Dalam shalat muka merupakan gambaran dari tubuh. Sedangkan hati tetap berada di depan Allah swt. Oleh karena itu, kepala sebagai anggota badan tertinggi hendaklah menunduk ke bawah, sebagai tanda penghormatan yang dalam atas Dzat Maha Agung yang disembah. Selain itu menundukkan muka menjadi salah satu langkah memaksa hati untuk betawadhu’, merasa hina, dan menyadarkan diri atas kerendahannya. Dan yang lebih penting lagi hendaklah dalam posisi ini (berdiri sambil menundukkan muka) disertakan keadaan hati yang khawatir karena seolah-olah diri sedang dalam proses penghitungan amal untuk dimintai pertanggung jawabannya.
Pada hakikatnya ketika seseorang berdiri dalam shalat adalah berdiri di hadapan Allah swt. Sungguh Dia (Allah swt) melihat dan memperhatikan segala yang dilakukan. Oleh karena itu dalam rangka melatih diri menghadirkan rasa penghormatan yang dalam atas keagungan-Nya, rasakanlah seolah dirimu sedang berhadapan dengan penguasa dunia (presiden atau raja) yang sedang menilai tingkah shalatmu.
Demikian yang diajarkan Rasulullah saw kepada Abu Hurairah ketika beliau ditanya ‘bagaimana cara takut kepada Allah swt?” maka beliau bersabda:
كما تستحى من الرجل الصالح من قومك
Sebagaimana kamu malu kepada seoang lelaki shalih dari kaummu. Adapun menghadap ke arah kiblat sejatinya merupakan satu tindakan dengan satu tujuan tertentu. Karena dengan menghadap arah kiblat tidak memugkinkan seseorang menghadap ke arah lain. Karena jika seseorang telah menghadap ke satu arah berarti dia meninggalkan arah lainnya. Sebagaimana seseorang memilih menghadap Allah swt dan memalingkan diri dari yang lain.
Dengan kata lain, jikalau tidak memungkinkan menghadap kiblat kecuali dengan berpaling dari arah lain, demikian pula dengan hati yang hanya bisa menuju Allah dengan meninggalkan yang lainnya. Karena tidak mungkin menghadirkan hati kehadapan-Nya bersama dengan yang lain. Hati yang hudhur inilah yang dijamin oleh Rasulullah saw dengan sabdanya:
اذا قام العبد الى صلاته فكان هواه ووجهه وقلبه الى الله عزوجل انصرف كيوم ولدته امه
Apabila seseorang hamba itu berdiri di dalam shalatnya,maka
konsentrasinya, mukanya dan hatinya menghadap kepada Allah swt. sehingga
ia keluar dari shalatnya seperti keadaan baru dilahirkan oleh ibunya.Hal ini berarti penghadapan ke arah kiblat yang dilakukan oleh segenap anggota badan harus disertai penghadapan hati ke arah-Nya Yang Maha Kuasa. (Red. Ulil H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar