diantara kamu yang menjadi imam kemudian melamakan sholatnya sehingga sholat itu bias membuat mereka tidak suka”.[13]
Berdasarkan hadits tersebut di atas, Imam al Bukhari membuat bab dalam Kitab Shahih-nya dengan judul ‘Bab jika imam memanjangkan shalatnya sedangkan makmum mempunyai keperluan, maka dia boleh keluar dari jama’ah’.
Imam ash Shan’ani rahimahullah mengatakan, “Hadits ini memberikan faidah bahwa seorang imam harus meringankan bacaan dalam shalatnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menentukan ukuran bacaannya dalam shalatnya”[14]
Syaikh Abu Malik Kamal mengatakan, “Makruh hukumnya imam memanjangkan shalat, jika hal itu menyulitkan sebagian makmum”[15]
BAB III
PENUTUP
v KESIMPULAN
Dari Hadist-hadist yang telah kita telaah kandungan-kandungan yang ada di dalamnya, dapat diambil beberapa faedah:
4. Makna Shalat
Shalat merupakan "kapsul" keseluruhan ajaran dan tujuan agama, yang di dalamnya termuat ekstrak atau sari pati semua bahan ajaran dan tujuan keagamaan. Dalam shalat itu kita mendapatkan keinsyafan akan tujuan akhir hidup kita, yaitu penghambaan diri ('ibadah) kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dan melalui shalat itu kita memperoleh pendidikan pengikatan pribadi atau komitmen kepada nilai-nilai hidup yang luhur. Dalam perkataan lain, nampak pada kita bahwa shalat mempunyai dua makna sekaligus: makna intrinsik, sebagai tujuan pada dirinya sendiri dan makna instrumental, sebagai sarana pendidikan ke arah nilai-nilai luhur.
5. Sholat sebagai Tiang Agama
Sholat yang merupakan salah satu komponen utama dalam bangunan Islam, hendaknya kita kuatkan, kokohkan, agar bangunan Islam yang kita bernaung di dalamnya tidak mudah roboh dan dirobohkan.
6. Kualitas Sholat sebagai kunci kualitas keislaman
Bahwa Kualitas sholat seseorang bisa menjadi ukuran kualitas keislamannya, dimana jika ia mampu menjaga sholatnya, maka selamatlah ia, dan sebaliknya jika ia tinggalkan sholat, maka celakalah ia bahkan nabi menyebutnya kafir.
7. Menjawab Adzan
Hendaknya seorang muslim jika mendengar adzan maka dianjurkan untuk menjawabnya sebagaimana yang dicontohkan rasulullah SAW.
8. Keutamaan Adzan
Ketika Muadzin adzan, syetan lari membelakangi karena tidak suka mendengar adzan atau suara dzikir.
9. Keutamaan sholat berjama’ah
Begitu besar keutamaan sholat berjama’ah, dan lebih afdhal dari sholat sendirian berbanding 27 derajat.
10. Pentingnya sholat berjama’ah
Mengungkapkan betapa pentingnya sholat berjama’ah, sungguh disayangkan jika sholat berjama’ah diabaikan.
11. Perintah meratakan shaf
Bahwa seorang imam diperintahkan meluruskan shaf makmum baik dengan perbuatan anggota tubuh atau dengan perkataan yang dapat dipahami makmum sehingga mereka dapat meluruskan shafnya.
12. Meringankan bacaan Shalat
bahwa seorang imam harus meringankan bacaan dalam shalatnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menentukan ukuran bacaannya dalam shalatnya
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Muhammad Rawwas Qal’ahji’, Ensiklopedi fiqih Umar bin Khattab ra, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999)
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram, (Jakarta: Pustaka Imani ,2000).
Irwan Kurniawan, Shahih Al-Bukhari tentang Shalat, (Bandung: Pustaka Madani, 1999).
KH. Ahmad Ibnu Syekh Hijazi Al-Fasyani, Al-Majalisus Saniyyah (Syarah Hadist Arba’in Nawawi), (Bandung: Trigenda karya, 1995).
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1996).
Shahih Fiqh Sunnah Jilid 2.
Subulus Salam Jilid 1.
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqih Lengkap), (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010).
