Minggu, 30 November 2014

Masuk Surga tanpa Hisab dan Azab


بسم الله الرحمن الرحيم

Di antara kemurahan dan kasih sayang Allah terhadap umat Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk masuk ke dalam Surga tanpa melalui proses perhitungan amal (hisab) dan tanpa melalui proses penyucian dosa di dalam Neraka.

Untuk mendapatkan kesempatan ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat ini termaktub di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di dalam kitab Shahihnya pada nomor 5705 dan Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya pada nomor 218 dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

قِيلَ هَذِهِ أُمَّتُكَ وَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ هَؤُلَاءِ سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ... هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Dikatakan (kepadaku): Ini adalah umatmu, dan tujuh puluh ribu orang di antara mereka akan masuk Surga tanpa melalui hisab (perhitungan amal) … Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah meminta untuk diruqyah, tidak pernah melakukan tathayyur, tidak pernah melakukan pengobatan dengan besi panas, dan hanya kepada Rabb merekalah mereka bertawakkal.”

Di dalam hadits di atas disebutkan bahwa syarat untuk dapat masuk ke dalam Surga tanpa melalui hisab adalah dengan memenuhi empat syarat, yaitu tidak pernah meminta dirinya untuk diruqyah, tidak pernah melakukan tathayyur, tidak pernah melakukan pengobatan dengan besi panas (kay), dan bertawakkal hanya kepada Allah. Tathayyur adalah menentukan nasib baik atau buruk dengan sesuatu berupa benda, waktu, atau tempat. Contohnya seperti  menganggap jika burung peliharaan terbang ke arah kiri sebagai tanda akan terjadi kesialan, menganggap kehadiran burung gagak sebagai pertanda jelek, menganggap hujan gerimis di hari panas sebagai pertanda kematian, dan lain sebagainya.

Di dalam hadits di atas juga disebutkan bahwa jumlah umat Muhammad yang masuk ke dalam Surga tanpa dihisab adalah tujuh puluh ribu orang. Tentunya jumlah ini sangat sedikit sekali jika dibandingkan jumlah umat Muhammad seluruhnya sehingga ada sebagian orang yang menilai kesempatan untuk menjadi salah satu di antara mereka sangatlah kecil kemungkinannya.

Akan tetapi, ternyata jumlah tujuh puluh ribu ini bukanlah pembatasan. Allah subhanahu wa ta’ala -dengan kemurahan dan rahmat-Nya- memberikan kesempatan yang jauh lebih besar kepada umat Muhammad untuk bisa mendapatkan keutamaan masuk Surga tanpa hisab.

Dalil atas hal ini adalah sebuah hadits yang datang dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

وعدني ربي سبحانه أن يدخل الجنة من أمتي سبعين ألفا، لاحساب عليهم ولا عذاب، مع كل ألف سبعون ألفا، وثلاث حثيات من حثيات ربي عز وجل

“Rabbku subhanahu telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan umatku ke dalam Surga sebanyak tujuh puluh ribu orang tanpa melalui hisab dan azab, bersama setiap seribu orang ada tujuh puluh ribu orang, dan (ditambah lagi) tiga kali cidukan dari cidukan Rabbku ‘azza wa jalla.” [HR Ibnu Majah (4286) dan At Tirmidzi (2437)]

Jika kita memperhatikan hadits di atas dan mencoba menghitung jumlah orang yang diberikan kesempatan oleh Allah untuk masuk Surga tanpa hisab tentulah sangat banyak. Apalagi setelah ditambah dengan tiga kali cidukan dari Allah subhanahu wa ta’ala, maka jumlahnya tentu lebih banyak lagi dan kita tidak bisa mengetahui berapa jumlah persisnya.

Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita sebagai orang-orang yang dianugerahi oleh Allah menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang dapat masuk ke dalam Surga tanpa melalui proses hisab dan azab di Neraka. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Masuk Surga tanpa Hisab dan Azab

بسم الله الرحمن الرحيم
Di antara kemurahan dan kasih sayang Allah terhadap umat Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk masuk ke dalam Surga tanpa melalui proses perhitungan amal (hisab) dan tanpa melalui proses penyucian dosa di dalam Neraka.

Untuk mendapatkan kesempatan ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat ini termaktub di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di dalam kitab Shahihnya pada nomor 5705 dan Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya pada nomor 218 dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

قِيلَ هَذِهِ أُمَّتُكَ وَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ هَؤُلَاءِ سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ... هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Dikatakan (kepadaku): Ini adalah umatmu, dan tujuh puluh ribu orang di antara mereka akan masuk Surga tanpa melalui hisab (perhitungan amal) … Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah meminta untuk diruqyah, tidak pernah melakukan tathayyur, tidak pernah melakukan pengobatan dengan besi panas, dan hanya kepada Rabb merekalah mereka bertawakkal.”

Di dalam hadits di atas disebutkan bahwa syarat untuk dapat masuk ke dalam Surga tanpa melalui hisab adalah dengan memenuhi empat syarat, yaitu tidak pernah meminta dirinya untuk diruqyah, tidak pernah melakukan tathayyur, tidak pernah melakukan pengobatan dengan besi panas (kay), dan bertawakkal hanya kepada Allah. Tathayyur adalah menentukan nasib baik atau buruk dengan sesuatu berupa benda, waktu, atau tempat. Contohnya seperti  menganggap jika burung peliharaan terbang ke arah kiri sebagai tanda akan terjadi kesialan, menganggap kehadiran burung gagak sebagai pertanda jelek, menganggap hujan gerimis di hari panas sebagai pertanda kematian, dan lain sebagainya.

Di dalam hadits di atas juga disebutkan bahwa jumlah umat Muhammad yang masuk ke dalam Surga tanpa dihisab adalah tujuh puluh ribu orang. Tentunya jumlah ini sangat sedikit sekali jika dibandingkan jumlah umat Muhammad seluruhnya sehingga ada sebagian orang yang menilai kesempatan untuk menjadi salah satu di antara mereka sangatlah kecil kemungkinannya.

Akan tetapi, ternyata jumlah tujuh puluh ribu ini bukanlah pembatasan. Allah subhanahu wa ta’ala -dengan kemurahan dan rahmat-Nya- memberikan kesempatan yang jauh lebih besar kepada umat Muhammad untuk bisa mendapatkan keutamaan masuk Surga tanpa hisab.

Dalil atas hal ini adalah sebuah hadits yang datang dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

وعدني ربي سبحانه أن يدخل الجنة من أمتي سبعين ألفا، لاحساب عليهم ولا عذاب، مع كل ألف سبعون ألفا، وثلاث حثيات من حثيات ربي عز وجل

“Rabbku subhanahu telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan umatku ke dalam Surga sebanyak tujuh puluh ribu orang tanpa melalui hisab dan azab, bersama setiap seribu orang ada tujuh puluh ribu orang, dan (ditambah lagi) tiga kali cidukan dari cidukan Rabbku ‘azza wa jalla.” [HR Ibnu Majah (4286) dan At Tirmidzi (2437)]

Jika kita memperhatikan hadits di atas dan mencoba menghitung jumlah orang yang diberikan kesempatan oleh Allah untuk masuk Surga tanpa hisab tentulah sangat banyak. Apalagi setelah ditambah dengan tiga kali cidukan dari Allah subhanahu wa ta’ala, maka jumlahnya tentu lebih banyak lagi dan kita tidak bisa mengetahui berapa jumlah persisnya.

Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita sebagai orang-orang yang dianugerahi oleh Allah menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang dapat masuk ke dalam Surga tanpa melalui proses hisab dan azab di Neraka. Amin Ya Rabbal ‘alamin.
- See more at: http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/11/masuk-surga-tanpa-hisab-dan-azab.html#sthash.mTFHb5lU.dpuf

Masuk Surga tanpa Hisab dan Azab

بسم الله الرحمن الرحيم
Di antara kemurahan dan kasih sayang Allah terhadap umat Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk masuk ke dalam Surga tanpa melalui proses perhitungan amal (hisab) dan tanpa melalui proses penyucian dosa di dalam Neraka.

Untuk mendapatkan kesempatan ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat ini termaktub di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di dalam kitab Shahihnya pada nomor 5705 dan Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya pada nomor 218 dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

قِيلَ هَذِهِ أُمَّتُكَ وَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ هَؤُلَاءِ سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ... هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Dikatakan (kepadaku): Ini adalah umatmu, dan tujuh puluh ribu orang di antara mereka akan masuk Surga tanpa melalui hisab (perhitungan amal) … Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah meminta untuk diruqyah, tidak pernah melakukan tathayyur, tidak pernah melakukan pengobatan dengan besi panas, dan hanya kepada Rabb merekalah mereka bertawakkal.”

Di dalam hadits di atas disebutkan bahwa syarat untuk dapat masuk ke dalam Surga tanpa melalui hisab adalah dengan memenuhi empat syarat, yaitu tidak pernah meminta dirinya untuk diruqyah, tidak pernah melakukan tathayyur, tidak pernah melakukan pengobatan dengan besi panas (kay), dan bertawakkal hanya kepada Allah. Tathayyur adalah menentukan nasib baik atau buruk dengan sesuatu berupa benda, waktu, atau tempat. Contohnya seperti  menganggap jika burung peliharaan terbang ke arah kiri sebagai tanda akan terjadi kesialan, menganggap kehadiran burung gagak sebagai pertanda jelek, menganggap hujan gerimis di hari panas sebagai pertanda kematian, dan lain sebagainya.

Di dalam hadits di atas juga disebutkan bahwa jumlah umat Muhammad yang masuk ke dalam Surga tanpa dihisab adalah tujuh puluh ribu orang. Tentunya jumlah ini sangat sedikit sekali jika dibandingkan jumlah umat Muhammad seluruhnya sehingga ada sebagian orang yang menilai kesempatan untuk menjadi salah satu di antara mereka sangatlah kecil kemungkinannya.

Akan tetapi, ternyata jumlah tujuh puluh ribu ini bukanlah pembatasan. Allah subhanahu wa ta’ala -dengan kemurahan dan rahmat-Nya- memberikan kesempatan yang jauh lebih besar kepada umat Muhammad untuk bisa mendapatkan keutamaan masuk Surga tanpa hisab.

Dalil atas hal ini adalah sebuah hadits yang datang dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

وعدني ربي سبحانه أن يدخل الجنة من أمتي سبعين ألفا، لاحساب عليهم ولا عذاب، مع كل ألف سبعون ألفا، وثلاث حثيات من حثيات ربي عز وجل

“Rabbku subhanahu telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan umatku ke dalam Surga sebanyak tujuh puluh ribu orang tanpa melalui hisab dan azab, bersama setiap seribu orang ada tujuh puluh ribu orang, dan (ditambah lagi) tiga kali cidukan dari cidukan Rabbku ‘azza wa jalla.” [HR Ibnu Majah (4286) dan At Tirmidzi (2437)]

Jika kita memperhatikan hadits di atas dan mencoba menghitung jumlah orang yang diberikan kesempatan oleh Allah untuk masuk Surga tanpa hisab tentulah sangat banyak. Apalagi setelah ditambah dengan tiga kali cidukan dari Allah subhanahu wa ta’ala, maka jumlahnya tentu lebih banyak lagi dan kita tidak bisa mengetahui berapa jumlah persisnya.

Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita sebagai orang-orang yang dianugerahi oleh Allah menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang dapat masuk ke dalam Surga tanpa melalui proses hisab dan azab di Neraka. Amin Ya Rabbal ‘alamin.
- See more at: http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/11/masuk-surga-tanpa-hisab-dan-azab.html#sthash.mTFHb5lU.dpuf

Masuk Surga tanpa Hisab dan Azab

بسم الله الرحمن الرحيم
Di antara kemurahan dan kasih sayang Allah terhadap umat Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk masuk ke dalam Surga tanpa melalui proses perhitungan amal (hisab) dan tanpa melalui proses penyucian dosa di dalam Neraka.

Untuk mendapatkan kesempatan ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat ini termaktub di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di dalam kitab Shahihnya pada nomor 5705 dan Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya pada nomor 218 dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

قِيلَ هَذِهِ أُمَّتُكَ وَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ هَؤُلَاءِ سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ ... هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Dikatakan (kepadaku): Ini adalah umatmu, dan tujuh puluh ribu orang di antara mereka akan masuk Surga tanpa melalui hisab (perhitungan amal) … Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah meminta untuk diruqyah, tidak pernah melakukan tathayyur, tidak pernah melakukan pengobatan dengan besi panas, dan hanya kepada Rabb merekalah mereka bertawakkal.”

Di dalam hadits di atas disebutkan bahwa syarat untuk dapat masuk ke dalam Surga tanpa melalui hisab adalah dengan memenuhi empat syarat, yaitu tidak pernah meminta dirinya untuk diruqyah, tidak pernah melakukan tathayyur, tidak pernah melakukan pengobatan dengan besi panas (kay), dan bertawakkal hanya kepada Allah. Tathayyur adalah menentukan nasib baik atau buruk dengan sesuatu berupa benda, waktu, atau tempat. Contohnya seperti  menganggap jika burung peliharaan terbang ke arah kiri sebagai tanda akan terjadi kesialan, menganggap kehadiran burung gagak sebagai pertanda jelek, menganggap hujan gerimis di hari panas sebagai pertanda kematian, dan lain sebagainya.

Di dalam hadits di atas juga disebutkan bahwa jumlah umat Muhammad yang masuk ke dalam Surga tanpa dihisab adalah tujuh puluh ribu orang. Tentunya jumlah ini sangat sedikit sekali jika dibandingkan jumlah umat Muhammad seluruhnya sehingga ada sebagian orang yang menilai kesempatan untuk menjadi salah satu di antara mereka sangatlah kecil kemungkinannya.

Akan tetapi, ternyata jumlah tujuh puluh ribu ini bukanlah pembatasan. Allah subhanahu wa ta’ala -dengan kemurahan dan rahmat-Nya- memberikan kesempatan yang jauh lebih besar kepada umat Muhammad untuk bisa mendapatkan keutamaan masuk Surga tanpa hisab.

Dalil atas hal ini adalah sebuah hadits yang datang dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

وعدني ربي سبحانه أن يدخل الجنة من أمتي سبعين ألفا، لاحساب عليهم ولا عذاب، مع كل ألف سبعون ألفا، وثلاث حثيات من حثيات ربي عز وجل

“Rabbku subhanahu telah menjanjikan kepadaku akan memasukkan umatku ke dalam Surga sebanyak tujuh puluh ribu orang tanpa melalui hisab dan azab, bersama setiap seribu orang ada tujuh puluh ribu orang, dan (ditambah lagi) tiga kali cidukan dari cidukan Rabbku ‘azza wa jalla.” [HR Ibnu Majah (4286) dan At Tirmidzi (2437)]

Jika kita memperhatikan hadits di atas dan mencoba menghitung jumlah orang yang diberikan kesempatan oleh Allah untuk masuk Surga tanpa hisab tentulah sangat banyak. Apalagi setelah ditambah dengan tiga kali cidukan dari Allah subhanahu wa ta’ala, maka jumlahnya tentu lebih banyak lagi dan kita tidak bisa mengetahui berapa jumlah persisnya.

Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita sebagai orang-orang yang dianugerahi oleh Allah menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang dapat masuk ke dalam Surga tanpa melalui proses hisab dan azab di Neraka. Amin Ya Rabbal ‘alamin.
- See more at: http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2013/11/masuk-surga-tanpa-hisab-dan-azab.html#sthash.mTFHb5lU.dpuf

Syafaat Nabi Untuk Seluruh Umat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Saya adalah pemimpin semua orang pada hari kiamat. Tahukah kalian sebabnya apa? Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang akhir di suatu dataran tinggi. Mereka dapat dilihat oleh orang yang melihat dan dapat mendengar orang yang memanggil. Matahari dekat sekali dari mereka. Semua orang mengalami kesusahan dan penderitaan yang mereka tidak mampu memikulnya. Lantas orang-orang berkata, ‘Apakah kalian tidak tahu sampai sejauh mana yang kalian alami ini? Apakah kalian tidak memikirkan siapa yang dapat memohonkan syafaat kepada Rabb untuk kalian?’ Lantas sebagian orang berkata kepada sebagian lain, ‘Ayah kalian semua, Nabi Adam ‘alaihissalam’.
Mereka pun mendatangi beliau, lalu mereka berkata, ‘Wahai Nabi Adam! Engkau adalah ayah semua manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakanmu dengan kekuasaan-Nya dan meniupkan ruh-Nya ke dalam tubuhmu. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan kepada malaikat untuk bersujud, sehingga mereka pun bersujud kepadamu. Di samping itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan tempat tinggal kepadamu di surga. Sudilah kiranya engkau memohonkan syafaat kepada Rabbmu untuk kami? Bukankah engkau tahu apa yang kami alami dan sampai sejauh apa menimpa kami?’ Nabi Adam ‘alaihissalam menjawab, ‘Sungguh hari ini Rabbku sangat murka. Belum pernah Dia murka seperti ini sebelumnya dan Dia tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya. Sungguh, Dia melarangku akan suatu pohon, tetapi saya berbuat maksiat. Diriku, diriku, diriku. Pergilah ke selain aku. Pergilah kepada Nabi Nuh ‘alaihissalam’.
Lantas mereka mendatangi Nabi Nuh ‘alaihissalam, lalu mereka berkata, ‘Wahai Nuh! Engkaulah Rasul pertama di muka bumi ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebut dirimu hamba yang banyak bersyukur. Bukankah engkau mengetahui apa yang sedang kita alami sekarang? Sudilah kiranya engkau memohonkan syafaat kepada Rabbmu untuk kami?’ Nabi Nuh ‘alaihissalam menjawab, ‘Sungguh, hari ini Rabbku sangat murka. Belum pernah Dia murka seperti ini sebelumnya dan Dia tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya. Sungguh, saya mempunyai suatu dosa mustajab yang telah saya gunakan untuk mendoakan kebinasaan pada kaumku. Diriku, diriku, diriku, pergilah ke selain aku. Pergilah pada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam’.

Kemudian mereka pun mendatangi Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, lalu mereka bertanya, ‘Wahai Ibrahim! Engkau adalah Nabi Allah dan kekasih Allah di antara penduduk bumi. Mohonkanlah syafaat kepada Rabbmu untuk kami. Bukankah engkau telah mengetahui keadaan yang sedang kami alami?’ Lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menjawab, ‘Sungguh, hari ini Rabbku sangat murka. Belum pernah Dia murka seperti ini sebelumnya dan Dia tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya. Sesungguhnya saya pernah berdusta sebanyak tiga kali. Diriku, diriku, diriku, pergilah ke selain aku. Pergilah pada Nabi Musa ‘alaihissalam’.
Selanjutnya mereka mendatangi Nabi Musa ‘alaihissalam, lalu mereka berkata, ‘Wahai Nabi Musa! Engkau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi keutamaan kepadamu dengan kerasulan dan kalam-Nya yang melebihi orang lain. Mohonkanlah syafaat kepada Rabbmu untuk kita. Bukankah engkau mengetahui keadaan yang sedang kita alami?’ Lantas Nabi Musa ‘alaihissalam menjawab, ‘Sungguh, hari ini Rabbku sangat murka. Belum pernah Dia murka seperti ini sebelumnya dan Dia tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya. Sungguh, saya pernah membunuh seorang manusia padahal saya tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Diriku, diriku, diriku, pergilah ke selain aku. Pergilah pada Nabi Isa ‘alaihissalam’.

Setalah itu, mereka pun mendatangi Nabi Isa ‘alaihissalam, lalu mereka berkata, ‘Wahai Nabi Isa! Engkau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang diciptakan dengan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) ruh dari-Nya. Engkau dapat berbicara dengan orang-orang ketika masih dalam buaian. Mohonkanlah syafaat kepada Rabbmu untuk kita. Bukankah engkau mengetahui keadaan yang sedang kita alami?’ Lantas Nabi Isa ‘alaihissalam menjawab, ‘Sungguh, hari ini Rabbku sangat murka. Belum pernah Dia murka seperti ini sebelumnya dan Dia tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya.’ Nabi Isa tidak menyebutkan dosa yang diperbuatnya. ‘Diriku, diriku, diriku, pergilah ke selain aku. Pergilah pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam’.

Lalu mereka mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selanjutnya mereka berkata, ‘Wahai Muhammad! Engkau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan penutup para nabi. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu dan yang akan datang. Mohonkanlah syafaat kepada Rabbmu untuk kita. Bukankah engkau mengetahui keadaan yang sedang kita alami?’ Lantas saya berangkat hingga saya sampai di bawah Arsy. Kemudian saya bersujud kepada Rabbku. Lantas Allah Subhanahu wa Ta’ala ajarkan padaku pujian-pujian kepada-Nya serta keindahan sanjungan terhadap-Nya yang belum pernah Dia ajarkan kepada selain diriku. Lalu dikatakan, ‘Wahai Muhammad! Angkatlah kepadamu. Ajukanlah permohonan, niscaya permohonanmu dikabulkan. Mohonlah syafaat, pastilah akan diterima syafaatmu.’ Selanjutnya aku mengangkat kepalaku, lalu saya berkata, ‘Ummatku, wahai Rabbku, umatku wahai Rabbku, ummatku wahai Rabbku!’ Lantas dikatakan, ‘Wahai Muhammad! Masukkanlah umatmu yang tidak peru dihisab dari pintu surga ke sebelah kanan. Mereka juga sama dengan orang-orang lain di selain pintu tersebut.’ Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Demi Dzat yang mengauasai diriku, sesungguhnya jarak anara dua daun pintu dari beberapa daun pintu surga sama dengan jarak antara Mekah dan Hajar atau antara Mekah dan Bushra’.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Siapkah Kita Menghadapi 4 Pertanyaan di Padang Mahsyar

Setiap manusia wajib mengimani hari akhir atau hari kiamat. Bahkan hal itu merupakan rukun iman yang kelima. Di dalam hadist-hadist sahih di terangkanlah bahwa setelah dunia ini hancur, manusia yang dalam kubur di bangkitkan dan akan menghadapi peristiwa tsb ? Apa saja yang terjadi pada saat itu?
Pada saat itu manusia akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah
subhanahuwata’ala tentang segala macam yang telah dilakukan selama hidup di dunia ini.
Pada hari itu tidak berguna harta, anak, tidak bermanfa’at apa yang dibanggakan selama hidup di dunia ini. Pada hari itu hanya ada Penguasa tunggal yaitu Allah subhanahuwata’ala yang telah memberikan berbagai macam kenikmatan kepada manusia, kemudian Dia menyuruh menggunakan nikmat itu sebaik – baiknya dalam rangka mengabdi kepada-Nya.
Karena Allah telah mengkaruniakan nikmat-nikmat itu kepada manusia, maka sangat wajar apabila Ia menanyakan kepada manusia untuk apa nikmat-nikmat itu digunakan.
Dalam sebuah hadist mengatakan (sabda Rasulullah saw) : “Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba (menuju batas shirothol
mustaqim) sehingga ia di tanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia amalkan, hartanya dari mana ia peroleh dan dikemanakan ia habiskan dan badannya untuk apa ia gunakan.” (HR Sahih Turmizi dan Ad Damiri).
1. UMUR
Umur adalah sesuatu yang tidak lepas dari manusia. Bila kita berbicara tentang umur, maka berarti kita berbicara tentang waktu.
Allah dalam Alqur’an telah bersumpah degnan waktu : ” Demi masa”, maksudnya agar manusia lebih memperhatikan waktu. Waktu yang di berikan Allah adalah 24 jam dalam sehari semalam. Untuk apa waktu itu kita gunakan ? Apakah waktu itu untuk beribadah atau untuk hal yang sia-sia.
Diantara sebab-sebab kemunduran ummat Islam ialah bahwa mereka tidak pandai menggunakan waktu untuk hal-hal yang bermanfa’at, sebagian waktunya digunakan untuk bergurau, mengobrol hal – hal yang tak berguna bahkan terkadang membawa kepada perdebatan yang tak berarti hingga membawa keperkelahian. Sementara orang-orang kafir menggunakan waktunya dengan sebaik-baiknya, sehingga mereka maju di dalam segala bidang kehidupan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keadaan ummat Islam saat ini sangat memprihatinkan. Ada diantara mereka yang tidak mengerti ajaran agamanya dan tidak mengerti ilmu pengetahuan umum.
Bahkan ada diantara mereka yang buta baca tulis Alqur’an.
Bila kita mau meningkatkan iman dan amal (pekerjaan/ilmu), maka seharusnya kita bertanya kepada diri masing-masing; Sudah berapa umur kita hari ini dan apa yang sudah kita ketahui tentang Islam, apa pula yang sudah kita amalkan dari ajaran Islam ini? Janganlah kita termasuk orang-orang yang lalai dan merugi.
Umur tidak terasa berjalan merayapi kehidupan kita. Tanpa kita sadari, sekejap saja umur kita telah tertinggal jauh, yang tersisa hanya beberapa tahun saja atau beberapa hari bahkan beberapa detik saja.
Kemarin kita masih dimanja-manja, bermain tertawa bebas – sedikit bergembira dan banyak mengalami kesusahan dalam menjalani perputaran kehidupan di dunia ini, lalu berkeluarga dan tiba-tiba kita telah menggenapi diatas puluhan tahun dan menanti hari ketiadaan kita di dunia ini seperti semula.
Apakah akan kita sia-siakan umur yang bagai KERCAPAN MATA ini untuk hal-hal yang hanya akan merugikan kita di dunia maupun di hari akhir kelak ?
2. ILMU
Yang membedakan antra muslim dan non muslim adalah ilmu dan amal.
Orang muslim berbeda amaliahnya dengan orang kafir dalam segala hal, dari mulai kebersihan, berpakaian, berumah tangga, bermuamalah (hubungan dalam bermasyarakat), berperilaku dll. Seorang muslim di perintahkan oleh Allah dan rosul-Nya agar menuntut ilmu. Allah berfirman : Apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu? ( Az Zumar : 9).
Ayat diatas kendatipun berbentuk pertanyaan tetapi mengandung perintah untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu hukumnya wajib (ilmu agama dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat) atas setiap individu muslim, misalnya ilmu agama : tentang membersihkan najis, berwudhu yang benar, cara shalat yang benar dan hal-hal yang di laksanakan setiap hari. Ilmu keduniawian : belajar menuntut ilmu tiada batasan umur dan wajib di amalkan (di terapkan) untuk kelangsungan hidup dan kemaslahatan sesama manusia. Karena ia tidak tahu, maka amalannya akan tertolak, dan Allah akan bertanya kepadanya kenapa ia mengikuti apa yang ia tidak ketahui, seperti dalam firman-Nya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati. semuanya itu akan di minta pertanggungjawabannya “. (Al Isra’ : 36).
Ilmu yang sudah dipelajari oleh ummat Islam harus di gunakan untuk
kepentingan Islam dan sesama manusia. Ilmu yang sudah di tuntut dan di pelajari wajib di amalkan menurut syari’at (aturan/ajaran) Islam. Ilmu tidak akan berarti apa apa dalam hidup dan kehidupan manusia kecuali bila manusia mengamalkannya, rosulullah saw bersabda : ” Beramallah kamu (dengan ilmu yang ada) karena tiap tiap orang dimudahkan menurut apa apa yang Allah ciptakan atasnya”. ( HR Muslim).
Akal fikiran diberikan untuk di pergunakan pada tempatnya, yaitu menuntut ilmu. Baik Ilmu duniawi maupun ilmu ukhrawi. Menuntut ilmu tidak mengenal umur, waktu atau tempat. Sudahkah kita menggunakan akal fikiran yang Dia limpahkan ini pada hal-hal yang berguna baik bagi diri maupun orang sekitar kita ?
Allah ta’ala telah melimpahkan umur,akal fikiran dan pengetahuan, mengapa kita tidak mencarinya? Jadi tiada alasan yang bisa di terima Allah pada waktu hari penghisaban kelak bagi umat-Nya. Janganlah kita termasuk umat yang menyesal di kemudian hari.
3. HARTA
Rosulullah saw bersabda ” bagi tiap tiap umat itu fitnah dan sesungguhnya fitnah umatku adalah harta “. (HR Turmizi dan Hakim).
Harta pada hakikatnya adalah milik Allah. Harta adalah amanat Allah yang dilimpahkan kepada umat manusia agar ia mencari harta itu dengan halal, menggunakan harta itu pada tempat yang telah di tetapkan dalam syari’at Islam.
Bila kita amati keadaan umat Islam kini, banyak kita dapati diantara mereka yang tidak lagi peduli dengan cara mengumpulkan hartanya apakah dari jalan yang dihalalkan atau yang di haramkan dalam syari’at Islam ‘. Rosulullah saw telah meramalkan hal ini dengan sabdanya : “Nanti akan datang suatu masa; di masa itu manusia tidak perduli dari mana harta itu di peroleh, apakah dari yang haram atau yang halal “. (HR Bukhari).
Setiap muslim harus hati-hati dalam mencari mata pencaharian hidupnya karena manusia yang terdesak dalam masalah ekonomi lalu ia menjadi kalut hingga tidak peduli lagi harta itu dari mana ia peroleh. Ada harta yang di perolehnya dari usaha-usahanya yang batil, misal ; hutang tidak di bayar, korupsi, riba, merampok, berjudi dlsb.
Orang mencari usaha dari yang haram akan mendapat siksa Allah, seperti yang disabdakan Rosulullah saw : “Barang siapa yang dagingnya tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih patut baginya (sebagai tempatnya) “. ( HR Al Hakim). Harta yang kita dapat dengan cara yang halal harus pula kita infakkan pada jalan yang benar pula. Bila tadi di sebut harta itu milik Allah, maka wajib pula kita gunakan harta itu dalam rangka menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini.
Di dalam Alqur’an ada delapan golongan yang berhak mendapat zakat, yaitu para fuqara (orang faqir), masakin (orang miskin), amil (pengurus zakat), mu’allaf (orang yang baru masuk Islam), untuk membebaskan budak, orang-orang yang berhutang, orang-orang yang sedang berjuang di jalan Allah dan orang-orang yang sedang ada dalam perjalanan jauh (musafir). Pada masa sekarang ini ada tiga golongan yang di prioritaskan yang berhak mendapatkan infaq dan sadakah, yaitu golongan fuqara, masakin dan orang-orang yang berjuang di jalan Allah.
Orang faqir adalah orang yang membutuhkan/mempunyai kebutuhan hidup tetapi tidak mempunyai pekerjaan sedangkan hidupnya di gunakan untuk membantu agama Islam. Jadi orang faqir ialah orang yang hidupnya untuk berjuang di jalan Allah bukan pemalas yang tidak mau berusaha tetapi usahanya hanya bisa mencukupi kebutuhan minimal dalam keluarganya saja (makan sehari-hari).
4. BADAN
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna yang di ciptakan Allah di muka bumi ini. Dengan kesempurnaan susunan tubuh serta akal fikiran yang di berikan Allah, manusia di jadikan sebagai khalifah di muka bumi ini, manusia di bebani taklif agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Jasmani manusia ini di tuntut bekerja untuk melaksanakan fungsi khilafah dalam rangka mengabdi kepada Allah.
Letihnya manusia dalam melaksanakan ibadah kepada Allah akan di ganjar dengan pahala. Tetapi bila letihnya dalam rangka main-main, mengerjakan maksiat, perbuatan sia-sia, beribadah dengan yang tidak pernah di contohkan rosul Allah saw, maka sia-sialah letihnya itu, bahkan ada yang di ganjar dengan api neraka, karena mereka termasuk orang-orang yang celaka, sebagaimana sabda nabi Allah saw : ” Tiap-tiap amal (pekerjaan) ada masa-masa semangat, dan tiap-tiap semangat ada masa lelahnya maka barangsiapa lelah dan letihnya karena melaksanakan sunnahku, maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan barang siapa letihnya bukan karena melaksanakan sunnahku, maka dia termasuk orang yang binasa “. (HR Al Hakim dan Al Baihaqi).
Begitulah, pada hari mahsyar masing-masing manusia akan di minta
pertanggungjawaban atas segala perbuatan yang telah di kerjakan selama hidupnya di dunia ini. Sudah siapkah kita menjawab pertanyaan – pertanyaan yang akan di tanyakan kepada kita pada saat itu ? Kalau belum, kapan lagi kita mempersiapkan diri kalau tidak sekarang ? Kita tidak tahu kapan giliran kita dipanggil, tahun depan, bulan depan, minggu depan, besok, nanti malam, 1 jam lagi atau beberapa menit lagi. Wallahu a’lam.

Peristiwa padang Mahsyar

Rasulullah SAW bersabda : Kelak pada saat tiba hari kebangkitan, manusia-manusia akan digiring ke Mahsyar pada hari kiamat nanti yang pertama dalam keadaan berjalan, kedua mereka yang berkendaraan, dan ketiga mereka yang berjalan dengan menggunakan mukanya (HR. Ath Tirmidzi)

Berkumpulnya manusia di padang Mahsyar adalah suatu kepastian. Mereka berada disana setelah bunyi sangkakala ditiup kembali untuk kesekian kalinya membangkitkan mereka yang telah mati.

“Dan ditiuplah sangkakala maka matilah semua yang dilangit dan dibumi. Kecuali yang Allah kehendaki. Kemudian ditiup kembali, maka berdirilah mereka menunggu (QS AZ Zumar : 68)

Setelah itu mereka digiring oleh Tuhan ke suatu tanah lapang yang sangat luas, rata, warnanya putih dan tidak ada tempat persembunyiannya. Itulah gambaran padang mahsyar kata Imam Al Ghazali dalam : Rahasia Hari Kebangkitan.

“Dan ingatlah hari ketika kami kumpulkan dari tiap-tiap umat segolongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami . lalu mereka dibagi-bagi (dalam kelompok-kelompok). (QS An Naml : 83)

Manusia pada saat itu ada yang mukanya seperti kera, babi, dalam keadaan terjungkir kakinya diatas kepalanya dibawah, dalam keadaan buta dan tuli serta tidak berakal, dalam keadaan mengunyah ludahnya sendiri. Sedang lidahnya itu menjulur kebawah sampai dadanya. Dan dari mulutnya keluar nanah yang menjijikkan, dalam keadaan terpotong kedua tangannya dan kedua kakinya, dalam keadaan tersalib di pohon kurma, dalam kedaan berbau busuk, dan dalam keadaan menggunakan pakaian dari ter yang panas. Mereka inilah orang-orang yang tidak mendengarkan ajaran Tuhan.

Sementara bagi orang yang bertakwa , wajah mereka berseri-seri dan terlihat tampan sekali. Adanya perbedaan penggambaran beberapa golongan ini secara persis di isyaratkan dalam firman Nya – QS Maryam : 85-86,

“Dan ingatlah hari ketika kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan yang Maha Pemurah, sebagai perutusan yang terhormat dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka jahanam dalam keadaan dahaga.“

Ketika Siti Aisyah mendengar Rasulullah bersabda : Manusia diikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan telanjang kaki, telanjang badan dan tidak dikhitan, ia bertanya : wahai rasulullah, semua laki-laki dan perempuan saling melihat satu sama lain. Dan Rasul menjawab, wahai Aisyah : Urusan pada saat itu jauh lebih penting ketimbang sekedar memandang satu sama lain (HR Bukhari Muslim)

Allah pun berfirman :

“Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan yang pertama, begitulah Kami mengulanginya. Itulah janji Kami, Kami sungguh akan melaksanakannya” (QS An Ambiya : 104)

Setelah berkumpul di padang mahsyar semua amal perbuatan manusiapun siap-siap untuk dihitung. Namun sebelum itu, mereka mengadakan upacara terlebih dahulu. Dalam upacara itu semua manusia berbaris dan berkumpul dengan pemimpin-pemimpinnya dan imam-imamnya yang mereka ikuti sewakti hidup di dunia.

“ Ingatlah suatu hari yang di hari itu Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya “
(QS Al Isra : 71)

Bersamaan dengan itu bendera-bendera spanduk dan panji-panji dipasang dan dikibarkan sebagai tanda pengenal dan identitas golongan umat manusia. Bendera panji-panji itulah yang disebut Liwaa’ul Hamdi, yang artinya bendera pujian. Umat Islam akan berbaris dengan beberapa barisan dibawah panji-panji sesuai apa yang telah mereka lakukan dalam hidupnya.

Bendera itu dipasang dan dikibarkan oleh orang-orang pilihan :

Bendera Kebenaran (Liwa al shidqi) dikibarkan oleh Abubakar Al Shiddiq

Bendera Fuqaha’, dikibarkan oleh Mu’adz bin Jabal

Bendera Zuhud, oleh Abu Zarr

Bendera Amal Jariyah (social) oleh Utsman Bin Affan

Bendera Syuhada oleh Ali

Bendera Qurra, oleh Ubay Bin Ka’ab

Bendera Muazin, oleh Bilal

Bendera orang-orang yang dibunuh dengan dianiaya, oleh Sayidina Husein ra

Selain kondisi manusia yang berbeda-beda sesuai kadar keimanannya, di padang Mahsyar juga cuaca sangat panas. Karena jarak matahari sangat dekat dengan kepala-kepala manusia. Sehingga mereka mengeluarkan peluh yang dapat menenggelamkan mereka.

Dalam hadist Rasulullah SAW juga menceritakan : Sesungguhnya matahari itu dekat pada hari kiamat, sehingga keringat seseorang itu dapat sampai setengah telinganya

(Abu Dawud dan Al Hakim)

Golongan Yang Mendapat Naungan Allah Ta’ala Di Hari Kiamat, Dalam riwayat Imam Bukhari & Muslim, Rasulullah SAW bersabda : “Tujuh golongan yang Allah naungi dibawah naungan Nya pada hari tidak ada naungan kecuali Naungan Allah adalah :

1. Pemimpin yang adil

2. Pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah

3. Seorang laki-laki yang hatinya terikat pada masjid

4. Dua orang yang saling mencintai, berkumpul dan berpisah karena Allah

5. Seorang laki-laki yang dirayu seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan lalu ia mengatakan : ” Aku sungguh takut kepada Allah”

6. Seseorang yang bersedekah secara diam-diam, sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang didermakan oleh tangan kanannya,

7. Seseorang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri sehingga meneteskan airmata,

Dari Abu Hurairah Rasulullah SAW juga bersabda : ” Sesungguhnya Allah berkata pada hari kiamat : “Manakah orang-orang yang saling mencintai karena Aku ? Hari ini, hari yang tidak ada naungan kecuali Naungan Ku, Aku naungi mereka di bawah naungan Ku”

Dari Ubadah Ibn Shamit, Rasulullah Saw juga bersabda : Allah berfirman : “Cinta Ku untuk orang-orang yang saling mencintai (karena Aku). Aku naungi mereka dalam naungan Arasy pada hari yang tidak ada naungan selain naungan Ku”

Dalam shahih Muslim dan beberapa riwayat yag lain, dijelaskan : “Barangsiapa yang menangguhkan /membebaskan hutang dari orang yang sedang berkesusahan, maka kelak pada hari kiamat akan berada dalam naungan Arasy”

Setelah manusia selesai melaksanakan upacara , barulah kemudian amal-amal mereka ditimbang , tidak ada seorangpun yang bisa membantah segala keputusan Allah. Karena sistim peradilan Tuhan sangat adil. Semua anggota badan kita akan menjadi saksi bagi dirinya sendiri.

Menurut riwayat sahabat Ka’ab dan Qatadah, lamanya manusia dan makhluk di padang mahsyar sekitar 300 tahun. Adapun menurut sahabat Ibnu Umar : lamanya sekitar 50.000 tahun, berdasar pada firman Allah dalam Al Quran Al Ma’arij ayat 4 :

“Naik para malaikat dan jibril kehadirat Allah pada hari kiamat yang lamanya kira-kira 50.000 tahun.“

Bisa dibayangkan betapa sebentar sekali kita hidup di dunia, bila waktu (1 hari) disana setara dengan 50.000 tahun. Akankah kita habiskan waktu yang demikian singkat hanya Ya Rabb, Beri kami kekuatan untuk terus mendekat kepada Mu. Jangan biarkan kami masuk dalam golongan hamba-hamba Mu yang merugi. Demikianlah gambaran keadaan manusia kelak, sangat sulit dibayangkan betapa pedihnya siksa disana , kecuali bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa. Semoga kita termasuk dalam golongan yang mendapatkan naungan Allah. Aamiin Allahumma aamiin, Wallahu ‘alam..

‘Wajah’ Manusia saat tiupan sangkakala yang ke dua

     Kita meyakini, kelak alam semesta akan hancur ketika Allah telah menetapkan berdirinya kiamat. Tiupan sangkakala malaikat Israfil telah menyebabkan seluruh yang bernyawa menjadi mati dan menyebabkan kehancuran total langit dan bumi. Setelah alam semesta hancur dan seluruh makhluk yang bernyawa telah meninggal, kecuali yang dikehendaki olah Allah, maka ruh  manusia dan jin tetap berada di alam kubur selama rentang waktu empat puluh. (demikian dijelaskan dalam hadist yang shahih, tanpa ada penegasan dari Rasulullah saw apakah empat puluh tahun, empat puluh bulan, atau empat puluh hari. Sebagian riwayat yang lain menegaskan bahwa bilangan empat puluh tersebut adalah empat puluh tahun)



Jasad manusia dan jin telah hancur binasa. Satu-satunya jasad yang masih utuh adalah jasad para Nabi dan Rasul. Semua tulang belulang dan anggota badan manusia hancur, kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor. Dari tulang ekor inilah Allah menyatukan bagian-bagian tubuh manusia yang lain. Allah kemudian menurunkan hujan dari langit, yang menyatukan anggota-anggota badan manusia dan mengembalikannya seperti sedia kala, sebagaimana saat ia belum mati.

Setelah jasad seluruh manusia kembali seperti sedia kala, Allah kemudian mengembalikan ruh kepada jasadnya, dan memerintahkan malaikat Israfil untuk meniup sangkakala untuk yang kedua kalinya. Dengan tiupan inilah, seluruh manusia dan jin bangkit dari alam kubur. Inilah peristiwa yang dinamakan dengan yaumul ba’ts (hari kebangkitan) dan yaumul hasyr (hari pengumpulan).

Begitu malaikat Israfil meniup sangkakala kembali, semua makhluk yang telah mati kembali hidup. Mereka keluar dari kubur dengan cepat dan bergegas, berjalan cepat untuk menghadap Rabb mereka, untuk menjalani pengadilan amal.

Amal-amal mereka akan dipertanyakan, dihitung, ditimbang, dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang setimpal. Segala apa yang mereka perdebatkan kala masih hidup di dunia; keadilan dan kezhaliman, keimanan dan kekafiran, amal kebajikan dan amal keburukan; semuanya diputuskan balasannya pada hari tersebut.

Allah swt berfirman :

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah, kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusan masing-masing). (QS Az-Zumar 39: 68)



“Lalu ditiuplah sangkakala, seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup), menuju kepada Rabb-Nya.

Mereka berkata, ‘Celakalah kami! Siapakah yang telah membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?’ Inilah yang dijanjikan oleh Allah Ta’ala Yang Maha Pemurah dan benarlah para rasul-Nya.

Teriakan itu hanya sekali, maka seketika itu mereka semua dihadapkan kepada kami (untuk dihisab).

Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kalian tidak akan diberi balasan, kecuali sesuai dengan apa yang telah kalian kerjakan”. (QS Yasin 36: 51-54)



Ini adalah tiupan sangkakala yang kedua, yaitu tiupan untuk membangkitkan mereka dari alam kubur. Tentang ayat ini, imam Mujahid berkata, “Sebelum hari kiamat, orang-orang kafir akan terlelap, mereka akan merasakan tidur. Ketika ada yang menyeru, ‘Wahai para penghuni kubur, bangkitlah kalian,’ mereka pun bangun dalam keadaan ketakutan dan terburu-buru sambil menunggu keputusan Allah. Itulah makna dari firman Allah yang ditujukan untuk mereka :

“Kemudian ditiuplah (sekali lagi) sangkakala itu, maka seketika itu mereka terbangun (dari kuburnya) menunggu keputusan (Allah)”. (QS. Az-Zumar 39: 68)

Allah juga telah memberitahukan tentang keadaan orang-orang kafir yang mengatakan,

“Aduh, celakalah kami, siapakah yang telah membangunkan kami dari tidur (kematian) kami”. (QS Yasin 36: 52)

Proses kebangkitan seluruh makhluk hidup dari alam kubur untuk menjalani pengadilan Allah di akhirat diingkari oleh orang-orang kafir dan musyrik. Padahal, ia merupakan hal yang sangat mudah bagi Allah. Menciptakan makhluk pada kali yang pertama tentunya lebih sulit dari membangkitkan mereka. Jika Allah mampu menciptakan seluruh makhluk hanya dengan mengucapkan satu kata ‘kun’ (jadilah), maka membangkitkan mereka kembali setelah mereka hancur berkalang tanah adalah jauh lebih mudah.

Sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

“Dan Dialah yang menciptakan makhluk dari permulaan, kemudian Dia membangkitkannya (menghidupkannya) kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya”. (QS. Ar-Ruum 30: 27)

“Tidaklah, Allah menciptakan kalian dan membangkitkan kalian dari alam kubur kecuali seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja”. (QS. Luqman 31: 28)

Mereka mengatakan, “Siapakah yang akan menghidupkan tulang belulang yang telah hancur menjadi tanah?,”Jawablah, “Ia akan dihidupkan kembali lagi oleh Allah Yang menciptakannya pada kali permulaan”. (QS. Yasin 36: 78-79)

Manusia pertama kali dibangkitkan dan keluar dari alam kubur adalah Nabi Muhammad saw. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist shahih dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian melebihkan seorang Nabi atas para Nabi yang lain. Sesungguhnya sangkakala akan ditiup, maka seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi akan mati, kecuali makhluk yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian sangkakala ditiup sekali lagi, maka aku adalah orang yang pertama kali dibangkitkan. Atau aku termasuk orang yang pertama kali dibangkitkan, karena ternyata Musa sudah memegang tiang ‘Arsy. Aku tidak tahu, apakah ia telah dibalas (dihitung mati) dengan pingsan yang ia alami saat di Gunung Thur, ataukah memang ia dibangkitkan sebelumku. Aku pun tidak mengatakan ada seorang Nabi yang lebih utama dari Yunus bin Mata”. (HR. Bukhari no.3162 dan Muslim no.4376)

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kalian menganggap seorang Nabi lebih baik dari Nabi yang lain. Sesungguhnya manusia akan mati pada hari kiamat, maka aku adalah orang yang pertama kali keluar dari kubur. Namun ternyata Musa sudah memegang salah satu tiang ‘Arsy. Aku tidak tahu, apakah Musa termasuk orang yang mati pada saat tiupan sangakakala, ataukah ia telah dibalas dengan pingsan kali yang pertama (di Gunung Thur)”. (HR. Bukhari no.2235 dan Muslim no. 4378)

Peristiwa di Padang Mahsyar

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari kiamat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً
“Manusia akan dikumpulkan pada hari Kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 5102 dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha).
Demikianlah keadaan manusia tatkala bertemu dengan Allah Ta’ala di Padang Mahsyar dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan. Meskipun demikian, akhirnya mereka diberi pakaian juga. Dan manusia yang pertama kali diberi pakaian adalah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَنْ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيْمُ
“Sesungguhnya orang pertama yang diberi pakaian pada hari Kiamat adalah Nabi Ibrahim.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4371).
Adapun pakaian yang dikenakannya ketika itu adalah pakaian yang dikenakan ketika mati. Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلْمَيِّتُ يُبْعَثُ فِيْ ثِيَابِهِ الَّتِيْ يَمُوْتُ فِيْهَا
“Mayit akan dibangkitkan dengan pakaian yang dikenakannya ketika mati.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shohiih at-Targhib wat-Tarhib, no. 3575)
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, tatkala hendak menguburkan jenazah ibunya, beliau meminta agar jenazah ibunya dikafani dengan pakaian yang baru. Beliau mengatakan, “Perbaguskanlah kafan jenazah kalian, karena sesungguhnya mereka akan dibangkitkan dengan (memakai) pakaian itu.” (Fat-hul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, 11/383).

Bagaimana Manusia Digiring Ke Padang Mahsyar?

Manusia digiring ke Padang Mahsyar dengan berbagai kondisi yang berbeda sesuai dengan amalnya. Ada yang digiring dengan berjalan kaki, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّكُمْ مُلاَقُو اللهِ حُفَاةً عُرَاةً مُشَاةً غُرْلاً
“Sesungguhnya kalian akan menjumpai Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian, berjalan kaki, dan belum dikhitan.” (Hadits shahih. Diriwayat-kan oleh al-Bukhari, no. 6043)
Ada juga yang berkendaraan. Namun tidak sedikit yang diseret di atas wajah-wajah mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّكُمْ تُحْشَرُوْنَ رِجَالاً وَرُكْبَانًا وَتُجَرُّوْنَ عَلَى وُجُوْهِكُمْ
“Sesungguhnya kalian akan dikumpulkan (ke Padang Mahsyar) dalam keadaan berjalan, dan (ada juga yang) berkendaraan, serta (ada juga yang) diseret di atas wajah-wajah kalian.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dan beliau mengatakan, “Hadits hasan.” Hadits ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam Shahiih at-Targhib wat-Tarhib, no. 3582).
Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa ada seseorang berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ يُحْشَرُ الْكَافِرُ عَلَى وَجْهِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: أَلَيْسَ الَّذِي أَمْشَاهُ عَلَى رِجْلَيْهِ فِي الدُّنْيَا قَادِرًا عَلَى أَنْ يُمْشِيَهُ عَلَى وَجْهِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟!
“Wahai Rasulullah, bagaimana bisa orang kafir digiring di atas wajah mereka pada hari Kiamat?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Bukankah Rabb yang membuat seseorang berjalan di atas kedua kakinya di dunia, mampu untuk membuatnya berjalan di atas wajahnya pada hari Kiamat?!” Qatadah mengatakan, “Benar, demi kemuliaan Rabb kami.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6042 dan Muslim, no. 5020).

Ketika Matahari Didekatkan Dengan Jarak Satu Mil

Kaum muslimin yang kami muliakan, ketika manusia dikumpulkan di padang Mahsyar, matahari didekatkan sejauh satu mil dari mereka, sehingga manusia berkeringat, hingga keringat tersebut menenggelamkan mereka sesuai dengan amalan masing-masing ketika di dunia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تُدْنَى الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ حَتَّى تَكُوْنَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيْلٍ، قَالَ سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ : فَوَاللهِ، مَا أَدْرِي مَا يَعْنِي بِالْمِيْلِ أَمَسَافَةَ اْلأَرْضِ أَمْ الْمِيْلَ الَّذِي تُكْتَحَلُ بِهِ الْعَيْنُ، قَالَ : فَيَكُوْنُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى كَعْبَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى حَقْوَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا، وَأَشَارَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ إِلَى فِيْهِ
“Pada hari kiamat, matahari didekatkan jaraknya terhadap makhluk hingga tinggal sejauh satu mil.” –Sulaim bin Amir (perawi hadits ini) berkata: “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan mil. Apakah ukuran jarak perjalanan, atau alat yang dipakai untuk bercelak mata?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sehingga manusia tersiksa dalam keringatnya sesuai dengan kadar amal-amalnya (yakni dosa-dosanya). Di antara mereka ada yang keringatnya sampai kedua mata kakinya. Ada yang sampai kedua lututnya, dan ada yang sampai pinggangnya, serta ada yang tenggelam dalam keringatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan meletakkan tangan ke mulut beliau.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2864)
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Jarak satu mil ini, baik satu mil yang biasa atau mil alat celak, semuanya dekat. Apabila sedemikian rupa panasnya matahari di dunia, padahal jarak antara kita dengannya sangat jauh, maka bagaimana jika matahari tersebut berada satu mil di atas kepala kita?!” (Syarah al-‘Aqidah al-Wasithiyyah, 2/134).
Jika matahari di dunia ini didekatkan ke bumi dengan jarak 1 mil, niscaya bumi akan terbakar. Bagaimana mungkin di akherat kelak matahari didekatkan dengan jarak 1 mil namun makhluk tidak terbakar?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa pada hari Kiamat kelak tatkala manusia dikumpulkan di padang mahsyar, kekuatan mereka tidaklah sama dengan kekuatan mereka ketika hidup di dunia. Akan tetapi mereka lebih kuat dan lebih tahan. Seandainya manusia sekarang ini berdiri selama 50 hari di bawah terik matahari tanpa naungan, tanpa makan, dan tanpa minum, niscaya mereka tidak mungkin mampu melakukannya, bahkan mereka akan binasa. Namun pada hari Kiamat kelak, mereka mampu berdiri selama 50 tahun tanpa makan, tanpa minum, dan tanpa naungan, kecuali beberapa golongan yang dinaungi Allah Ta’ala. Mereka juga mampu menyaksikan kengerian-kengerian yang terjadi. Perhatikanlah keadaan penghuni Neraka yang disiksa (dengan begitu kerasnya), namun mereka tidak binasa karenanya. Allah Ta’ala berfirman:
كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُوْدُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُوْدًا غَيْرَهَا لِيَذُوْقُوا الْعَذَابَ (56)
“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan adzab.” (An-Nisa': 56). (Syarah Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah, 2/135)

Golongan Yang Akan Mendapatkan Naungan ‘Arsy Allah Ta’ala

Pada hari yang sangat panas itu, Allah Ta’ala akan memberikan naungan kepada sebagian hamba pilihan-Nya. Tidak ada naungan pada hari itu kecuali naungan-Nya semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan ‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya semata.
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: اْلإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan ‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya semata.
1.
Imam (pemimpin) yang adil.
2. Pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya.
3. Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid.
4.  Dua orang yang saling mencintai karena Allah, dimana keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah.
5. Dan seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang berkedudukan lagi cantik rupawan, lalu ia mengatakan: “Sungguh aku takut kepada Allah.”
6. Seseorang yang bershodaqoh lalu merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya.
7.   Dan orang yang berdzikir kepada Allah di waktu sunyi, lalu berlinanglah air matanya.” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, II/143 – Fat-h, dan Muslim, no. 1031).
Golongan lain yang mendapatkan naungan Allah Ta’ala adalah orang yang memberi kelonggaran kepada orang yang kesulitan membayar hutang kepadanya atau memutihkan hutang darinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللهُ فِي ظِلِّهِ
“Barangsiapa yang memberi kelonggaran kepada orang yang sedang kesulitan membayar hutang atau memutihkan hutang orang tersebut, niscaya Allah akan menaunginya dalam naungan Arsy-Nya (pada hari Kiamat).” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 3006)

Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah taufiq dan pertolongan-Nya kepada kita untuk menjadi bagian dari golongan yang mulia ini. Amin

Sabtu, 29 November 2014

 Wanita-wanita yang haram dinikah

A. Sebab nasab, ada 7 :

    Ibu sampai keatas
    Anak perempuan kebawah
    Saudara perempuan
    Saudara perempuan dari bapak
    Saudara perempuan dari ibu
    Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan)
    Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan)

B. Sebab sesusu (tunggal suson), ada 7 :

    Ibu yang menyusui
    Anak perempuan dari ibu yang menyusui
    Saudara sesusuan
    Saudara dari bapak (bapak disini adalah suami ibu yang menyusui)
    Saudara perempuan dari ibu yang menyusui
    Anak perempuan dari saudara laki-laki tunggal susu
    Anak perempuan dari saudara perempuan tunggal susu

C. Sebab hubungan mertua, ada 4 :

    Isteri-isteri bapak mertua
    Menantu perempuan
    Ibu mertua
    Anak tiri perempuan dari isteri

D. Sebab lain :

    Saudara perempuan kandung isteri (menghimpun)
    Perempuan yang bersuami atau perempuan yang belum habis masa iddahnya.

Saudara sepenyusuan haram seperti saudara seperanakan

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ عَمْرَةَ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهَا

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ عِنْدَهَا وَإِنَّهَا سَمِعَتْ صَوْتَ رَجُلٍ يَسْتَأْذِنُ فِي بَيْتِ حَفْصَةَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا رَجُلٌ يَسْتَأْذِنُ فِي بَيْتِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرَاهُ فُلَانًا لِعَمِّ حَفْصَةَ مِنْ الرَّضَاعَةِ فَقَالَتْ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ كَانَ فُلَانٌ حَيًّا لِعَمِّهَا مِنْ الرَّضَاعَةِ دَخَلَ عَلَيَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ إِنَّ الرَّضَاعَةَ تُحَرِّمُ مَا تُحَرِّمُ الْوِلَادَةُ

Hadis riwayat Aisyah رضي الله عنها: ia berkata:Bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم suatu hari sedang berada di sisinya lalu Aisyah mendengar seseorang datang meminta izin memasuki rumah Hafshah. Aisyah رضي الله عنها berkata: Lalu aku berkata: Wahai Rasulullah, ada seorang lelaki meminta izin memasuki rumahmu. Rasulullah صلی الله عليه وسلم menjawab: Orang itu adalah si fulan, saudara paman Hafshah sepenyusuan. Maka Aisyah bertanya: Wahai Rasulullah, seandainya si fulan (pamannya sepenyusuan) masih hidup, tentunya ia boleh menemuiku? Rasulullah صلی الله عليه وسلم menjawab: Ya. Karena sesungguhnya penyusuan itu dapat menjadikan mahram seperti seperanakan

Hadits marfu' Nomor: 2615

Hadits Shahih Muslim

Hadits Bukhari 4712

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْأَشْعَثِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا وَعِنْدَهَا رَجُلٌ فَكَأَنَّهُ تَغَيَّرَ وَجْهُهُ كَأَنَّهُ كَرِهَ ذَلِكَ فَقَالَتْ إِنَّهُ أَخِي فَقَالَ انْظُرْنَ مَنْ إِخْوَانُكُنَّ فَإِنَّمَا الرَّضَاعَةُ مِنْ الْمَجَاعَةِ

Lihatlah siapakah saudara-saudara sesusuan kalian, karena susuan itu karena lapar. [HR. Bukhari No.4712].

Mengapa Rasulullah SAW Memiliki Syafaat Besar, dan Bukan Para Nabi Lainnya?

Rasulullah SAW bersabda, “Aku adalah pemimpin anak Adam pada hari kiamat.” Ini adalah sebuah pernyataan  yang menunjukkan kepemimpinannya kepada semua manusia sebagai  bentuk kenikmatan Allah dan kemuliaan yang diberikan-Nya kepadanya, bukan bentuk kesombongan. Allah SWT berfirman:
93:11
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur). (QS. Ad-Duha: 11)
Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda, “Aku adalah pemimpin anak Adam tanpa ada kesombongan, di tanganku bendera pujian tanpa ada kesombongan, Adam dan manusia di bawahnya berada di bawah benderaku tanpa ada kesombongan.”
Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin semua manusia di dunia dan akhirat. Di akhirat, semua manusia mengakui kepemimpin dan keutamaannya, baik manusia yang beriman maupun durhaka, manusia yang bahagia maupun celaka. Sementara itu, di dunia, tidak semua manusia mengakui kepemimpinannya kecuali manusia yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Pemimpin kaum adalah orang yang paling mulia dan murah hati di antara mereka, yang memerhatikan perkara mereka, serta berusaha memberikan kebaikan urusan mereka. Pemimpin kaum adalah orang yang dituju dalam kesedihan dan berbagai bencana serta diharap kebaikannya dalam keadaan-keadaan sulit dan sempit.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW menyatakan posisi kepemimpinannya agar mereka datang kepadanya dalam keadaan-keadaan yang paling menyulitkan,yaitu saat peristiwa bangkitnya kiamat dan prahara-praharanya. Beliau menjelaskan bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkan manusia dari bencana dan kesulitan saat itu kecuali pemimpin mereka. Ketika itu manusia melihat kepemimpinan Rasulullah SAW dan mengakuinya.
Imam Nawawi mengatakan dalam Syariah Shahih Muslim, “Allah memberikan ilham kepada manusia untuk meminta syafaat kepada Adam dan Rasul sesudahnya pada saat dimulainya hisab dan tidak memberikan ilham kepada mereka untuk meminta syafaat kepada Nabi SAW untuk pertama kalinya. Hal ini adalah untuk memperlihatkankeutamaan Nabi SAW. Ada kemungkinan Rasul lainnya mampu memberikan syafaat ini sebelum mereka meminta syafaat kepada Nabi Muhammad SAW. Apabila mereka memintanya dari Rasul-rasul lain selain Muhammad dan para rasul ini tidak mampu memberikan apa yang mereka minta, lalu mereka meminta syafaat dari Muhammad, dan beliau sanggup memberikan syafaat ini maka ini menunjukkan puncak pangkat, kesempurnaan kedekatan, dan kebesaran pemberian petunjuk dan ketenangan.”
An-Nawawi mengatakan, “Hadis ini juga menunjukkan keutamaan Nabi SAW di atas semua makhluk dari para rasul, anak Adam, dan malaikat. Sesungguhnya tidak ada yang mampu memberikan perkara besar ini – syafaat al-uzhma(agung) –selain beliau. Wallahu a’lam.”
Tidak seorang pun dari para rasul yang dapat memberikan syafaat besar karena saat itu dipenuhi dengan murka Allah SWT. Oleh karena itu, setiap rasul mengatakan, “Sesunggguhnya Tuhan pada hari ini murka dengan murka yang belum pernah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu setelahnya.” Maka tidak dapat mensyafaati kecuali kekasih Allah yang paling terkasihi dan paling dekat dengan-Nya, yaitu Muhammad SAW.
Agar seseorang tidak terjatuh dalam keraguan mengenai  apakah para nabi salah atau berdosa padahal mereka adalah maksum, hal tersebut perlu dijelaskan di sini.
Para ulama terdahulu telah memberikan jawaban atas apa yang dinisbatkan kepada para nabi berupa perbuatan dosa, setelah Al-Qur’an dan sunah menunjukkan dengan jelas kemaksuman mereka dari penyelewengan dan perbuatan haram. Setiap ulama terdahulu telah  memberikan jawaban yang di dalamnya terdapat penjelasan kesucian para nabi, kesempurnaa, kemuliaan, dan kebebasan mereka dari perbuatan-perbuatan keji dan buruk.
Jika bukan karena khawatir memperpanjang lebar , kami akan menyebutkan disini pendapat-pendapat mengenai hal itu dengan terperinci. Akan tetapi, disini kita menyebutkan satu pendapat yang masyhur di kalanan para ulama yang disebutkan dalam kitab-kitab ulama salaf dan dijelaskan dalam kitab-kitab ulama khalaf.
Dosa-dosa yang dinisbatkan kepada para nabi yang tersebut di dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi SAW sama sekali bukan seperti dosa-dosa yang dilakukan oleh selain mereka. Akan tetapi, ini adalah bagian bab kaidah yang ditetapkan dalam masyhur di kalangan semua lapisan ulama baik salaf maupun khalaf.
Kaidah ini berbunyi, “Kebaikan bagi al-abrar adalah keburukan bagi al-muqarrabun, mubah bagi orang awam adalah keburukan bagi orang  al-abrar.” Dosa yang dinisbatkan kepada para nabi dalam suatu ayat atau hadis adalah dosa jika dikaitkan dengan posisi mereka yang tinggi dan khusus, walaupun bukan dosa jika dikaitkan dengan selain mereka, bahkan dianggap kebaikan. Wallahu a’lam.
Akhir do’a kami adalah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Tangisan Rasulullah di Padang Mahsyar, Memohon Syafaat Untuk Umatnya

"Tuhanku, Penguasaku, Penghuluku, aku tidak meminta untuk diriku. Sesungguhnya aku meminta untuk umatku dari-Mu”

Pernahkah terbayang olehmu, seorang lelaki mulia, yang hidup di tengah kematian demi kematian orang yang dicintainya. Ia diasingkan kaumnya, terusir dari tanah airnya. Ia dihina, disakiti, tapi tinggi tangannya terangkat memohon “Ya Allah, jika mereka tidak menerima da’wah, jadikanlah anak keturunan mereka kelak orang-orang yang menyembah-Mu”.
Pernahkah terbayang olehmu, seorang lelaki mulia..yang harus menggantungkan batu di perutnya demi menahan lapar. Ia akan makan di lantai layaknya seorang budak, padahal raja-raja dan para kaisar memandang penuh iri pada kekokohan masyarakat dan kesetiaan pengikutnya. Ia, Lelaki Mulia itu, Muhammad Bin Abdullah, Rasulullah SAW.
Pernah suatu ketika Beliau SAW bersabda: “Setiap Nabi memiliki satu do’a yang tidak akan tertolak. Dan aku menyimpannya untuk umatku di padang Mahsyar nanti”. Duhai.. betapa Ia begitu mencintai umatnya, kita. Bahkan saat sedang menahan dahsyatnya sakaratul maut, yang Ia khawatirkan hanya umatnya.
Disebutkan dalam sebuah hadist, dari Abbas Ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang pertama kali dibangkitkan dari kubur di hari kiamat nanti adalah Muhammad SAW”. Jibril akan datang padanya dengan membawa buraq, Israfil datang membawa bendera dan mahkota, Izrail datang dengan membawa pakaian-pakaian syurga.
Israfil bersuara “Wahai Roh yang baik, kembalilah ke tubuh yang baik, maka kubur terbelah dua. Pada seruan yang kedua pula, kubur mulai terbongkar. Pada seruan yang ketiga, ketika Rasulullah SAW berdiri, beliau membuang tanah di atas kepala dan janggutnya. Beliau melihat kanan dan kiri, didapati tiada lagi bangunan. Rasulullah SAW menangis sehingga mengalir air matanya ke pipi.
Beliau SAW bersabda “Kekasihku Jibril, gembirakanlah aku”
Jibril berkata “Lihatlah apa yang ada di hadapanmu”
Rasulullah bersabda “Bukan seperti itu pertanyaanku”
Jibril kembali berkata “Adakah kau tidak melihat bendera kepujian yang terpasang di atasnya”
Rasulullah SAW bersabda “Bukan itu maksud pertanyaanku, aku bertanya kepadamu akan umatku. Dimana perjanjian mereka? Niscaya akan kuatlah pertolongan pada hari ini. Aku akan mensyafa'atkan umatku”
Jibril menyeru “Wahai sekalian makhluk, datanglah kamu semua ketempat perhimpunan yang telah disediakan oleh Allah Ta’ala”. Umat-umat datang dalam keadaan satu-satu kumpulan. Setiap kali Nabi Muhammad SAW berjumpa satu umat, Beliau SAW akan bertanya, “Di mana umatku?”. Jibril berkata "Wahai Muhammad, umatmu adalah umat yang terakhir".
Apabila Nabi Isa As datang, Jibril menyeru “Tempatmu!” maka Nabi Isa dan Jibril menangis.
Nabi Muhammad SAW berkata “Mengapa kamu berdua menangis?”
Jibril berkata “Bagaimana keadaan umatmu, Muhammad?”. Nabi Muhammad kembali bertanya “Di mana Umatku?” Jibril berkata “Mereka semua telah datang, mereka berjalan lambat dan perlahan. Saat mendengar cerita demikian, Nabi Muhammad SAW menangis lalu bertanya “Wahai Jibril, bagaimana keadaan umatku yang berbuat dosa?”, Jibril menjawab “Lihatlah mereka wahai Muhammad SAW”
Nabi Muhammad SAW bertemu umatnya yang berdosa, mereka menangis serta memikul beban di atas belakang mereka sambil menyeru “Wahai Muhammad”. Nabi Muhammad SAW bersabda “Wahai Umatku”, mereka berkumpul di sisinya sambil menangis.
Allah Ta’ala berfirman di dalam keadaan Dia amat mengetahui sesuatu yang tersembunyi, “Di mana umat Muhammad SAW”. Jibril berkata “Mereka adalah sebaik-baik umat”. Allah SWT berfirman “Wahai Jibril, katakanlah pada kekasih-Ku Muhammad SAW bahwa umatnya akan datang ditayangkan di hadapan-Ku”. Jibril kembali dalam keadaan menangis lalu berkata: “Wahai Muhammad, umatmu telah datang untuk ditayangkan kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW berpaling ke arah umatnya lalu berkata “Sesunggguhnya kamu telah dipanggil untuk dihadapkan kepada Allah SWT”
Allah SWT berfirman: “Hari ini, Kami akan membalas setiap jiwa dengan apa yang telah mereka usahakan. Hari ini aku akan memuliakan sesiapa yang mentaati-Ku dan aku akan mengazab sesiapa yang durhaka terhadap-Ku”.
Suara jeritan dan tangisan semakin kuat. Nabi Muhammad SAW menyeru “Tuhanku, Penguasaku, Penghuluku, aku tidak meminta untuk diriku. Sesungguhnya aku meminta untuk umatku dari-Mu”.
Ketika itu juga neraka jahanam berseru “Siapakah yang memberi syafa’at pada umatnya?” neraka pun berseru “Wahai Tuhanku, Penguasaku, Penghuluku. Selamatkanlah Muhammad dan umatnya dari siksa. Selamatkan mereka dari kepanasanku, bara apiku, penyiksaanku dan azabku, sesungguhnya mereka adalah umat yang lemah, mereka tidak akan sabar dengan penyiksaan.
Nabi Muhammad lebih-lebih lagi sedih. Air matanya telah hilang dan kering dari pipinya. Sekali, Rasulullah SAW sujud di hadapan arsy Allah Swt. Dan sekali lagi beliau ruku untuk memberi syafa'at bagi umatnya. Para Nabi melihat keluh kesah dan tangisannya, mereka berkata “Maha Suci Allah, hamba yang paling dimuliakan Allah ini begitu mengambil berat keadaan umatnya.
Fatimah bertanya, “Di mana kelak aku hendak mendapatimu di hari kiamat, wahai ayahku”
Rasulullah menjawab, “Kamu akan menjumpaiku di sebuah telaga, ketika aku sedang memberi minum umatku. Tatkala Nabi Muhammad sedang mencari mimbar Rasulullah untuk mendapat syafa'at pada hari kiamat. Mariam, Aisyah, Khadijah dan Fatimah sedang duduk, ketika Mariam melihat umat Nabi Muhammad, dia berkata “Ini Umat Nabi Muhammad, mereka telah sesat dari Nabi mereka”. Rasulullah mendengar perkataan Mariam, semakin sedih. Nabi Adam berkata kepada Nabi Muhammad SAW “Ini umatmu wahai Muhammad, mereka berkeliling mencarimu untuk meminta syafa'at”.
Nabi Muhammad menjerit dari atas mimbar lalu bersabda “Marilah kepadaku wahai umatku, wahai siapa yang beriman dan tidak melihatku. Aku tidak pernah lari dari kamu melainkan aku senantiasa memohon kepada Allah untukmu”. Umat Nabi Muhammad berkumpul di sisinya.
Ketika di atas sirat, Nabi Muhammad bersabda kepada malaikat Malik: “Wahai Malik, dengan kebenaran Allah Ta’ala ke atasmu, palingkanlah wajahmu dari umatku sehingga mereka dapat melintas. Jika tidak hati mereka akan gemetar apabila melihatmu”. Nabi Muhammad berhenti di atas sirat, setiap kali ia melihat ada umatnya yang bergayut dan hampir terjatuh, Beliau akan menarik tangannya dan membangunkannya kembali, Beliau bersabda “Tuhan, selamatkan mereka”.

Betapa Cintanya Rasulullah SAW pada kita.
Wassalam

Sumber: nastardfabdullah.blogspot.com (dengan beberapa penyesuaian).
- See more at: http://nurulmakrifat.blogspot.com/2013/04/tangisan-rasulullah-di-padang-mahsyar.html#sthash.GXwQu7Bf.dpuf

Syafaat Nabi Muhammad di Akhirat

assalaamu'alaikum..
Bismullah..
Setelah semua mahkluk bernyawa di dunia mati dan hancur binasa, Allah kelak menghidupkan mereka kembali. Maka dengan tiba-tiba mereka pun tegak bangun berdiri. Mereka melihat langit, didapati langit berjalan. Mereka melihat bumi, didapatinya telah bertukar wajah, tidak seperti bumi yang dahulu. Semua makhluk berhimpun, bercampur baur menjadi satu di satu kawasan yang disebut padang Mahsyar, luasnya tak terbatas, berjejal jejal, saling berdesakan, dibanjiri keringat, tanpa pakaian, tanpa busana yang menutupi badan.

Dalam masa bangkit itu, manusia dalam keadaan bermacam-macam rupa. Lantas mereka berkata: ”Aduh celakanya kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (dari kubur kami)? Lalu dikatakan kepada mereka: “Inilah dia yang telah dijanjikan oleh Allah Yang Maha Pemurah dan benarlah berita yang disampaikan oleh Rasul-rasul!” (Yassin, Ayat: 52).

Di sana semua makhluk hidup nafsi nafi. Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, lari dari ibu dan bapaknya, lari dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang bisa melupakan segala galanya. Pada hari itu tak ada yang bisa diharapkan di hadapan pengadilan Allah kecuali sekelumit harapan yang disebut “Syafaat Nabi saw”.
Syafa’at ini adalah do’a yang Rasulallah saw simpan untuk umatnya di hari kiamat nanti. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Nabi saw bersabda, “Setiap Nabi memiliki do’a (mustajab) yang digunakan untuk berdo’a dengannya. Aku ingin menyimpan do’aku tersebut sebagai syafa’at bagi umatku di akhirat nanti.”.
Maka sepatutnya kita sebagai umat Muhammad meyakini wujud syafa’at Nabi saw di hari kebangkitan, disaat manusia dikumpulkan di padang Mahsyar dengan iman dan keyakinan yang kuat, mengetahui apa yang diimani, bukan hanya sekedar angan-angan dan kepercayaan.
Sekarang apa itu Syafa’at?
Kata syafa’at telah disebutkan berulang kali dalam hadits Nabi saw baik yang berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat. Ibnul Atsir mengatakan, ”Yang dimaksud dengan Syafa’at adalah meminta untuk diampuni dosa dan kesalahan di antara mereka.”
Contohnya, manusia banyak berbuat dosa selama hidupnya di dunia. Di hari kiamat mereka tidak bisa terhidar dari hisab atau perhitungan yang harus dipertanggung jawabkan. Mereka berharap agar ada orang yang bisa menolongnya, tapi sia sia belaka. Karena hari itu adalah hari yang sangat dahsyat. Mereka akan menemui musibah dan kesusahan yang tidak mampu untuk dihindarkan oleh seorang pun, hanya ada secerah harapan berupa syafa’at yaitu perantara atau penghubung yang bisa menyelesaikan hajatnya. Di sana mereka meminta pertolongan kepada Allah melalui syafa’at. Akhirnya, orang-orang saat itu mendapatkan ilham untuk meminta syafa’at kepada para Nabi agar bisa menghilangkan musibah dan kesulitan yang menimpah diri mereka saat itu.
Sekarang mari kita ikuti kisah syafa’at Nabi saw yang dikenal dengan Syafa’at al-‘Uzhma dalam hadits yang cukup panjang. Kisah ini terjadi ketika semua makhluk berkumpul di padang masyhar. Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini dari Anas bin Malik ra, sesungguhnya Rasulallah saw bersabda, bahwa pada hari kiamat Allah mengumpulkan seluruh makhluk di satu tempat yang luas. Manusia pada saat itu berada dalam kesusahan dan kesedihan. Mereka tidak kuasa menahan dan memikul beban pada saat itu.
Kemudian mereka mendatangi Nabi Adam as, lalu berkata, “Wahai Adam, berilah syafa’at untuk anak cucumu” Adam as berkata, ”Sesungguhnya aku tidak bisa memberi syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Ibrahim as, sesungguhnya ia adalah kekasih Allah (Khalilullah)”. Kemudian mereka mendatangi Ibrahim as. Lalu ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya aku tidak bisa memberi syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Musa, sesungguhnya Allah telah berbicara langsung kepadanya (Kalimullah)”. Kemudian mereka mendatangi Musa as. Lalu ia berkata, “Aku tidak bisa memberi syafa’at pada kalian hari ini. Pergilah kalian kepada Isa, sesungguhnya ia adalah ruh Allah dan kalimat-Nya”. Kemudian mereka mendatangi Isa as. Lalu ia berkata, “Aku tidak bisa memberi syafa’at untuk kalian pada hari ini. Pergilah kalian kepada Muhammad!”
kemudian mereka mendatangiku. Lalu aku berkata, ”Aku memberi syafaat untuk kalian pada hari ini”. kemudian aku pergi meminta izin kepada Allah. Setelah diizinkan aku berdiri dihadapan-Nya. Kemudian Allah memberi ilham padaku dengan pujian dan sanjungan untuk-Nya yang belum pernah Allah beritahukan kepada seorang pun sebelumku. Kemudian aku tersungkur bersujud dihadapan-Nya. Lalu Dia berfirman, ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah pasti engkau akan didengar, mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”. Lalu aku mengangkat kepalaku. Kemudian aku berkata, ”Ya Allah, Ummati, Ummati (umatku, umatku).”. Maka Dia berfirman, ”Wahai Muhammad, pergilah dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang di hatinya memiliki sebesar biji gabah atau gandum dari keimanan”.
Kemudian aku pergi dan aku lakukan apa yang diperintahkan, lalu aku kembali lagi kepada Allah dan memuji-Nya dengan pujian dan sanjungan untuk-Nya. Kemudian aku bersujud kepada-Nya, lalu dikatakan kepadaku seperti dikatakan semula. Kemudian aku berkata, ”Ya Allah, ummati ummati (ummatku ummatku). Kemudian dikatakan kepadaku, ”Pergilah, dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang di hatinya memiliki sebiji sawi dari keimanan”. Kemudian aku lakukan sebagaimana aku lakukan pertama. Lalu aku kembali lagi kepada Allah dan aku lakukan sebagai mana yang telah aku lakukan semula. Kemudian dikatakan kepadaku ”Angkatlah kepalamu” sebagaimana dikatakan kepadaku pertama kali. Lalu aku katakan ”Ya Allah, ummati ummati (umatku ummatku). Kemudian dikatakan kepadaku ”pergilah dan keluarkanlah umatmu dari neraka siapa yang dihatinya terdapat lebih kecil dari biji sawi dari keimanan”. Kemudian aku pergi dan melakukan apa yang diperintahkan. Lalu aku kembali kepada Allah untuk yang keempat kalinya. Lalu aku memuji-Nya dengan berbagai pujian dan sanjungan untuk-Nya. Kemudian aku bersujud kepada-Nya, lalu dikatakan kepadaku ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, katakanlah pasti engkau akan didengar, mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”. Lalu aku katakan ”Ya Allah, izinkanlah aku agar bisa mengeluarkan umatku dari neraka bagi yang telah mengucapkan La Ilaha Ilallah (tidak ada Tuhan selain Allah). Kemudian Allah berfirman, ”Ya Muhammad, sesungguhnya hal itu bukan bagimu atau hal itu bukan atasmu. Akan tetapi demi Kemulian-Ku, Keluhuran-Ku, Kesombongan-Ku, dan Kebesaran-Ku, Aku pasti akan keluarkan umatmu dari neraka siapa yang telah mengucapkan La Ilaha Illallah”.
Hikmah Dan Atsar
Dari hadits diatas kita bisa menarik beberapa kesimpulan dan hikmah penting diantaranya:
Pertama tidak ada seorang pun yang dapat memberi syafa’at kecuali dengan izin Allah. Contohnya makhluk yang paling mulia dan penutup para Nabi yaitu Rasulallah saw, disaat ingin memberi syafaat kepada umatnya yang sedang mengalami kesulitan di padang mahsyar pada hari kiamat, beliau tersungkur dan bersujud di Arsy di hadapan Allah, beliau memohon kepada-Nya. Beliau tidak lepas dari sujudnya sampai dikatakan pada beliau, “Angkatlah kepalamu. Mintalah pasti engkau akan didengar. Berilah syafa’at pasti akan dikabulkan“.
Kedua betapa mulianya kedudukan Rasulallah saw di sisi Allah, sehingga tidak ada satu nabi pun yang mampu memberi syafa’at kepada manusia di padang Mahsyar kecuali Nabi saw. Itulah bukti nyata kecintaan Allah kepada Nabi saw, cinta yang tidak berkesudahan. Dari kecintaan-Nya kepada beliau, apa yang dipintanya dikabulkan.
Ketiga, hadits di atas bisa pula dijadikan bukti nyata akan kecintaan sejati Nabi saw terhadap umatnya. Cinta sejati beliau terhadap umatnya dibawa sampai ke padang Mahsyar, ketika manusia dalam keadaan sangat gawat. Ketika manusia dimintai pertanggung jawaban atas semua perbuatannya, ketika para nabi menolak dimintai syafa’at (pertolongan) oleh umatnya. di saat itulah Rasulullah saw justru tidak meninggalkan ummatnya. Beliau tersungkur dan bersujud di Arsy di hadapan Allah, beliau memohon kepada-Nya. Allah berkata, ”Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, mintalah pasti engkau akan diberi, berilah syafa’at pasti akan dikabulkan”. Lalu beliau mengangkat kepalanya dan tidak ada yang dikatakan Nabi saw kecuali, ”Ya Allah , umati, umati”.

Ibunya Abi hurairah Ra masuk Islam

“Org yg paling beruntung mendapat syafaat Nabi SAW dihari kiamat"/ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

Abu Hurairah bertanya kepada Rasulullah tentang orang yang paling beruntung mendapatkan syafaat kelak di hari kiamat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

“Orang yang paling beruntung mendapat syafaatku dihari kiamat adalah yang mengucapkan Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan Selain Allah), ikhlas dari hatinya atau dari dirinya”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, shahib As Syafa’ah, shahib al mi’raj, shahib Al Makkah wa Al Madinah, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa : “Orang yang paling beruntung mendapatkan syafaatku kelak di hari kiamat adalah orang yang mengucapkan لا إله إلا الله ikhlas dari dalam hatinya atau dari dirinya”. Dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam Fath Al Baari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa maksud dari hadits ini bukan hanya kalimat لا إله إلا الله saja namun yang dimaksud adalaha لا إله إلا الله محمد رسول الله , namun Rasulullah bersabda dan meringkasnya hanya dengan kalimat لا إله إلا الله saja. Hadits ini menjelaskan juga bahwa semakin kita mendalami dan memahami makna لا إله إلا الله , maka akan semakin cepat kita mendapkan syafaat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena seluruh hakikat ibadah tiadalah berarti tanpa kalimatلا إله إلا الله , yang merupakan permulaan iman dan tidak akan pernah ada akhirnya, ketika ia melakukan ibadah-ibadah yang lainnya seperti shalat, puasa, zakat dan haji kesemua itu hakikatnya adalah dalam keadaan islam dengan berkeyakinanan لاإله إلا الله . Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga memberi syafaat kepada orang non muslim, orang munafik, para pendosa, sebagaimana beliau memberi syafaat kepada para shalihin, sebagaimana Abu Thalib yang sebagian pendapat mengatakan bahwa ia telah wafat dalam keadaan di luar Islam, namun disyafaati oleh nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana riwayat Shahih Al Bukhari dimana Abu Thalib berada di dalam jurang neraka namun Rasulullah memberinya syafaat sehingga dia hanya berada di pinggir neraka, dan insyaallah akan mendapatkan syafaat lagi kelak di hari kiamat, karena disebutkan pula bahwa Abu Thalib wafat dalam keadaan Islam namun tidak mau mengucapkan لاإله إلا الله , bukan karena ia ingkar terhadap kalimat لاإله إلا الله akan tetapi karena ia khawatir jika mengucapakannya maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan semakin dipersulit oleh kuffar quraisy di saat itu, maka Abu Thalib tidak mau mengucapkannya, padahal sudah diperintah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan menolak perintah Rasulullah adalah dosa yang sangat besar karena bisa menyebabkan sampai pada kekufuran, inilah dosa Abu Thalib, namun tetap disyafaati oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan Rasulullah juga mensyafaati para pendosa, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam Fath Al Baari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa diantara mereka para pendosa ada yang telah masuk ke dalam neraka lalu dikeluarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantara mereka ada yang akan masuk neraka namun Rasulullah beri ia syafaat sehingga tidak masuk ke dalam neraka, dan adapula yang telah layak untuk masuk neraka namun dibatalkan karena syafaat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, adapula yang memang tidak masuk neraka namun ia menghadapi hisab yang sangat lama dan sulit kemudian dipermudah oleh Rasulullah dengan syafaatnya, diantara mereka ada yang seharusnya menjalani hisab sebelum masuk ke surga namun diberi syafa’at oleh Rasulullah sehingga tidak perlu dihisab lagi dan langsung memasuki surga, ada juga yang telah masuk ke dalam surga kemudian disyafaati oleh Rasulullah agar dinaikkan ke derajat yang lebih tinggi di surga, beliaulah shahib as syafaah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Diriwayatkan dalam riwayat yang tsiqah ketika malam Isra’ Mi’raj nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berhadapan dengan Allah, dan Allah berfirman kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam : “wahai Muhammad, langit itu milik siapa?”, nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “milik-Mu wahai Allah”, kemudian Allah bertanya lagi : “Bumi milik siapa?”, nabi menjawab : “milik-Mu wahai Allah”, lalu Allah subhanahu wata’ala bertanya lagi : “dan engkau milik siapa wahai Muhammad?” nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “milik-Mu wahai Allah”, kemudian Allah bertanya lagi : “dan Aku milik siapa wahai Muhammad?”, nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menjawab namun beliau hanya menunduk, maka Allah berkata : “Aku adalah milik hamba-hamba-Ku yang bershalawat kepadamu wahai Muhammad”. Sungguh beruntung ummat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang bershalawat kepadanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

( الأحزاب : 56 )

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi, wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. ( QS. Al Ahzaab : 56 )

Oleh karena itu kita gembira karena mejelis shalawat semakin hari semakin banyak dan berkembang, di wilayah Jakarta semakin dahsyat, di luar kota dan di luar negeri pun semakin dahsyat, saat ini di Singapura bergemuruh dengan shalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga Allah menjaga dan menjauhkan kita dari kelompok orang yang selalu membid’ahkan shalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga mereka diberi hidayah oleh Allah subhanahu wata’ala, dan jangan sampai kita terjebak lagi dalam kelompok ini apalagi dipimpin oleh orang-orang dari kelompok ini, wal ‘iyadzubillah, kita tidak mau dipimpin kecuali oleh orang-orang yang memuliakan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Alhamdulillah malam Rabu yang akan datang adalah ulang tahun DKI Jakarta yang ke-484 dan kali ini akan dirayakan dengan maulid nabi dan shalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian dengan dzikir يا الله 1000 x, semoga melimpahkan kemakmuran di Jakarta dan seluruh wilayah di barat dan timur, amin.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Kembali ke hadits tadi, sebagaimana yang dijelaskan juga oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany bahwa disunnahkan untuk mengualng-ulang dan memperbanyak ucapan kalimat لا إله إلا الله , berbeda dengan kelompok yang selalu membid’ahkan orang-orang yang mengucapkan tahlil ( لا إله إلا الله ), padahal telah Allah firmankan atas orang-orang yang menentang Islam bahwa ketika kalimat لا إله إلا الله diucapkan dihadapan mereka maka mereka menyombongkan diri dan menolak ucapan itu. Mereka tidak menghendaki jika kalimat لاإله إلا الله diperbanyak, semoga Allah melimpahkan hidayah kepada mereka, amin. Semoga Jakarta ini menjadi kota orang-orang yang cinta bershalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Hadirin-hadirat, Dalam hadits tadi juga dijelaskan bahwa Abu Hurairah adalah seorang yang sangat berbakti kepada ibunya. Diriwayatkan di dalam Shahih Muslim suatu ketika Abu Hurairah datang kepada Rasulullah dalam keadaan menangis, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya : “wahai Abu Hurairah apa yang membuatmu menangis?”, maka Abu Hurairah berkata : “wahai Rasulullah, aku telah menyuruh ibuku untuk masuk Islam namun ia tidak mau, dan hari ini mengucapkan kalimat yang sangat menyakitkan hatiku karena telah menjelek-jelek kan namamu wahai Rasulullah, maka doakanlah ibuku supaya mendapatkan hidayah dan masuk Islam”, kemudian Rasulullah mengangkat kedua tangannya dan berdoa : “Ya Allah berilah hidayah kepada ibu Abu Hurairah”, lalu Abu Hurairah pulang dan belum sampai di rumahnya ia mendengar suara air, kemudian ibunya berkata : “jangan masuk dulu”, kemudian Abu Hurairah mendapati ibunya telah selesai mandi dan menggunakan pakaian yang tertutup dengan mengenakan jilbab, maka setelah Abu Hurairah masuk ke dalam rumah ia berkata : أشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله , menangislah Abu Hurairah, lalu mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata : “wahai Rasulullah, ibuku telah masuk Islam di tanganku, ketika aku pulang aku dapati ia selesai mandi dan memakai pakaian yang tertutup dan memakai jilbab kemudian mengucap syahadat “, itu karena dari doa sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari sini kita memahami, dan supaya tidak terjebak dalam memahami firman Allah subhanahu wata’ala :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

( الحجرات : 13 )

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu”. (QS. Al Hujurat: 13 )

Orang yang mulia di sisi Allah tergantung pada ketakwaanya, namun bukan hanya itu, karena ada orang yang mulia di sisi Allah namun bukan karena ketakwaannya, tetapi karena doa orang lain, sebagaimana ibu Abu Hurairah yang dulunya adalah seorang kafir dan mencaci maki Rasulullah, namun karena telah didoakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka berubah menjadi mu’minah shalihah, padahal ia mencaci nabi namun didoakan oleh beliau dan dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana kisah antara nabi Musa As dan nabi Khidir As dalam surah Al Kahfi, dimana ketika nabi Khidir As diutus untuk menemui nabi Musa AS dan mengajarinya tentang takdir-takdir Ilahi. Kisah ini sangat panjang namun secara singkat ketika nabi Musa As bertemu dengan nabi Khidir As, nabi Musa As berkata kepada nabi Khidir : “izinkanlah aku ikut bersamamu untuk kau ajari aku tentang ilmu yang egkau ketahui?”, nabi Khidir berkata: “sungguh engkau tidak akan bisa sabar bersama denganku”, nabi Musa AS menjawab: “Insyaallah aku akan bisa bersabar dan tidak akan melanggar perintahmu”, lalu nabi Khidir berkata: “Jika kau ikut bersamaku, maka jangan engkau bertanya tentang sesuatu sampai aku yang mengatakannya kepadamu”. Maka keduanya berjalan hingga menaiki sebuah perahu lalu nabi Khidir membocorkan perahu itu, maka nabi Musa berkata: “mengapa engkau membocori perahu itu untuk menenggelamkan orang-orang di dalamnya, sungguh engkau telah berbuat kesalahan”, maka nabi Khidir berkata : “bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa engkau tidak akan bisa sabar mengikutiku”, maka nabi Musa berkata : “baiklah maafkan aku, sungguh aku telah lupa”, kemudian mereka melanjutkan perjalanan sehingga mereka menemui seorang anak kecil maka dibunuhlah anak kecil itu oleh nabi Khidir, lalu nabi Musa As berkata : “mengapa engkau membunuh anak kecil yang tidak berdosa?”, maka nabi Khidir kembali berkata : “bukankah telah aku katakan padamu, engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku”, maka nabi Musa kembali berkata : “baiklah maafkan aku, jika nanti aku bertanya lagi kepadamu akan sesuatu maka tinggalkanlah aku”, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan dan ketika tiba di sebuah perkampungan, maka penduduk kampung itu tidak mau menerima mereka dan tidak mau menjamu mereka, lalu disana mereka menemukan sebuah dinding rumah yang telah rapuh dan hampir roboh, maka nabi Khidir memperbaiki dan membangun kembali dinding rumah itu, maka nabi Musa berkata : “jika engkau mau, engkau bisa meminta imbalan untuk hal itu”, kemudian nabi Khidir berkata : “inilah akhir pertemuanku denganmu, aku akan menjelaskan kepadamu akan hal-hal yang tidak mampu engkau bersabar atasnya, ketahuilah bahwa perahu yang kubocorkan tadi adalah milik orang miskin yang bekerja di laut, dan aku merusaknya hingga perahu itu tenggelam karena dihadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu, adapun anak muda (kafir) itu kubunuh, karena kedua orang tuanya adalah orang yang beriman dan aku khawatir dia akan memaksa kepada kesesatan dan kekafiran dan Allah akan menggantikannya dengan anak lain yang lebih baik darinya, dan tembok rumah yang kubangun itu adalah milik dua anak yatim di kampung itu, yang dibawahnya ada pendaman harta untuk mereka yang mana ayah mereka adalah orang shalih, maka Allah berkehendak agar anak yatim itu dewasa kemudian mereka mengeluarkan harta itu sebagai rahmat dari Allah”. Maka Allah menjaga harta itu untuk kedua anak yatim itu karena ayah mereka adalah orang yang shalih, dan bukan karena kedua anak yatim itu yang shalih. Jadi hidayah itu bisa dikarenakan ketakwaan kita, bisa juga karena ketakwaan dan doa orang lain, atau doa seorang anak terhadap ayah ibunya, seperti doa Abu Hurairah, atau karena doa orang tua terhadap anaknya, maka kemuliaan itu bisa datang dari mana saja namun tetap dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala. Demikian rahasia kemuliaan di dalam kehidupan kita yang harus kita fikirkan, berhati-hatilah dalam melewati kehidupan ini, janganlah menjauh dari para shalihin apalagi memusuhi dan mengganggu para shalihin, baik mereka yang masih hidup atau pun yang telah wafat. Cintailah para shalihin, baik yang masih hidup atau pun yang telah wafat, khususnya pemimpin para shalihin, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Hati-hati terhadap kelompok yang tidak ingin dan tidak mau memuliakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena hal ini ada perbuatan iblis, dimana salah satu sifat iblis adalah tidak mau memuliakan makhluk yang dimuliakan Allah, tidak mau bersujud kepada nabi Adam, kenapa? karena nabi Adam adalah makhluk yang diciptakan dari tanah, sejak puluhan ribu tahun iblis bersujud kepada Allah, namun tidak mau ketika diperintah untuk bersujud kepada nabi Adam As. Dan kita tidak diperintah untuk bersujud kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, namun kita diperintah oleh Allah untuk memuliakan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka wajib memulikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

( الحجرات : 2 )

“ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu , sedangkan kamu tidak menyadari.” ( QS. Al Hujurat : 2 )

Di masa pemerintahan sayyidina Umar bin Khattab RA, dimana ketika datang dua orang ke Madinah Al Munawwarah dan mereka masuk ke dalam masjid An Nabawy dan mengeraskan suara mereka disana, maka sayyidina Umar yang di saat itu menjadi khalifah bertanya : “kalian datnag dari mana?”, mereka menjawab: “ kami datang dari Najd” maka sayyidina Umar berkata : “jika kalian penduduk Madinah maka akan aku cambuk kalian karena telah mengeraskan suara di dekat jasad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, padahal Rasulullah telah wafat. Al Imam Malik Ar, guru dari Al Imam As Syafi’i Ar, beliau tidak pernah memakai sandal jika berada di Madinah karena memuliakan rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal panas matahari di saat itu sangat menyengat, dan beliau ( Al Imam Malik) jika membaca hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka tidak boleh ada orang yang bersuara, karena jika ada yang bersuara atau mengeraskan suara ketika hadits Rasulullah dibaca maka sama halnya dengan mengeraskan suara di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Alhamdulillah kita di majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di dalam naungan Allah subhanahu wata’ala.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Akhir dari penyampaian saya, sebagian orang ada yang bertanya-tanya dan hal ini perlu diperjelas : “Habib Munzir kok mobilnya ganti-ganti, cakep-cakep terus?!”. Alhamdulillah, namun saya sampaikan bahwa saya tidak mempunyai mobil, dan saya tidak pernah berfikir untuk punya mobil. Saya sampaikan bahwa angsuran mobil Galant sudah lunas, tentunya dengan cara kredit yang islami, insyaallah pertemuan yang akan datang kita akan membahas masalah ini agar tidak terkena riba dalam hal kredit ini. Setelah angsurannya lunas saya jual mobil itu untuk membiayai dakwah Majelis Rasulullah ini, jika ada mobil milik majelis maka boleh-boleh saja dan jika saya wafat maka bukan warisan untuk keluarga saya, dan jika istri saya yang punya mobil maka boleh-boleh saja, namun saya pribadi tidak punya mobil dan tidak pula punya rumah, rumah saya mengontrak, saya tidak mau punya rumah atau harta, cukuplah cinta kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. “Habib kok begitu, tapi kenyataannya kan ada mobil?”, orang lain yang meminjamkan untuk dipakai seminggu atau dua minggu supaya berkah, ada pula yang menyiapkannya dan lainnya, maka janganlah kalian sampai kebingungan dan bertnya-tanya akan hal itu. Saya doakan semoga kalian semua makmur dengan rahmat dan keberkahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memiliki apa-apa namun para sahabat banyak yang kaya raya, diantaranya sayyidina Utsman bin ‘Affan, sayyidina Abdurrahman bin ‘Auf dan yang lainnya banyak dilimpahi keluasan, kemudian digunakan untuk membantu nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan para jama’ah yang sekarang biasa membantu dengan berinfak 500 atau 1000 rupiah, mudah-mudahan satu atau dua tahun kedepan bisa membantu dengan mobil, amin. Mohon maaf hal ini saya sampaikan hanya sekedar penjelasan saja.

Selanjutnya kita berdoa bersama semoga Allah subhanahu wata’ala melimpahkan rahmat dan keberkahan kepada kita, semoga acara-acara yang akan kita adakan sukses, semua niat dan hajat kita dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah subhanahu wata’ala melimphakan kemakmuran untuk aku dan kalian di dunia dan akhirat…

فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ...

Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ... مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