Syaikh Mashûr Salmân.al Qaulul Mubîn Fî Akhthâ’il Mushallîn,
[1] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqih Lengkap), (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), Hal 53.
[2] KH. Ahmad Ibnu Syekh Hijazi Al-Fasyani, Al-Majalisus Saniyyah (Syarah Hadist Arba’in Nawawi), (Bandung: Trigenda karya, 1995)Cet-1, Hal 284.
[3] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram, (Jakarta: Pustaka Imani ,2000) Hal 112
[4] Irwan Kurniawan, Shahih Al-Bukhari tentang Shalat, (Bandung: Pustaka Madani, 1999), Hal 39.
[5] (Shahih al-Bukhari, Kitab al-Adzan, Bab Fadhl at-Ta'dzin, 2/84, no. 608; dan Shahih Muslim, Kitab ash-Shalah, Bab Taswiyah ash-Shufuf, 1/294, no. 389).
[6] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Opcit., Hal 199
[7] Irwan Kurniawan, Opcit., Hal 88.
[8] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1996), Hal 144.
[9] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Ibid., Hal 144.
[10] Lihat al Qaulul Mubîn Fî Akhthâ’il Mushallîn, Syaikh Mashûr Salmân, hlm. 214
[11] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Ibid., Hal 154.
[12] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Ibid., Hal 155.
[13] Dr. Muhammad Rawwas Qal’ahji’, Ensiklopedi fiqih Umar bin Khattab ra, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999) Cet -1, hal 526.
[14] Subulus Salam Jilid 1, hal. 635
[15] Shahih Fiqh Sunnah Jilid 2, hal. 265
Catatan Pendapat ini buat pengetahuan saja :
Teks Hadist:
الصلاة عماد الدين, من أقامها فقد أقام الدين, ومن تركها(هدمها) فقد هدم الدين
Shalat
adalah tiang agama, barangsiapa menegakkannya berarti telah menegakkan
agama dan barangsiapa yang meninggalkannya (merobohkannya) berarti dia
telah merobohkan agama.
Hadist
ini masyur/terkenal di kalangan penceramah dan sering disampakain dalam
berbagai acara pengajian khususnya dalam topik kedudukan shalat dalam
Islam. Bunyi hadist lengkap seperti di atas tidak/belum dijumpai dalam
kitab-kitab hadist. Hanya Imam al-Baihaqi meriwayatkan dalam Syu’abul Iman berhenti pada penggalan pertama – ash-shalatu ‘imaduddin.
تخريج أحاديث الإحياء - (ج 1 / ص 368) حديث " الصلاة عماد الدين "
رواه
البيهقي في الشعب بسند ضعفه من حديث عمر قال الحاكم : عكرمة لم يسمع من
عمر قال ورواه ابن عمر لم يقف عليه ابن الصلاح فقال في مشكل الوسيط إنه غير
معروف .
Imam al-‘Iraqi dalam Takhrij Ahadist al-Ihya’ (1/368) menyatakan bahwa hadist di atas diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab (al-Iman) dengan sanad (jalur) dhaif/lemah dari hadist Umar. Al-Hakim berkata: ‘Ikrimah tidak mendengar dari ‘Umar ...
Imam
as-Sakhowi dalam al-Maqashid mengatakan: hadist ini diriwayatkan oleh
al-Baihaqi dengan sanad yang lemah dari ‘Ikrimah dari Umar secara
marfu’. Beliau juga mengutip pendapat Imam an-Nawawi bahwa hadist ini
bathil. Jadi penggalan pertama hadist di atas tidah shahih, bahkan para
imam hadist menegaskan bahwa hadist di atas dhaif/lemah dan bathil.
Adapun tambahan lafadz “man aqamaha faqad aqmaddin ...” dan seterusnya tidak diketahui asal-usulnya alias maudhu/palsu
Maka cukup bagi kita menggunakan hadist shahih dari Muadz bin Jabal
سنن الترمذي - (ج 9 / ص 202) ...رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ ...
Intisari perkara adalah Islam dan tiangnya adalah shalat (HR Ahmad-V/231,237; HR Tirmidzi-IX/202; Ibn Majah hadist no. 3973)
Wallahu a’lam bi shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar