Kamis, 22 Mei 2014

FADHILAH BASMALLAH

Dinukil dari kitab 'Uqudul Lujain Mbah Nawawi.

اعلم: أن البسملة كثيرةُ البركة، من ذكَرها حصل له المأمولُ، ومن واظب عليها حظى بالقبول،
ketahuilah bahwa sesungguhnya basmalah itu banyak berkahnya, barang siapa menyebutnya maka bisa mendapatkan apa yg di angankan dan barang siapa yg merutinkan membaca basamalah maka akan memperoleh penerimaan.

قيل: إن الكتب المنزلة من السماء إلى الأرض مائة وأربعةٌ: صُحُف شيث ستون، وصحفُ إبراهيم ثلاثون، وصحفُ موسى قبل التوراة عشرةٌ، والتوراةُ، والإنجيلُ، والزبورُ، والفرقانُ. ومعانى كل الكتب مجموعةٌ في القرآن، ومعانى القرآن مجموعةٌ في الفاتحة، ومعانى الفاتحة مجموعةٌ فى البسملة، ومعانى البسملة مجموعة فى بائها.
dikatakan bahwa sesungguhnya kitab kitab yg diturunkan dari langit ke bumi sebanyak 104, perinciannya suhufnya nabi Tsis sebanyak 60, suhufnya Nabi Ibrahim sebanyak 30, suhufnya Nabi Musa sebelum Taurat sebanyak 10, kemudian kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alqur'an.
makna semua kitab kitab tersebut terkumpul di dalam Alqur'an, maknanya alqur'an terkumpul dalam surat alfatekhah, maknanya surat alfatekhah terkumpul dalam basmalah dan makananya basamalah terkumpul dalam huruf ba'nya.

وكان بعضُ العلماء الصالحين أصابه مرضٌ شديدٌ أعجز الأطباءَ، فتفكّر في بعض الأعيان تلك العبارة، فواظب على البسملة من غير عددٍ محصورٍ، فشفاه الله تعالى ببركتها.
dulu sebagian ulama' yg sholeh tertimpa suatu penyakit berat yg tdk bisa disembuhkan oleh para dokter, kemudian ulama' tsb disebagian waktunya memikirkan 'ibarot tersebut , setelah itu sang ulama' merutinkan membaca basmalah dengan tanpa batas hitungan maka Allah ta'ala menyembuhkannya dengan berkahnya basamalah.

{وحكي}:
أن امرأةً كان له زوج منافقٌ، وكانت تقول على كل شيئ من قول أوفعل: "بسم الله"، فقال زوجها: "لأفعلنّ ما أخجلها به"، فدفع إليها صُرّةً، وقال: "احفظيها"، فوضعتْها في محلٍّ وغطتْها، فغافلها وأخذ الصرةَ ورماها في بئرٍ في داره، ثم طلبها منها، فجاءت إلى محلها، وقالت: "بسم الله الرحمن الرحيم"، فأمر الله تعالى جبريلَ عليه السلام أن ينزل سريعا ويُعيد الصُرّةَ إلى مكانها، فوضعت يدها لتأخذها، فوجدتها كما وضعَتْ، فأخذتها وناولتْها إلى زوجها، فتعجّب من ذلك غايةَ التعجّب، وتاب إلى الله تعالى من نفاقه.
dikisahkan
bahwa sesungguhnya seorang perempuan dulu mempunyai seorang suami yg munafiq, perempuan tsb setiap akan berucap atau melakukan sesuatu selalu membaca basmalah terlebih dahulu.
suami berkata kpd dirinya sendiri " aku akan benar2 melakukan sesuatu yg membuatnya malu"
kemudian suaminya menyerahkan kantung uang kpdnya dan berkata : " simpanlah ini ."
kantung tsb oleh si istri diletakkan pada suatu tempat dan menutupinya.
setelah itu kantung tsb diambil oleh suaminya tanpa sepengetahuan istrinya dan dilemparkan kedalam sumur dirumah tsb, suami kemudian meminta kantung itu dari sang istri.
istri mendatangi tempat dia menyimpan kantung tsb dan mengucapkan: " bismillahiroohmaanirrochiim "
kemudian Allah memerintahkan malaikat jibril alaihis salaam utk turun secepatnya dan mengembalikan kantung uang pada tempatnya.
istri mengulurkan tangannya ketempat penyimpanan kantung utk mengambilnya dan diapun menemukan kantung tsb sebagaimana dia meletakkan semula.kemudian kantung itu diserahkan kpd suaminya.
suaminya terheran2 sekali dengan kejadian tsb, kemudian dia bertaubat kpd Allah ta'ala dari kemunafikannya.
wallohu a'lam.
عقود اللجين
محمد بن عمر بن على نووي

Sahabat Abdullah bin Ummi Maktum (Wafat 14 H)

Mengenal Sahabat Abdullah bin Ummi Maktum (Wafat 14 H)
Abdullah bin Umar bin Syuraikh, seorang sahabat asal Quraisy ini termasuk peserta hijrah ke Madinah rombongan pertama. Beliau sampai di Madinah sebelum kedatangan Rasulullah Shalalahu ‘alaihi Wassalam. Beliau meninggal dalamperang Qadisiah membawahi sebuah brigade.
‘Abdullah bin Ummi Maktum, orang mekah suku Quraisy. Dia mempunyai ikatan keluarga dengan Rasululah Shalalahu ‘alaihi Wassalam. Yaitu anak paman Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid Ridhwanullah ‘Alaiha. Bapaknya Qais bin Zaid, dan ibunya ‘Atikah binti ‘Abdullah. Ibunya bergelar “Umi Maktum” karena anaknya ‘Abdullah lahir dalam keadaan buta total.
‘Abdullah bin Ummi Maktum menyaksikan ketika cahaya Islam mulai memancar di Makkah. Allah melapangkan dadanya menerima agama baru itu. Karena itu tidak diragukan lagi dia tidak termasuk kelompok yang pertama-tama masuk Islam. Sebagai muslim kelompok pertama, ‘Abdullah turut menanggung segala macam suka duka kaum muslimin di Makkah ketika itu. Dia turut menderita siksaan kaum Quraisy seperti diderita kawan kawannya seagama, berupa penganiayaan dan berbagai macam tindakan kekerasan lainnya. Tetapi apakah karena tindakan-tindakan kekerasan itu Ibnu ummi Maktum menyerah? Tidak……! Dia tidak pernah mundur dan tidak lemah iman. Bahkan dia semakin teguh berpegang pada ajaran Islam dan Kitabullah. Dia semakin rajin memepelajari syariat Islam dan seringh mendatangi majelis Rasulullah.
Begitu rajin dia mendatangi majelis Rasulullah, menyimak dan menghafal Al-Qur’an, sehingga setiap waktu senggang selalu disinya, dan setiap kesempatan yang baik selalu disebutnya. Bahkan dia sangat rewel. Karena rewelnya, dia beruntung memperoleh apa yang diinginkannya dari Rasulullah, di samping keuntungan bagi yang lain lain juga.
Pada masa permulaan tersebut, Rasulullah sering mengadakan dialog dengan pemimpin-pemimpin Quraisy, mengharapkan semoga mereka masuk Islam. Pada suatu hari beliau bertatap muka dengan ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, ‘Amr bin Hisyam alias Abu Jahl, Umayyah bin Khalaf dan walid bin Mughirah, ayah saifullah Khalid bin walid.
Rasulullah berunding dan bertukar pikiran dengan mereka tentang Islam. Beliau sangat ingin mereka menerima dakwah dan menghentikan penganiayaan terhadap para sahabat beliau.
Sementara beliau berunding dengan sungguh-sungguh, tiba-tiba ‘Abdullah bin Ummi maktum datang mengganggu minta dibacakan kepadanya ayat-ayat Al-Qur’an.
Kata ‘Abdullah, “Ya, Rasulullah! Ajarkanlah kepadaku ayat-ayat yang telah diajarkan Allah kepada Anda!
Rasul yang mulia terlengah memperdulikan permintaan ‘Abdullah. Bahkan beliau agak acuh kepada interupsinya itu. Lalu beliau membelakangi ‘Abdullah dan melanjutkan pembicaraan dengan pemimpin Quraisy tersebut. Mudah-mudahan dengan Islamnya mereka, Islam tambah kuat dan dakwah bertambah lancar.
Selesai berbicara dengan mereka, Rasulullah bermaksud hendak pulang. Tetapi tiba tiba penglihatan beliau gelap dan kepala beliau terasa sakit seperti kena pukul. Kemudian Allah mewahyukan firman-Nya kepada beliau : “Dia ( Muhammad ) bermuka masam dan berpaling, karena seorang buta dating kepadanya, Tahukah kamu, barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau mereka tidak membersihkan diri (beriman). Adapun orang yang dating kepadamu dengan bergegas (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali kali jangan (begitu)! Sesungguhnya ajaran Allah itu suatu peringatan. Maka siapa yanag menghendaki tentulah ia memperhatikannya. (Ajaran ajaran itu) terdapat di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para utusan yang mulia lagi (senantiasa) berbakti.” (QS. 80 : 1 – 16).
Enam belas ayat itulah yang disampaikan Jibril Al-Amin ke dalam hati Rasulullah sehubungan dengan peristiwa ‘Abdullah bin Ummi maktum, yang senantiasa dibaca sejak diturunkan sampai sekarang, dan akan terus dibaca sampai hari kiamat.
Sejak hari itu Rasulullah tidak lupa memberikan tempat yang mulia bagi ‘Abdullah apabila dia datang. Beliau menyilahkan duduk ditempat duduk beliau. Beliau tanyakan keadaannya dan beliau penuhi kebutuhannya. Tidaklah heran kalau beliau memuliakan ‘Abdullah demikian rupa; bukankah tegoran dari langit itu sangat keras!
Tatkala tekanan dan penganiayaan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin semakin berat dan menjadi jadi, Allah Ta’ala mengizinkan kaum muslimin dan Rasul-Nya hijrah. ‘Abdullah bin Ummi maktum bergegas meninggalkan tumpah darahnya untuk menyelamatkan agamanya. Dia bersama sama Mus’ab bin Umar sahabat-sahabat Rasul yang pertama tama tiba di Madinah, setibanya di Yatsrib (Madinah), ‘Abdullah dan Mush’ab segera berdakwah, membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan mengajarkan pengajaran Isalam.
Setelah Rasulullah tiba di Madinah, beliau mengangkat ‘Abdullah bin Ummi Maktum serta Bilal bin rabah menjadi Muadzin Rasulullah. Mereka berdua bertugas meneriakkan kalimah tauhid lima kali sehari semalam, mengajak orang banyak beramal saleh dan mendorong masyarakat merebut kemenangan. Apabila Bilal adzan, maka ‘Abdullah qamat. Dan bila ‘Abdullah adzan, maka Bilal qamat.
Dalam bulan Ramadhan tugas mereka bertambah. Bilal adzan tengah malam membangunkan kaum muslimin untuk sahur, dan ‘Abdullah adzan ketika fajar menyingsing, memberi tahu kaum muslimin waktu imsak sudah masuk, agar menghentikan makam minum dan segala yang membatalkan puasa.
Untuk memuliakan ‘Abdullah bin Ummi maktum, beberapa kali Rasulullah mengangkatnya menjadi Wali Kota Madinah menggantikan beliau, apabila meninggalkan kota. Tujuh belas kali jabatan tersebut dipercayakan beliau kepada ‘Abdullah. Salah satu diantaranya, ketika meninggalkan kota Madinah untuk membebaskan kota Makkah dari kekuasaan kaum musyrikin Quraisy.
Setelah perang Badr, Allah menurunkan ayat-ayat Al-Qur’an, mengangkat derajat kaum muslimin yang pergi berperang fi sabilillah. Allah melebihkan derajat mereka yang pergi berperang atas orang-orang yang tidak pergi berperang, dan mencela orang yang tidak pergi karena ingin bersantai-santai. Ayat-ayat tersebut sangat berkesan di hati ‘Abdullah bin Ummi Maktum. Tetapi baginya sukar mendapatkan kemuliaan tersebut karena dia buta. Lalu dia berkata kepada Rasulullah, “Ya, Rasulullah! Seandainya saya tidak buta, tentu saya pergi berperang.”
Kemudian dia bermohon kepada Allah dengan hati penuh tunduk, semoga Allah menurunkan pula ayat-ayat mengenai orang-orang yang keadaannnya cacat (udzur) seperti dia, tetapi hati mereka ingin sekali hendak turut berperang. Dia senantiasa berdoa dengan segala kerendehan hati. Katanya, “Wahai Allah! Turunkanlah wahyu mengenai orang-orang yang udzur sepertiku!” Tidak berapa lama kemudian Allah memperkenankan doanya.
Zaid bin Tsabit, sekertaris Rasulullah yang bertugasmenuliskan wahyu menceritakan, “Ku duduk di samping Rasulullah. Tiba tiba beliau diam, sedangkan paha beliau terletak di atas pahaku. Aku belum pernah merasakan beban yang paling berat melebihi berat paha Rasulullah ketika itu. Sesudah beban berat yang menekan pahaku hilang," beliau bersabda, “Tulislah, hai Zaid!”
Lalu aku menuliskan, “Tidak sama orang-orang mukmin yang duduk (tidak turut berperang) dengan pejuang-pejuang yang berjihad fi sabilillah…..” (QS. 4 : 95).

Ibnu Ummi berdiri seraya berkata, “Ya Rasulullah! Bagaimana dengan orang-orang yang tidak sanggup pergi berjihad (berperang karena cacat)?”

Selesai pertanyaan ‘Abdullah, Rasulullah berdiam dan paha beliau menekan pahaku, seolah-olah aku menanggung beban berat seperti tadi. Setelah beban berat itu hilang, Rasulullah berkata, “Coba baca kembali yang telah engkau tulis!”

Aku membaca , “Tidak sama orang-orang mukmin yang duduk (tidak turut berperang).” lalu kata beliau. Tulis! “Kecuali bagi orang-orang yang tidak mampu.” Maka turunlah pengecualian yang diharap harapkan Ibnu Ummi Maktum.

Meskipun Allah telah memaafkan Ibnu Ummi Maktum dan orang-orang udzur seperti dia untuk tidak berjihad, namun dia enggan bersantai-santai beserta orang-orang yang tidak turut berperang. Dia tetap membulatkan tekat untuk turut berperang fi sabilillah. Tekad itu timbul dalam dirinya, karena jiwa yang besar tidak dapat dikatakan besar, kecuali bila orang itu memikul pula pekerjaan besar. Maka karena itu dia sangat gandrung untuk turut berperang dan menetapkan sendiri tugasnya di medan perang.

Katanya, “Tempatkan saya antara dua barisan sebagai pembawa bendera. Saya akan memeganya erat-erat untuk kalian. Saya buta, karena itu saya pasti tidak akan lari.” Tahun keempat belas Hijriyah, Khalifah ‘Umar bin Khaththab memutuskan akan memasuki Persia dengan perang yang menentukan, untuk menggulingkan pemerintahan yang zalim, dan menggantinya dengan pemerintahan Islam yang demokratis dan bertauhid. ‘Umar memerintahkan kepada segenap Gubernur dan pembesar dalam pemerintahannya, "Jangan ada seorang jua pun yang ketinggalan dari orang orang bersenjata, orang yang mempunyai kuda, atau yang berani, atau yang berpikiran tajam, melainkan hadapkan semuanya kepada saya sesegera mungkin!”

Maka berkumpulah di Madinah kaum Muslimin dari segala penjuru, memenuhi panggilan Khalifah ‘Umar. Di antara mereka itu terdapat seorang prajurit buta, ‘Abdullah bin Ummi maktum. Khalifah ‘Umar mengangkat Sa’ad bin Abi Waqash menjadi panglima pasukan yang besar itu. Kemudian Khalifah memberikan intruksi-intruksi dan pengarahan kepada Sa’ad.

Setelah pasukan besar itu sampai di Qadisiyah. ‘Abdullah bin Ummi maktum memakai baju besi dan perlengkapan yang sempurna. Dia tampil sebagai pembawa bendera kaum muslimin dan berjanji akan senantiasa mengibarkannya atau mati di samping bendera itu.

Pada hari ke tiga perang Qadisiyah, perang berkecamuk dengan hebat, yang belum pernah disaksikan sebelumnya. Kaum muslimin berhasil memenangkan perang tersebut dengan kemenangan paling besar yang belum pernah direbutnya. Maka pndahlah kekuasaan kerajaan Persia yang besar ke tangan kaum muslimin. Dan runtuhlah mahligai yang termegah, dan berkibarlah bendera tauhid di bumi penyembah berhala itu.

Kemenangan yang meyakinkan itu dibayar dengan darah dan jiwa ratusan syuhada. Diantara mereka yang syahid itu terdapat ‘ Abdullah bin Ummi Maktum yang buta. Dia ditemukan terkapar di medan tempur berlumuran darah syahidnya, sambil memeluk bendera kaum muslimin.

Rabu, 21 Mei 2014

Kisah Tiga Orang (Kudisan, Botak, Buta) dan harta kekayaan

Kisah Tiga Orang (Kudisan, Botak, Buta) dan harta kekayaan
حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوْخَ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي عَمْرَةَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:
إِنَّ ثَلاَثَةً فِي بَنِي إِسْرَائِيْلَ أَبْرَصَ وَأَقْرَعَ وَأَعْمَى فَأَرَادَ اللهُ أَنْ يَبْتَلِيَهُمْ فَبَعَثَ إِلَيْهِمْ مَلَكًا فَأَتَى اْلأَبْرَصَ فَقَالَ أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ لَوْنٌ حَسَنٌ وَجِلْدٌ حَسَنٌ وَيَذْهَبُ عَنِّي الَّذِي قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ قَالَ فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ قَذَرُهُ وَأُعْطِيَ لَوْنًا حَسَنًا وَجِلْدًا حَسَنًا قَالَ فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ اْلإِبِلُ أَوْ قَالَ الْبَقَرُ شَكَّ إِسْحَقُ إِلاَّ أَنَّ اْلأَبْرَصَ أَوِ اْلأَقْرَعَ قَالَ أَحَدُهُمَا اْلإِبِلُ وَقَالَ اْلآخَرُ الْبَقَرُ قَالَ فَأُعْطِيَ نَاقَةً عُشَرَاءَ فَقَالَ بَارَكَ اللهُ لَكَ فِيْهَا قَالَ فَأَتَى اْلأَقْرَعَ فَقَالَ أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ شَعَرٌ حَسَنٌ وَيَذْهَبُ عَنِّي هَذَا الَّذِي قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ قَالَ فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ وَأُعْطِيَ شَعَرًا حَسَنًا قَالَ فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ الْبَقَرُ فَأُعْطِيَ بَقَرَةً حَامِلاً فَقَالَ بَارَكَ اللهُ لَكَ فِيْهَا قَالَ فَأَتَى اْلأَعْمَى فَقَالَ أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ أَنْ يَرُدَّ اللهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَأُبْصِرَ بِهِ النَّاسَ قَالَ فَمَسَحَهُ فَرَدَّ اللهُ إِلَيْهِ بَصَرَهُ قَالَ فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ الْغَنَمُ فَأُعْطِيَ شَاةً وَالِدًا فَأُنْتِجَ هَذَانِ وَوَلَّدَ هَذَا قَالَ فَكَانَ لِهَذَا وَادٍ مِنَ اْلإِبِلِ وَلِهَذَا وَادٍ مِنَ الْبَقَرِ وَلِهَذَا وَادٍ مِنَ الْغَنَمِ قَالَ ثُمَّ إِنَّهُ أَتَى اْلأَبْرَصَ فِي صُوْرَتِهِ وَهَيْئَتِهِ فَقَالَ رَجُلٌ مِسْكِيْنٌ قَدْ اِنْقَطَعَتْ بِيَ الْحِبَالُ فِي سَفَرِي فَلاَ بَلَاغَ لِي الْيَوْمَ إِلاَّ بِاللهِ ثُمَّ بِكَ أَسْأَلُكَ بِالَّذِي أَعْطَاكَ اللَّوْنَ الْحَسَنَ وَالْجِلْدَ الْحَسَنَ وَالْمَالَ بَعِيْرًا أَتَبَلَّغُ عَلَيْهِ فِي سَفَرِي فَقَالَ الْحُقُوْقُ كَثِيْرَةٌ فَقَالَ لَهُ كَأَنِّي أَعْرِفُكَ أَلَمْ تَكُنْ أَبْرَصَ يَقْذَرُكَ النَّاسُ فَقِيْرًا فَأَعْطَاكَ اللهُ فَقَالَ إِنَّمَا وَرِثْتُ هَذَا الْمَالَ كَابِرًا عَنْ كَابِرٍ فَقَالَ إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللهُ إِلَى مَا كُنْتَ قَالَ وَأَتَى اْلأَقْرَعَ فِي صُوْرَتِهِ فَقَالَ لَهُ مِثْلَ مَا قَالَ لِهَذَا وَرَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَ مَا رَدَّ عَلَى هَذَا فَقَالَ إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللهُ إِلَى مَا كُنْتَ قَالَ وَأَتَى اْلأَعْمَى فِي صُوْرَتِهِ وَهَيْئَتِهِ فَقَالَ رَجُلٌ مِسْكِيْنٌ وَابْنُ سَبِيْلٍ اِنْقَطَعَتْ بِيَ الْحِبَالُ فِي سَفَرِي فَلاَ بَلاَغَ لِي الْيَوْمَ إِلاَّ بِاللهِ ثُمَّ بِكَ أَسْأَلُكَ بِالَّذِي رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ شَاةً أَتَبَلَّغُ بِهَا فِي سَفَرِي فَقَالَ قَدْ كُنْتُ أَعْمَى فَرَدَّ اللهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَخُذْ مَا شِئْتَ وَدَعْ مَا شِئْتَ فَوَاللهِ لاَ أَجْهَدُكَ الْيَوْمَ شَيْئًا أَخَذْتَهُ ِللهِ فَقَالَ أَمْسِكْ مَالَكَ فَإِنَّمَا اُبْتُلِيتُمْ فَقَدْ رُضِيَ عَنْكَ وَسُخِطَ عَلَى صَاحِبَيْكَ
10 – (2964)
Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh telah menceritakan kepada kami Hammam telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Abu Amrah bahwa Abu Hurairah Radhiyalluhu’anhu telah menceritakan kepadanya : bahwasanya ia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
Sesungguhnya ada tiga orang dari bani israil ada yang kudisan, botak dan buta. Kemudian Allah ingin menguji mereka semua, lalu Dia mengutus malaikat datang menemui mereka. Lantas ia datang menemui orang yang mengidap penyakit kudisan seraya berkata: Apa yang paling kamu sukai?  Ia menjawab: Warna kulit yang bagus, kulit yang mulus, serta hilang penyakit kudisku yang menjijikkan orang ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: Lalu ia mengusap orang tersebut, maka sembuhlah penyakit kudisnya, dan diberikan kepadanya warna kulit yang bagus dan kulit yang mulus. Kemudian dia berkata: Harta apa yang paling kamu senangi?  Ia menjawab: Onta atau sapi. Ishaq (perawi) ragu, akan tetapi yang jelas salah seorang diantara orang yang berpenyakit kudisan dan yang botak kepalanya itu mengatakan: Onta,  dan yang lain mengatakan: Sapi. Lalu ia memberikannya seekor onta yang sedang hamil tua seraya berkata: Semoga Allah memberkahimu dalam onta itu. Selanjutnya ia mendatangi orang botak kepalanya seraya bertanya kepadanya: Apa yang paling kamu sukai?  Ia menjawab: Rambut yang bagus dan sembuhnya penyakit yang membuatku dihina orang. Lalu ia pun mengusap kepala orang tersebut dan sembuhlah penyakitnya serta memberinya rambut yang bagus. Ia bertanya: Harta apa yang paling kamu inginkan?  Ia menjawab: Sapi. Lalu diberikanlah kepadanya seekor sapi yang sedang hamil lantas ia berkata: Semoga Allah memberkahimu dalam sapi itu. Selanjutnya ia mendatangi orang yang buta matanya seraya berkata: Apa yang paling kamu senangi?  Ia menjawab: Jika Allah mengembalikan penglihatanku hingga dengannya aku dapat melihat manusia. Lalu ia pun mengusap mata orang itu dan Allah memulihkan penglihatannya. Ia bertanya: Harta apa yang paling kamu inginkan?  Ia menjawab: Kambing. Maka diberikanlah seekor kambing yang hendak beranak kepadanya, lalu tidak berapa lama kambing itupun melahirkan anaknya. Sampai akhirnya orang ini mempunyai lembah yang penuh dengan onta, yang ini mempunyai lembah yang penuh dengan sapi, dan yang itu mempunyai lembah yang penuh dengan kambing. Kemudian ia mendatangi orang yang (tadinya) kudisan untuk kedua kalinya dalam bentuk semula, lantas berkata: Aku adalah seorang lelaki miskin yang sedang berada dalam perjalanan dan tidak mempunyai pekerjaan sehingga aku tidak mempunyai penghidupan kecuali dari Allah kemudian dari pemberianmu. Dengan nama Dzat yang telah memberimu warna kulit yang bagus, kulit yang mulus, serta memberimu harta berupa onta, aku memintamu untuk memberiku suatu pemberian agar aku dapat melanjutkan perjalananku. Ia pun menjawab: Hak-hak itu sangat banyak. Lalu ia berkata: Sepertinya aku mengenalmu, bukankah dulu kamu adalah seorang yang mengidap penyakit kudis yang mana para manusia selalu mengejekmu, dan kamu adalah seorang yang fakir lalu Allah memberikan (nikmatNya) kepadamu?  Ia menjawab: Sesungguhnya aku mewarisi harta ini dari nenek moyangku yang kaya. Iapun berkata: Jika kamu berdusta dalam ucapanmu itu, maka semoga saja Allah menjadikanmu seperti sediakala. Selanjutnya ia mendatangi si botak dalam bentuk aslinya, lalu ia berkata kepadanya sebagaimana yang dikatakannya kepada orang pertama dan iapun menolaknya sebagaimana orang pertama menolaknya. Lalu ia berkata: Jika kamu berdusta dalam ucapanmu, maka semoga saja Allah akan menjadikanmu seperti sediakala. Kemudian ia mendatangi orang (yang tadinya) buta matanya dalam bentuk aslinya seraya berkata: Aku adalah seorang lelaki miskin yang sedang berada dalam perjalanan, dalam perjalananku ini aku tidak mempunyai pekerjaan sehingga aku tidak mempunyai sumber penghidupan kecuali dari Allah kemudian dari pemberianmu. Demi Dzat yang telah mengembalikan penglihatanmu dan memberimu sejumlah kambing, kumohon berikanlah sesuatu kepadaku sehingga aku dapat melanjutkan perjalananku lagi. Ia berkata: Dulu mataku buta lalu Allah menyembuhkannya, maka ambillah (hartaku) sesuka hatimu dan tinggalkanlah apa yang tidak kau sukai. Sungguh Demi Allah, harta yang kau ambil tidak akan membuatku bersedih. Maka ia berkata: Peliharalah hartamu karena sesungguhnya kalian sedang diuji. Kamu telah diridhai dan kedua temanmu telah dimurkai.
(Shahih Muslim 2964-10)

Terkait :

Larangan mengikuti ayat-ayat mutasyabih dan larangan berselisih mengenai Alquran

Tiga macam harta manusia
Orang yang mengajak kepada kebaikan, akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya
Pada akhir zaman kelak ilmu akan diangkat dan diambil, lalu timbul kebodohan dan berbagai fitnah
Langkah kaki menuju shalat menghapus kesalahan dan meninggikan derajat
 
Sunnah ber-Dzikir setelah shalat
Nabi SAW , Orang yang paling menjauhi dosa dan tidak pernah memukul





 

Dua salam sebagai penutup shalat

Dua salam sebagai penutup shalat
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيْدٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنِ الْحَكَمِ وَمَنْصُوْرٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ:
أَنَّ أَمِيْرًا كَانَ بِمَكَّةَ يُسَلِّمُ تَسْلِيمَتَيْنِ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ أَنَّى عَلِقَهَا قَالَ الْحَكَمُ فِي حَدِيْثِهِ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَفْعَلُهُ
117 – (581)
Telah menceritakan kepada kami Zuhair binHarbin telah menceritakan kepada kamiYahya bin Said dari Syu’bah dari Al Hakam dan Manshur dari Mujahid dari Abu Ma’mar:
Seorang penguasa di Makkah pernah mengucapkan salam dua kali, lalu Abdullah bertanya, Darimana ia mendapatkan hal itu? Al Hakam berkata dalam hadisnya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melakukannya.
(Shahih Muslim 581-117)
وَحَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيْدٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنِ الْحَكَمِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ شُعْبَةُ رَفَعَهُ مَرَّةً أَنَّ أَمِيْرًا أَوْ رَجُلاً سَلَّمَ تَسْلِيمَتَيْنِ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ أَنَّى عَلِقَهَا
118 – (581)
Dan telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Hanbal telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari Syu’bah dari Al Hakam dari Mujahid dari Abu Ma’mar  dari Abdullah , Syu’bah mengatakan: Sesekali ia memarfukkannya, seorang penguasa atau seorang laki-laki pernah mengucapkan salam dua kali, lantas Abdullah berujar: Darimanakah ia mendapatkan hal itu?
(Shahih Muslim 581-118)
وَحَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ أَخْبَرَنَا أَبُوْ عَامِرٍ اَلْعَقَدِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ إِسْمَعِيْلَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ:
كُنْتُ أَرَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِيْنِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ حَتَّى أَرَى بَيَاضَ خَدِّهِ
119 – (582)
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Amir Al ‘Aqadi telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ja’far dari Isma’il bin Muhammad dari ‘Amir bin Sa’din dari Ayahnya dia berkata:
Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi salam ke arah kanan dan kiri hingga aku melihat putihnya pipi beliau.
(Shahih Muslim 581-119)

Terkait :

 « »

Allah menyukai hamba yang bertakwa, berkecukupan dan menyendiri

Allah menyukai hamba yang bertakwa, berkecukupan dan menyendiri
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ وَعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْعَظِيْمِ وَاللَّفْظُ  ِلإِسْحَقَ قَالَ عَبَّاسٌ حَدَّثَنَا وَ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا أَبُوْ بَكْرٍ اَلْحَنَفِيُّ حَدَّثَنَا بُكَيْرُ بْنُ مِسْمَارٍ حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ سَعْدٍ قَالَ:
كَانَ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ فِي إِبِلِهِ فَجَاءَهُ اِبْنُهُ عُمَرُ فَلَمَّا رَآهُ سَعْدٌ قَالَ أَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شَرِّ هَذَا الرَّاكِبِ فَنَزَلَ فَقَالَ لَهُ أَنَزَلْتَ فِي إِبِلِكَ وَغَنَمِكَ وَتَرَكْتَ النَّاسَ يَتَنَازَعُونَ الْمُلْكَ بَيْنَهُمْ فَضَرَبَ سَعْدٌ فِي صَدْرِهِ فَقَالَ اُسْكُتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ
11 – (2965)
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan Abbas bin Abdulazhim , teks hadits adalah milik Ishaq, berkata Abbas telah menceritakan kepada kami, sementara Ishaq berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakar Al Hanafi telah menceritakan kepada kami Bukair bin Mismar telah menceritakan kepadaku Amir bin Sa’ad, ia berkata:
Sa’ad bin Abi Waqqash tengah mengurus untanya lalu anaknya yang bernama Umar mendatanginya, ketika Sa’ad melihatnya, Umar berkata: Aku berlindung kepada Allah dari keburukan pengendara ini. ia turun lalu berkata pada Sa’ad : Apa kau mengurus unta dan kambingmu sementara kau membiarkan orang-orang saling memperebuatkan kekuasaan diantara mereka? Saad memukul dadanya lalu berkata: Diam, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang bertakwa, berkecukupan dan menyendiri.
(Shahih Muslim 2965-11)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَبِيْبٍ اَلْحَارِثِيُّ حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ قَالَ سَمِعْتُ إِسْمَعِيْلَ عَنْ قَيْسٍ عَنْ سَعْدٍ ح وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَابْنُ بِشْرٍ قَالاَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيْلُ عَنْ قَيْسٍ قَالَ سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ يَقُوْلُ:
وَاللهِ إِنِّي  َلأَوَّلُ رَجُلٍ مِنَ الْعَرَبِ رَمَى بِسَهْمٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَلَقَدْ كُنَّا نَغْزُوْ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَنَا طَعَامٌ نَأْكُلُهُ إِلاَّ وَرَقُ الْحُبْلَةِ وَهَذَا السَّمُرُ حَتَّى إِنَّ أَحَدَنَا لَيَضَعُ كَمَا تَضَعُ الشَّاةُ ثُمَّ أَصْبَحَتْ بَنُوْ أَسَدٍ تُعَزِّرُنِي عَلَى الدِّيْنِ لَقَدْ خِبْتُ إِذًا وَضَلَّ عَمَلِي وَلَمْ يَقُلْ اِبْنُ نُمَيْرٍ إِذًا
12 – (2966)
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Habib Al Haritsi telah menceritakan kepada kami Al Mu’tamir, ia berkata: Aku mendengar Isma’il dari Qais dari Sa’ad. telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair telah menceritakan kepada kami ayahku dan Ibnu Bisyir keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Isma’il dari Qais, ia berkata:
Aku mendengar Sa’ad bin Abi Waqqash berkata: Sesungguhnya aku adalah orang pertama yang menumpahkan darah di jalan Allah, aku adalah orang pertama dari arab yang melesakkan panah di jalan Allah, aku berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, kami hanya makan dedaunan pohon dan pohon anggur hingga salah seorang diantara kami merebah seperti kambing, setelah itu Bani Asad membelaku dalam agama, kalau begitu rugilah aku dan sesatlah amalku. Ibnu Numair tidak mengatakan dalam haditsnya kata: Kalau begitu.
(Shahih Muslim 2966-12)
وَ حَدَّثَنَاه يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا وَكِيعٌ عَنْ إِسْمَعِيْلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ بِهَذَا اْلإِسْنَادِ وَقَالَ حَتَّى إِنْ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ كَمَا تَضَعُ الْعَنْزُ مَا يَخْلِطُهُ بِشَيْءٍ
13 – (2966)
Telah menceritakannya kepada kami Yahya bin Yahya telah mengkhabarkan kepada kami Waki’ dari Isma’il bin Abu Khalid dengan sanad ini, ia berkata: Hingga salah seorang dari kami merebah seperti kambing betina. Ia tidak mencampurnya dengan apa pun.
(Shahih Muslim 2966-13)

Larangan membuka aib sendiri

Larangan membuka aib sendiri
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالَ عَبْدٌ حَدَّثَنِي وَقَالَ اْلآخَرَانِ حَدَّثَنَا يَعْقُوْبُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ حَدَّثَنَا اِبْنُ أَخِي اِبْنِ شِهَابٍ عَنْ عَمِّهِ قَالَ قَالَ سَالِمٌ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافَاةٌ إِلاَّ الْمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ اْلإِجْهَارِ أَنْ يَعْمَلَ الْعَبْدُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحُ قَدْ سَتَرَهُ رَبُّهُ فَيَقُوْلُ يَا فُلاَنُ قَدْ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ فَيَبِيْتُ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ قَالَ زُهَيْرٌ وَإِنَّ مِنَ الْهِجَارِ
52 – (2990)
Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb, Muhammad bin Hatim dan Abdu bin Humaid, Abdu berkata : telah menceritakan kepadaku, sedang yang lain berkata: telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami anak saudaraku Ibnu Syihab dari pamannya, ia berkata: Salim berkata: Saya mendengar Abu Hurairah Radhiyallaahu’anhu , ia berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Semua umatku akan ditutupi segala kesalahannya kecuali orang-orang yang berbuat maksiat dengan terang-terangan. Masuk dalam kategori berbuat maksiat terang-terangan adalah bila seorang berbuat dosa di malam hari kemudian Allah telah menutupi dosanya, lalu dia berkata (kepada temannya): Hai Fulan! Tadi malam aku telah berbuat ini dan itu. Allah telah menutupi dosanya ketika di malam hari sehingga ia bermalam dalam keadaan ditutupi dosanya, kemudian di pagi hari ia sendiri menyingkap tirai penutup Allah dari dirinya.
Zuhair berkata dan sesungguhnya termasuk dari Hijar (menampak-nampakkan dosa).
(Shahih Muslim 2990-52)

tikus jelmaan

Tentang tikus jelmaan
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى الْعَنَزِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الرُّزِّيُّ جَمِيْعًا عَنِ الثَّقَفِيِّ وَاللَّفْظُ ِلابْنِ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيْرِيْنَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
فُقِدَتْ أُمَّةٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيْلَ لاَ يُدْرَى مَا فَعَلَتْ وَلاَ أُرَاهَا إِلاَّ الْفَأْرَ أَلاَ تَرَوْنَهَا إِذَا وُضِعَ لَهَا أَلْبَانُ اْلإِبِلِ لَمْ تَشْرَبْهُ وَإِذَا وُضِعَ لَهَا أَلْبَانُ الشَّاءِ شَرِبَتْهُ قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ فَحَدَّثْتُ هَذَا الْحَدِيْثَ كَعْبًا فَقَالَ آنْتَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ ذَلِكَ مِرَارًا قُلْتُ أَأَقْرَأُ التَّوْرَاةَ وَ قَالَ إِسْحَقُ فِي رِوَايَتِهِ لاَ نَدْرِي مَا فَعَلَتْ
61 – (2997)
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim, Muhammad bin Al Mutsanna Al Anazi dan Muhammad bin Abdullah Ar Razi semuanya dari Ats Tsaqafi, teks milik ibnu Al Mutsanna, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab telah menceritakan kepada kami Khalid dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: Satu kaum dari Bani Israel telah hilang-lenyap tanpa diketahui sebab apa yang telah dikerjakan dan tidak terlihat, kecuali (dalam bentuk) tikus. Tidakkah kamu lihat, jika (tikus tiu) diberi susu unta, ia tidak meminumnya, tetapi jika diberi susu kambing ia meminumnya? Abu Hurairah berkata: Lalu aku ceritakan hadits ini kepada Ka’ab, ia bertanya: Kau mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam? Ia menanyakannya berkali-kali. Aku berkata: Apa aku membaca Taurat? Ishaq berkata dalam riwayatnya: Kami tidak mengetahui apa yang mereka kerjakan.
(Shahih Muslim 2997-61)
وَحَدَّثَنِي أَبُوْ كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ حَدَّثَنَا أَبُوْ أُسَامَةَ عَنْ هِشَامٍ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ الْفَأْرَةُ مَسْخٌ وَآيَةُ ذَلِكَ أَنَّهُ يُوْضَعُ بَيْنَ يَدَيْهَا لَبَنُ الْغَنَمِ فَتَشْرَبُهُ وَيُوضَعُ بَيْنَ يَدَيْهَا لَبَنُ اْلإِبِلِ فَلاَ تَذُوْقُهُ فَقَالَ لَهُ كَعْبٌ أَسَمِعْتَ هَذَا مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَفَأُنْزِلَتْ عَلَيَّ التَّوْرَاةُ
62 – (2997)
Telah menceritakan kepadaku Abu Kuraib Muhammad bin Al Ala` telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Hisyam dari Muhammad dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu , ia berkata:
Tikus adalah perubahan wujud, tanda-tandanya adalah bila susu kambing diletakkan di depannya, ia meminumnya dan bila susu unta diletakkan dihadapannya, ia tidak mengecapnya. Lalu Ka’ab bertanya padanya: Apa kau mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam? Abu Hurairah balik bertanya: Apakah Taurat diturunkan padaku?
(Shahih Muslim 2997-62)

Mendahulukan yang lebih tua

Mendahulukan pada yang lebih tua
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ اَلْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنِي أَبِي حَدَّثَنَا صَخْرٌ يَعْنِي اِبْنَ جُوَيْرِيَةَ عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
أَرَانِي فِي الْمَنَامِ أَتَسَوَّكُ بِسِوَاكٍ فَجَذَبَنِي رَجُلاَنِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنَ اْلآخَرِ فَنَاوَلْتُ السِّوَاكَ اْلأَصْغَرَ مِنْهُمَا فَقِيْلَ لِي كَبِّرْ فَدَفَعْتُهُ إِلَى اْلأَكْبَرِ
70 – (3003)
Telah menceritakan kepada kami Nashar bin Ali Al Jahdhami telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami Shakhar bin Juwairiyah dari Nafi’ bahwa Abdullah bin Umar telah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Aku bermimpi bersiwak lalu dua orang menghelaku, salah satunya lebih tua dari yang lain, lalu aku memberikan siwak pada yang lebih muda dari keduanya, kemudian dikatakan padaku: (Berikan pada) yang lebih tua. Lalu aku menyerahkannya pada yang lebih tua.
(Shahih Muslim 3003-70)

Keutamaan orang yang ditinggal mati anaknya kemudian ia bersabar

Keutamaan orang yang ditinggal mati anaknya kemudian ia bersabar

حدثنا قتيبة بن سعيد. حدثنا عبدالعزيز (يعني ابن محمد) عن سهيل، عن أبيه، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِنِسْوَةٍ مِنَ اْلأَنْصَارِ “لاَ يَمُوْتُ ِلإِحْدَاكُنَّ ثَلاَثَةٌ مِنَ الْوَلَدِ فَتَحْتَسِبُهُ، إِلاَّ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ”. فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ: أَوِ اثْنَيْنِ؟ يَا رَسُوْلَ اللهِ! قَالَ “أَوِ اثْنَيْنِ”.
151 – (2632)
Hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu:
Bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda kepada perempuan-perempuan dari kaum Anshar: “Seorang kamu yang kematian tiga orang anak dan dia menerima dengan sabar, niscaya dia akan masuk surga.” Seorang perempuan di antara mereka mengatakan: Atau dua orang ya Rasulullah! Beliau menjawab: Atau dua orang.
(Hadits Shahih Muslim : 2632-151)
حدثنا أبو كامل الجحدري، فضيل بن حسين. حدثنا أبو عوانة عن عبدالرحمن بن الأصبهاني، عن أبي صالح، ذكوان، عَنْ أَبِي سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ قَالَ:
جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! ذَهَبَ الرِّجَالُ بِحَدِيْثِكَ. فَاجْعَلْ لَنَا مِنْ نَفْسِكَ يَوْمًا نَأْتِيْكَ فِيْهِ. تُعَلِّمْناَ مِمَّا عَلَّمَكَ اللهُ. قَالَ “اِجْتَمِعْنَ يَوْمَ كَذَا وَكَذَا”. فَاجْتَمَعْنَ. فَأَتَاهُنَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَعَلَّمَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَهُ اللهُ. ثُمَّ قَالَ “مَا مِنْكُنَّ مِنِ امْرَأَةٍ تُقَدِّمُ بَيْنَ يَدَيْهَا، مِنْ وَلَدِهَا، ثَلاَثَةً، إِلاَّ كَانُوْا لَهَا حِجَابًا مِنَ النَّارِ” فَقَالَتِ امْرَأَةٌ: وَاثْنَيْنِ. وَاثْنَيْنِ. وَاثْنَيْنِ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم “وَاثْنَيْنِ. وَاثْنَيْنِ. وَاثْنَيْنِ”.
152 – (2633)
Hadits riwayat Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
Seorang wanita datang menemui Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan berkata: Wahai Rasulullah! Kaum lelaki dapat pergi mendengarkan haditsmu, maka berikanlah kami satu hari dari waktumu agar kami mendatangimu untuk engkau ajarkan kepada kami dari ilmu yang telah Allah ajarkan kepadamu. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Berkumpullah kamu sekalian pada hari ini dan ini! Kemudian mereka pun berkumpul pada hari itu lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam mendatangi mereka dan mengajarkan kepada mereka apa yang telah Allah ajarkan kepada beliau. Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: Tidak seorang wanita pun dari kamu sekalian yang ditinggal mati tiga orang anaknya kecuali mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. Lalu salah seorang wanita bertanya: Dan dua orang anak, dan dua orang anak dan dua orang anak? Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam menjawab: Dan dua orang anak, dan dua orang anak, dan dua orang anak
(Hadits Shahih Muslim : 2633-152)

Cobaan (musibah) Menghapuskan Dosa-

Cobaan (musibah) Menghapuskan Dosa
عَنْ عَبْدِاللهِ. قَالَ:
دَخَلْتُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ يُوْعَكُ. فَمَسَسْتُهُ بِيَدِي. فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! إِنَّكَ لَتُوْعَكُ وَعْكًا شَدِيْدًا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : أَجَلْ. إِنِّي أُوْعَكُ كَمَا يُوْعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ. قَالَ فَقُلْتُ: ذَلِكَ، أَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : أَجَلْ. ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذَى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ، إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ، كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا
Hadis riwayat Abdullah bin Masud Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Aku masuk menemui Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam ketika beliau sedang menderita penyakit demam lalu aku mengusap beliau dengan tanganku dan berkata: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya engkau benar-benar terjangkit demam yang sangat parah. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Ya, sesungguhnya aku juga mengidap demam seperti yang dialami oleh dua orang di antara kamu. Aku berkata: Itu, karena engkau memperoleh dua pahala. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Benar. Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Tidak ada seorang muslim pun yang tertimpa suatu penyakit dan lainnya kecuali Allah akan menghapus dengan penyakit tersebut kesalahan-kesalahannya seperti sebatang pohon yang merontokkan daunnya.
عَنْ عَائِشَةَ. قَالَتْ:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :مَا يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا، إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ بِهَا دَرَجَةً، أَوْ حَطَّ عَنْهُ خَطِيْئَةً
Hadis riwayat Aisyah Radhiyallahu’anha, ia berkata:
Saya mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Tidak ada seorang muslim pun yang tertusuk duri atau tertimpa bencana yang lebih besar dari itu kecuali akan tercatat baginya dengan bencana itu satu peningkatan derajat serta akan dihapuskan dari dirinya satu dosa kesalahan.
عن أبي سعيد وأبي هريرة: أَنَّهُمَا سَمِعَا رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ :مَا يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصْبٍ، وَلاَ نَصْبٍ، وَلاَ سَقَمٍ، وَلاَ حَزْنٍ، حَتَّى الْهَمِّ يَهُمُّهُ، إِلاَّ كُفِّرَ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ.
Diriwayatkan dari Abu Said dan Abu Hurairah Radhiyallahu’anhuma ,  Mereka berkata:
“Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Setiap cobaan yang menimpa orang beriman, seperti penyakit, keletihan, demam, dan kesedihan bahkan kecemasan yang mencemaskannya, niscaya diampuni karenanya sebagian dari kesalahannya.”
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ. قَالَ:
لمَاَّ نَزَلَتْ: مَنْ يَعْمَلْ سُوْءًا يُجْزَ بِهِ بَلَغَتْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ مَبْلَغًا شَدِيْدًا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَارِبُوْا وَسَدِّدُوْا. فَفِي كُلِّ مَا يُصَابُ بِهِ الْمُسْلِمُ كَفَّارَةٌ. حَتىَّ النَّكْبَةِ يُنْكِبُهَا، أَوِ الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا.
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
“Ketika turun ayat: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu, kaum muslimin merasa sangat sedih sekali, lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Janganlah kamu sekalian terlalu bersedih dan tetaplah berbuat kebaikan karena dalam setiap musibah yang menimpa seorang muslim terdapat penghapusan dosa bahkan dalam bencana kecil yang menimpanya atau karena sebuah duri yang menusuknya.”

Kisah Nabi Khidhir dengan Nabi Musa(Hadist)

Kisah Nabi Khidhir dengan Nabi Musa ‘Alaihimassalam
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدِ النَّاقِدُ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ وَعُبَيْدُ اللهِ بْنُ سَعِيْدٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عُمَرَ الْمَكِّيُّ كُلُّهُمْ عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ وَاللَّفْظُ ِلابْنِ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ دِيْنَارٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ:
قُلْتُ ِلابْنِ عَبَّاسٍ إِنَّ نَوْفًا اَلْبِكَالِيَّ يَزْعُمُ أَنَّ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَم صَاحِبَ بَنِي إِسْرَائِيْلَ لَيْسَ هُوَ مُوسَى صَاحِبَ الْخَضِرِ عَلَيْهِ السَّلاَم فَقَالَ كَذَبَ عَدُوُّ اللهِ. سَمِعْتُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ قَامَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ خَطِيْبًا فِي بَنِي إِسْرَائِيْلَ فَسُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ فَقَالَ أَنَا أَعْلَمُ قَالَ فَعَتَبَ اللهُ عَلَيْهِ إِذْ لَمْ يَرُدَّ الْعِلْمَ إِلَيْهِ فَأَوْحَى اللهُ إِلَيْهِ أَنَّ عَبْدًا مِنْ عِبَادِي بِمَجْمَعِ الْبَحْرَيْنِ هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ قَالَ مُوسَى أَيْ رَبِّ كَيْفَ لِي بِهِ فَقِيلَ لَهُ اَحْمِلْ حُوتًا فِي مِكْتَلٍ فَحَيْثُ تَفْقِدُ الْحُوتَ فَهُوَ ثَمَّ فَانْطَلَقَ وَانْطَلَقَ مَعَهُ فَتَاهُ وَهُوَ يُوشَعُ بْنُ نُونٍ فَحَمَلَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ حُوتًا فِي مِكْتَلٍ وَانْطَلَقَ هُوَ وَفَتَاهُ يَمْشِيَانِ حَتَّى أَتَيَا الصَّخْرَةَ فَرَقَدَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَفَتَاهُ فَاضْطَرَبَ الْحُوتُ فِي الْمِكْتَلِ حَتَّى خَرَجَ مِنَ الْمِكْتَلِ فَسَقَطَ فِي الْبَحْرِ قَالَ وَأَمْسَكَ اللهُ عَنْهُ جِرْيَةَ الْمَاءِ حَتَّى كَانَ مِثْلَ الطَّاقِ فَكَانَ لِلْحُوتِ سَرَبًا وَكَانَ لِمُوسَى وَفَتَاهُ عَجَبًا فَانْطَلَقَا بَقِيَّةَ يَوْمِهِمَا وَلَيْلَتِهِمَا وَنَسِيَ صَاحِبُ مُوسَى أَنْ يُخْبِرَهُ فَلَمَّا أَصْبَحَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ لِفَتَاهُ { آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِيْنَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا } قَالَ وَلَمْ يَنْصَبْ حَتَّى جَاوَزَ الْمَكَانَ الَّذِي أُمِرَ بِهِ { قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيْهُ إِلاَّ الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيْلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا } قَالَ مُوسَى { ذٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا } قَالَ يَقُصَّانِ آثَارَهُمَا حَتَّى أَتَيَا الصَّخْرَةَ فَرَأَى رَجُلاً مُسَجًّى عَلَيْهِ بِثَوْبٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ مُوسَى فَقَالَ لَهُ الْخَضِرُ أَنَّى بِأَرْضِكَ السَّلاَمُ قَالَ أَنَا مُوسَى قَالَ مُوسَى بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالَ نَعَمْ قَالَ إِنَّكَ عَلَى عِلْمٍ مِنْ عِلْمِ اللهِ عَلَّمَكَهُ اللهُ لاَ أَعْلَمُهُ وَأَنَا عَلَى عِلْمٍ مِنْ عِلْمِ اللهِ عَلَّمَنِيْهِ لاَ تَعْلَمُهُ قَالَ لَهُ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ { هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِي مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ صَابِرًا وَلاَ أَعْصِي لَكَ أَمْرًا } قَالَ لَهُ الْخَضِرُ { فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلاَ تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا } قَالَ نَعَمْ فَانْطَلَقَ الْخَضِرُ وَمُوسَى يَمْشِيَانِ عَلَى سَاحِلِ الْبَحْرِ فَمَرَّتْ بِهِمَا سَفِينَةٌ فَكَلَّمَاهُمْ أَنْ يَحْمِلُوْهُمَا فَعَرَفُوْا الْخَضِرَ فَحَمَلُوْهُمَا بِغَيْرِ نَوْلٍ فَعَمَدَ الْخَضِرُ إِلَى لَوْحٍ مِنْ أَلْوَاحِ السَّفِينَةِ فَنَزَعَهُ فَقَالَ لَهُ مُوسَى قَوْمٌ حَمَلُوْنَا بِغَيْرِ نَوْلٍ عَمَدْتَ إِلَى سَفِينَتِهِمْ فَخَرَقْتَهَا { لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا قَالَ لاَ تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيْتُ وَلاَ تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا } ثُمَّ خَرَجَا مِنَ السَّفِيْنَةِ فَبَيْنَمَا هُمَا يَمْشِيَانِ عَلَى السَّاحِلِ إِذَا غُلاَمٌ يَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ فَأَخَذَ الْخَضِرُ بِرَأْسِهِ فَاقْتَلَعَهُ بِيَدِهِ فَقَتَلَهُ فَقَالَ مُوسَى { أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَاكِيَةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا } قَالَ وَهٰذِهِ أَشَدُّ مِنَ الْأُولَى { قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلاَ تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اِسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوْهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيْدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ } يَقُوْلُ مَائِلٌ قَالَ الْخَضِرُ بِيَدِهِ هٰكَذَا فَأَقَامَهُ قَالَ لَهُ مُوسَى قَوْمٌ أَتَيْنَاهُمْ فَلَمْ يُضَيِّفُوْنَا وَلَمْ يُطْعِمُونَا { لَوْ شِئْتَ لَتَّخِذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا قَالَ هٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيْلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا } قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْحَمُ اللهُ مُوسَى لَوَدِدْتُ أَنَّهُ كَانَ صَبَرَ حَتَّى يُقَصَّ عَلَيْنَا مِنْ أَخْبَارِهِمَا قَالَ وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتِ اْلأُولَى مِنْ مُوسَى نِسْيَانًا قَالَ وَجَاءَ عُصْفُورٌ حَتَّى وَقَعَ عَلَى حَرْفِ السَّفِينَةِ ثُمَّ نَقَرَ فِي الْبَحْرِ فَقَالَ لَهُ الْخَضِرُ مَا نَقَصَ عِلْمِي وَعِلْمُكَ مِنْ عِلْمِ اللَّهِ إِلاَّ مِثْلَ مَا نَقَصَ هَذَا الْعُصْفُورُ مِنْ الْبَحْرِ قَالَ سَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ وَكَانَ يَقْرَأُ وَكَانَ أَمَامَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ صَالِحَةٍ غَصْبًا وَكَانَ يَقْرَأُ وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ كَافِرًا
170 – (2380)
Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Muhammad An Naqid dan Ishaq bin Ibrahim Al Handzali dan ‘Ubaidullah bin Sa’id dan Muhammad bin Abu ‘Umar Al Makki  seluruhnya dari Ibnu ‘Uyainah dan lafazh ini milik Ibnu Abu ‘Umar; Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin ‘Uyainah; Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Dinar  dari Sa’id bin  Jubair Radhiyallahu’anhu  dia berkata:
Saya telah berkata kepada Ibnu Abbas bahwasanya Nauf Al Bikali mengatakan bahwa Musa ‘Alaihis Salam yang berada di tengah kaum Bani Israil bukanlah Musa yang menyertai Nabi Khidhir.
(Ibnu Abbas) berkata; ‘Berdustalah musuh Allah. Saya pernah mendengar Ubay bin Ka’ab berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Suatu ketika Nabi Musa ‘Alaihis Salam berdiri untuk berpidato di hadapan kaum Bani Israil. Setelah itu, seseorang bertanya kepadanya; ‘Hai Musa, siapakah orang yang paling banyak ilmunya di muka bumi ini?  Nabi Musa menjawab; ‘Akulah orang yang paling banyak ilmunya di muka bumi ini.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: Oleh karena itu, Allah sangat mencela Musa ‘Alaihis Salam. Karena ia tidak menyadari bahwa ilmu yang diperolehnya itu adalah pemberian Allah. Lalu Allah mewahyukan kepada Musa; ‘Hai Musa, sesungguhnya ada seorang hamba-Ku yang lebih banyak ilmunya dan lebih pandai darimu dan ia sekarang berada di pertemuan dua lautan.’ Nabi Musa ‘Alaihis Salam bertanya; ‘Ya Tuhan, bagaimana caranya saya dapat bertemu dengan hambaMu itu? ‘ Dijawab: Bawalah seekor ikan di dalam keranjang dari daun kurma. Manakala ikan tersebut melompat, maka di situlah hambaKu berada. Kemudian Musa pun berangkat ke tempat itu dengan ditemani seorang muridnya yang bernama Yusya’ bin Nun. Nabi Musa sendiri membawa seekor ikan di dalam keranjang yang terbuat dari daun kurma. Keduanya berjalan kaki menuju tempat tersebut. Ketika keduanya sampai di sebuah batu besar, maka keduanya pun tertidur lelap. Tiba-tiba ikan yang berada di dalam keranjang tersebut berguncang keluar, lalu masuk ke dalam air laut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: ‘Allah telah menahan air yang dilalui ikan tersebut, hingga menjadi terowongan. Ikan itu menempuh jalannya di lautan, sementara Musa dan muridnya kagum melihat pemandangan yang unik itu. Akhirnya mereka berdua melanjutkan perjalanannya siang dan malam. Rupanya murid Nabi Musa lupa untuk memberitahukannya. Pada pagi harinya, Nabi Musa berkata kepada muridnya; ‘Bawalah makanan kita kemari! Sesungguhnya kita merasa letih karena perjalanan kita ini.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: ‘Belum berapa jauh Musa melewati tempat yang diperintahkan untuk mencarinya, muridnya berkata; ‘Tahukah Anda tatkala kita mencari tempat berlindung di batu besar tadi, maka sesungguhnya saya lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidak ada yang membuat saya lupa untuk menceritakannya kecuali syetan, sedangkan ikan tersebut mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.’ Musa berkata; ‘Itulah tempat yang sedang kita cari.’ Lalu keduanya kembali mengikuti jalan mereka semula.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: ‘Kemudian keduanya menelusuri jejak mereka semula.’ Setelah keduanya tiba di batu besar tadi, maka mereka melihat seorang laki-laki yang sedang tertidur berselimutkan kain. Lalu Nabi Musa ‘Alaihis Salam mengucapkan salam kepadanya. Nabi Khidhir bertanya kepada Musa; ‘Bagaimana kedamaian di negerimu? ‘ Musa berkata; ‘Saya adalah Musa.’ Nabi Khidhir terperanjat dan bertanya; ‘Musa Bani Israil.’ Nabi Musa menjawab; ‘Ya.’ Nabi Khidhir berkata kepada Musa; ‘Sesungguhnya kamu mendapatkan sebagian ilmu Allah yang diajarkanNya kepadamu yang tidak aku ketahui dan aku mendapatkan sebagian ilmu Allah yang diajarkanNya kepadaku yang kamu tidak ketahui.’ Musa berkat kepada Khidhir; ‘Bolehkah aku mengikutimu agar kamu dapat mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu? ‘ Nabi Khidhir menjawab; ‘Sesungguhnya sekali-kali kamu tidak akan sanggup dan sabar bersamaku. Bagaimana kamu bisa sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? ‘ Musa berkata; ‘Insya Allah kamu akan mendapatiku sebagai orang yang sabar dan aku pun tidak akan menentangmu dalam suatu urusan pun.’ Khidhir menjawab; ‘Jika kamu tetap mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan sesuatu hingga aku sendiri yang akan menerangkannya kepadamu.’ Musa menjawab; ‘Baiklah.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: ‘Kemudian Musa dan Khidhir berjalan menusuri pantai. Tak lama kemudian ada sebuah perahu yang lewat. Lalu keduanya meminta tumpangan perahu. Ternyata orang-orang perahu itu mengenal baik Nabi Khidhir, hingga akhirnya mereka mengangkut keduanya tanpa meminta upah.’ Lalu Nabi Khidhir mendekat ke salah satu papan di bagian perahu itu dan setelah itu mencabutnya. Melihat hal itu, Musa menegur dan memarahinya; ‘Mereka ini adalah orang-orang yang mengangkut kita tanpa meminta upah, tetapi mengapa kamu malah melubangi perahu mereka untuk kamu tenggelamkan penumpangnya? ‘ Khidhir menjawab; ‘Bukankah telah aku katakan kepadamu bahwasanya kamu sekali-kali tidak akan sabar ikut bersamaku.’ Musa berkata sambil merayu; ‘Janganlah kamu menghukumku karena kealpaanku dan janganlah kamu membebaniku dengan suatu kesulitan dalam urusanku.’ Tak lama kemudian, keduanya pun turun dari perahu tersebut. Ketika keduanya sedang berjalan-jalan di tepi pantai, tiba-tiba ada seorang anak kecil yang sedang bermain dengan teman-temannya yang lain. Kemudian, Nabi Khidhir segera memegang dan membekuk (memuntir) kepala anak kecil itu dengan tangannya hingga menemui ajalnya. Dengan gusarnya Nabi Musa berupaya menghardik Nabi Khidhir; ‘Mengapa kamu bunuh jiwa yang tak berdosa, sedangkan anak kecil itu belum pernah membunuh? Sungguh kamu telah melakukan perbuatan yang munkar? ‘ Khidhir berkata; ‘Bukankah sudah aku katakan bahwasanya kamu tidak akan mampu untuk bersabar dalam mengikutiku. Dan ini melebihi dari yang sebelumnya.’ Musa berkata; ‘Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka janganlah kamu perbolehkan aku untuk menyertaimu. Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur (maaf) kepadaku.’ Selanjutnya Nabi Musa dan Khidhir melanjutkan perjalanannya. Ketika mereka berdua tiba di suatu negeri, maka keduanya pun meminta jamuan dari penduduk negeri tersebut, tapi sayangnya mereka enggan menjamu keduanya. Lalu keduanya mendapatkan sebuah dinding rumah yang hampir roboh dan Nabi Khidhir pun langsung menegakkannya (memperbaikinya).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Dinding itu miring (sambil memberi isyarat dengan tangannya) lalu ditegakkan oleh Khidhir.’ Musa berkata kepada Khidhir; ‘Kamu telah mengetahui bahwa para penduduk negeri yang kita datangi ini enggan menyambut dan menjamu kita. Kalau kamu mau, sebaiknya kamu minta upah dari hasil perbaikan dinding rumah tersebut. Akhirnya Khidhir berkata; ‘Inilah perpisahan antara aku dan kamu. Aku akan beritahukan kepadamu tentang rahasia segala perbuatan yang kamu tidak sabar padanya.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: ‘Semoga Allah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada Nabi Musa ‘Alaihis Salam. Sebenarnya aku lebih senang jika Musa dapat sedikit bersabar, hingga kisah Musa dan Khidhir bisa diceritakan kepada kita dengan lebih panjang lagi. Ubay bin Ka’ab berkata; ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Penyebab perpisahan tersebut adalah karena Musa alpa.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: ‘Tak lama kemudian, datanglah burung kecil tersebut mematuk air laut dengan paruhnya. Lalu Khidhir berkata kepada Musa; ‘Sesungguhnya ilmuku dan ilmumu dan ilmu yang kita peroleh dari Allah itu hanyalah seperti seteguk air laut yang diperoleh burung kecil itu di antara hamparan lautan ilmu yang dimiliki Allah.’ Sa’id bin Zubair berkata; ‘Ibnu Abbas membacakan ayat Al Qur’an yang artinya; ‘Di depan mereka ada seorang penguasa yang merampas setiap perahu yang bagus. Ibnu Abbas juga membacakan ayat Al Qur’an yang artinya; ‘Anak kecil yang dibunuh Nabi Khidhir itu adalah kafir.’
(Shahih Muslim 2380-170)
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اْلأَعْلَى اَلْقَيْسِيُّ حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَقَبَةَ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ:
قِيْلَ ِلابْنِ عَبَّاسٍ إِنَّ نَوْفًا يَزْعُمُ أَنَّ مُوسَى الَّذِي ذَهَبَ يَلْتَمِسُ الْعِلْمَ لَيْسَ بِمُوسَى بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالَ أَسَمِعْتَهُ يَا سَعِيْدُ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ كَذَبَ نَوْفٌ
171 – (2380)
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin ‘Abdul A’laa Al Qais; Telah menceritakan kepada kami Al Mu’tamir bin Sulaiman At Taimi dari Bapaknya dari Raqabah dariAbu Ishaq dari Sa’id bin Jubair Radhiyallahu’anhu dia berkata:
Di tanyakan kepada Ibnu Abbas bahwa Nauf beranggapan sesungguhnya Musa yang pergi mencari Ilmu itu bukanlah Musa yang di utus kepada Bani Israil; Ibnu Abbas bertanya; Apakah kamu mendengarnya juga wahai Said? Aku menjawab; ‘Ya.’ Ibnu Abbas berkata; Nauf telah berdusta!
(Shahih Muslim 2380-171)
حَدَّثَنَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّهُ بَيْنَمَا مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ فِي قَوْمِهِ يُذَكِّرُهُمْ بِأَيَّامِ اللهِ وَأَيَّامُ اللهِ نَعْمَاؤُهُ وَبَلاَؤُهُ إِذْ قَالَ مَا أَعْلَمُ فِي اْلأَرْضِ رَجُلاً خَيْرًا وَأَعْلَمَ مِنِّي قَالَ: فَأَوْحَى اللهُ إِلَيْهِ إِنِّي أَعْلَمُ بِالْخَيْرِ مِنْهُ أَوْ عِنْدَ مَنْ هُوَ. إِنَّ فِي اْلأَرْضِ رَجُلاً هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ قَالَ يَا رَبِّ فَدُلَّنِي عَلَيْهِ قَالَ فَقِيْلَ لَهُ تَزَوَّدْ حُوتًا مَالِحًا فَإِنَّهُ حَيْثُ تَفْقِدُ الْحُوتَ قَالَ فَانْطَلَقَ هُوَ وَفَتَاهُ حَتَّى انْتَهَيَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَعُمِّيَ عَلَيْهِ فَانْطَلَقَ وَتَرَكَ فَتَاهُ فَاضْطَرَبَ الْحُوْتُ فِي الْمَاءِ فَجَعَلَ لاَ يَلْتَئِمُ عَلَيْهِ صَارَ مِثْلَ الْكُوَّةِ قَالَ فَقَالَ فَتَاهُ أَلاَ أَلْحَقُ نَبِيَّ اللهِ فَأُخْبِرَهُ قَالَ فَنُسِّيَ فَلَمَّا تَجَاوَزَا { قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِيْنَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا } قَالَ وَلَمْ يُصِبْهُمْ نَصَبٌ حَتَّى تَجَاوَزَا قَالَ فَتَذَكَّرَ { قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيْتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيْهُ إِلاَّ الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيْلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا قَالَ ذٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِي فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا } فَأَرَاهُ مَكَانَ الْحُوتِ قَالَ هَا هُنَا وُصِفَ لِي قَالَ فَذَهَبَ يَلْتَمِسُ فَإِذَا هُوَ بِالْخَضِرِ مُسَجًّى ثَوْبًا مُسْتَلْقِيًا عَلَى الْقَفَا أَوْ قَالَ عَلَى حَلاَوَةِ الْقَفَا قَالَ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ فَكَشَفَ الثَّوْبَ عَنْ وَجْهِهِ قَالَ وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ مَنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا مُوسَى قَالَ وَمَنْ مُوسَى قَالَ مُوسَى بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالَ مَجِيءٌ مَا جَاءَ بِكَ قَالَ جِئْتُ لِ { تُعَلِّمَنِي مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا } شَيْءٌ أُمِرْتُ بِهِ أَنْ أَفْعَلَهُ إِذَا رَأَيْتَهُ لَمْ تَصْبِرْ { قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ صَابِرًا وَلاَ أَعْصِي لَكَ أَمْرًا قَالَ فَإِنْ اِتَّبَعْتَنِي فَلاَ تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا } قَالَ اِنْتَحَى عَلَيْهَا قَالَ لَهُ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ { أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا قَالَ لاَ تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيْتُ وَلاَ تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا } غِلْمَانًا يَلْعَبُوْنَ قَالَ فَانْطَلَقَ إِلَى أَحَدِهِمْ بَادِيَ الرَّأْيِ فَقَتَلَهُ فَذُعِرَ عِنْدَهَا مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ ذَعْرَةً مُنْكَرَةً { قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَاكِيَةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا } فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ هٰذَا الْمَكَانِ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْنَا وَعَلَى مُوسَى لَوْلاَ أَنَّهُ عَجَّلَ لَرَأَى الْعَجَبَ وَلَكِنَّهُ أَخَذَتْهُ مِنْ صَاحِبِهِ ذَمَامَةٌ { قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلاَ تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا } وَلَوْ صَبَرَ لَرَأَى الْعَجَبَ قَالَ وَكَانَ إِذَا ذَكَرَ أَحَدًا مِنَ اْلأَنْبِيَاءِ بَدَأَ بِنَفْسِهِ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْنَا وَعَلَى أَخِي كَذَا رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْنَا { فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ } لِئَامًا فَطَافَا فِي الْمَجَالِسِ فَ { اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوْهُمَا فَوَجَدَا فِيْهَا جِدَارًا يُرِيْدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ َلاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ } وَأَخَذَ بِثَوْبِهِ قَالَ { سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيْلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِيْنَ يَعْمَلُوْنَ فِي الْبَحْرِ } إِلَى آخِرِ الْآيَةِ فَإِذَا جَاءَ الَّذِي يُسَخّْرُهَا وَجَدَهَا مُنْخَرِقَةً فَتَجَاوَزَهَا فَأَصْلَحُوْهَا بِخَشَبَةٍ { وَأَمَّا الْغُلَامُ } فَطُبِعَ يَوْمَ طُبِعَ كَافِرًا وَكَانَ أَبَوَاهُ قَدْ عَطَفَا عَلَيْهِ فَلَوْ أَنَّهُ أَدْرَكَ أَرْهَقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا { فَأَرَدْنَا أَنْ يُبَدِّلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلاَمَيْنِ يَتِيْمَيْنِ فِي الْمَدِيْنَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ } إِلَى آخِرِ الْآيَةِ
وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّارِمِيُّ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ ح و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ مُوسَى كِلاَهُمَا عَنْ إِسْرَائِيْلَ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ بِإِسْنَادِ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ نَحْوَ حَدِيْثِهِ
172 – (2380)
Telah menceritakan kepada kami Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu’anhu , dia berkata:
Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Musa berpidato dihadapan kaumnya mengingatkan hari-hari Allah, kemenangan dan cobaannya, ia menyatakan bahwa Aku tidak tahu ada orang yang paling pandai di muka bumi selain aku. Maka Allah subhanahu wata’ala mewahyukan padanya bahwa Allah memiliki seorang hamba yang lebih pandai darinya, Musa berkata; Wahai Rabbku tunjukilah kepadaku, Maka Allah berfirman kepadanya; bawalah bersamamu bekal dari ikan yang asin. Hingga akhirnya kamu akan mencari ikan itu. Lalu pergilah Musa hingga ia sampai di sebuah batu lalu ia tidak dapat melihat ikat tersebut. Lalu Musa pergi dengan meninggal temannya untuk mencari ikat tersebut. Namun tiba-tiba ikan tersebut bergerak-gerak hingga dapat diketahui oleh temannya. Temannya berkata; aku akan mengejar Musa hingga aku beritahukan tentang ikan itu kepadanya. Ubay berkata; lalu teman itu lupa hingga mereka terus berlalu. Musa berkata; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini. Lalu temannya berkata; ‘Adakah kamu melihat kita berdiam yakni ketika beristirahat di batu besar. Sesungguhnya aku terlupa kepada ikan itu dan Tiada yang membuat aku lupa tentang hal itu, melainkan setan.’ Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula ketika ikan tersebut lari dengan cepat hingga mengagetkan Musa dan mereka berjalan mengikuti jejak ikan tersebut. Musa berkata; inilah tempat yang telah digambarkan kepadaku. Lalu dia mencari kemudian bertemulah dengan seseorang yang memakai kain penutup kepala, sambil berbaring. Musa mengucapkan salam kepadanya dan ia membalas sambil membuka kain yang menutupi wajahnya; ‘Wa ‘alaikum salam, siapakah kamu? Musa berkata; Aku adalah Musa. Ia bertanya; Musa siapa?.Musa menjawab; Musa bani Israil. Ia bertanya lagi; Apa yang menyebabkan kamu datang kemari? Musa menjawab; Aku datang agar kamu mengajariku tentang ilmu yang telah Allah berikan kepadamu. Khidhir berkata; Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?. Musa berkata: Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.Dia berkata: Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melubanginya. -Ubay berkata; ‘Khidr melubanginya dengan sengaja.- Musa berkata: Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidhr) berkata: Bukankah aku telah berkata:Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku. Musa berkata:Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku. Keduanya berjalan hingga mendatangi beberapa anak kecil yang sedang bermain di tepi pantai, lalu dia mendekati salah satu dari mereka dengan cepat dan langsung membunuhnya. Musa pun kaget dan berkata: Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, yang tidak pernah membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar. Khidhr berkata: Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?. Musa pun malu dan berkata:Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidr menegakkan dinding itu. Musa berkata: Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu. Khidhr berkata seraya sambil memegang pakaian Musa:Inilah perpisahan antara aku dengan kamu, Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Maka bila raja itu lewat dia akan mendapati bahtera itu dalam keadaan rusak, hingga tidak jadi merampasnya dan semuanya selamat, setelah itu mereka bisa kembali memperbaikinya dengan kayu. Dan adapun anak itu, telah ditakdirkan padanya kekafiran sedang orang tuanya adalah orang-orang shaleh, apabila dia sudah besar dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Allah mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anak itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu.
Dan telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Abdur Rahman Ad Darimi; Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yusuf; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami ‘Abad bin Humaid; Telah mengabarkan kepada kami ‘Ubaidullah bin Musa keduanya dari Israil dari Abu Ishaq dengan sanad At Taimi dari Abu Ishaq dengan Hadits yang serupa.
(Shahih Muslim 2380-172)
وَحَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرٍو عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ: لَتَّخِذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا
173 – (2380)
Dan telah menceritakan kepada kami Amru An Naqid Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Amru dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas dari Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu’anhu :
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat: Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu. (QS Al Kahfi: 77)
(Shahih Muslim 2380-173)
حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا اِبْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُوْدٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ:
أَنَّهُ تَمَارَى هُوَ وَالْحُرُّ بْنُ قَيْسِ بْنِ حِصْنٍ اَلْفَزَارِيُّ فِي صَاحِبِ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ هُوَ الْخَضِرُ فَمَرَّ بِهِمَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ اْلأَنْصَارِيُّ فَدَعَاهُ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقَالَ يَا أَبَا الطُّفَيْلِ هَلُمَّ إِلَيْنَا فَإِنِّي قَدْ تَمَارَيْتُ أَنَا وَصَاحِبِي هَذَا فِي صَاحِبِ مُوسَى الَّذِي سَأَلَ السَّبِيْلَ إِلَى لُقِيِّهِ فَهَلْ سَمِعْتَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ شَأْنَهُ فَقَالَ أُبَيٌّ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ بَيْنَمَا مُوسَى فِي مَلَإٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ لَهُ هَلْ تَعْلَمُ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنْكَ قَالَ مُوسَى لاَ فَأَوْحَى اللهُ إِلَى مُوسَى بَلْ عَبْدُنَا الْخَضِرُ قَالَ فَسَأَلَ مُوسَى السَّبِيْلَ إِلَى لُقِيِّهِ فَجَعَلَ اللهُ لَهُ الْحُوْتَ آيَةً وَقِيْلَ لَهُ إِذَا افْتَقَدْتَ الْحُوتَ فَارْجِعْ فَإِنَّكَ سَتَلْقَاهُ فَسَارَ مُوسَى مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَسِيْرَ ثُمَّ قَالَ لِفَتَاهُ { آتِنَا غَدَاءَنَا } فَقَالَ فَتَى مُوسَى حِيْنَ سَأَلَهُ الْغَدَاءَ { أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِِّي نَسِيْتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيْهِ إِلاَّ الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ } فَقَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ { ذٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِي فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا } فَوَجَدَا خَضِرًا فَكَانَ مِنْ شَأْنِهِمَا مَا قَصَّ اللهُ فِي كِتَابِهِ إِلاَّ أَنَّ يُونُسَ قَالَ فَكَانَ يَتَّبِعُ أَثَرَ الْحُوتِ فِي الْبَحْرِ
174 – (2380)
Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya; Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud dari ‘Abdullah bin Abbas Radhiyallahu’anhu :
Bahwa dia dan Al Hurr bin Qais bin Hisn Al Fazari berdebat tentang sahabat Musa ‘alaihissalam yang bertanya tentang jalan untuk bertemu dengannya, Ibnu Abbas mengatakan bahwa kawan yang dimaksud itu ialah Khidhir, sedangkan Hurr mengatakan bukan. Kemudian lewatlah Ubay bin Ka’ab al-Anshari di depan mereka. Ibnu Abbas lalu memanggilnya kemudian berkata, Hai Abu Thufail kemarilah, sesungguhnya aku berselisih pendapat dengan sahabatku ini siapa kawan Musa yang olehnya ditanyakan mengenai jalan untuk menuju tempatnya itu, agar dapat bertemu dengannya. Apakah kamu pernah mendengar hal-ihwalnya yang kamu dengar sendiri dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam? Ubay bin Ka’ab menjawab, Ya, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Ketika Musa duduk bersama beberapa orang Bani Israel, tiba-tiba seorang laki-laki datang dan bertanya kepadanya (Musa), ‘Adakah seseorang yang lebih pandai daripada kamu? ‘ Musa menjawab, ‘Tidak. Maka, Allah menurunkan wahyu kepada Musa, Ada, yaitu hamba Kami Khidhir. Musa bertanya kepada (Allah) bagaimana jalan kesana. Maka, Allah menjadikan ikan sebagai sebuah tanda baginya dan dikatakan kepadanya, ‘Apabila ikan itu hilang darimu, maka kembalilah (ke tempat di mana ikan itu hilang) karena engkau akan bertemu dengannya (Khidhir). ‘Maka, Musa pun mengikuti jejak ikan laut dengan kehendak Allah. Lalu Musa berkata kepada muridnya; Ayolah kita makan siang dulu, mana makanannya. Murid Musa berkata kepadanya ketika dia menanyakan makan siang, ‘Adakah kamu melihat Ikan itu ketika kita beristirahat di batu besar. Sesungguhnya aku terlupa kepada ikan hiu itu dan tiada yang membuat aku lupa tentang hal itu, melainkan setan.’ Musa berkata, ‘Kalau demikian, memang itulah tempat yang kita cari.’ Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Kemudian mereka bertemu dengan Khidhir. Maka, apa yang terjadi pada mereka selanjutnya telah diceritakan Allah Azza wa Jalla di dalam Kitab-Nya.
Hanya saja Yunus berkata dengan lafazh; ‘lalu Musa mengikuti jejak ikan Hiu di laut.’
(Shahih Muslim 2380-174)

Kisah Seorang Anak Raja dengan Penyihir dan Rahib(Pendeta)

Kisah Seorang Anak Raja dengan Penyihir dan Rahib
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ صُهَيْبٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
كَانَ مَلِكٌ فِيْمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَكَانَ لَهُ سَاحِرٌ فَلَمَّا كَبِرَ قَالَ لِلْمَلِكِ إِنِّي قَدْ كَبِرْتُ فَابْعَثْ إِلَيَّ غُلاَمًا أُعَلِّمْهُ السِّحْرَ فَبَعَثَ إِلَيْهِ غُلاَمًا يُعَلِّمُهُ فَكَانَ فِي طَرِيْقِهِ إِذَا سَلَكَ رَاهِبٌ فَقَعَدَ إِلَيْهِ وَسَمِعَ كَلاَمَهُ فَأَعْجَبَهُ فَكَانَ إِذَا أَتَى السَّاحِرَ مَرَّ بِالرَّاهِبِ وَقَعَدَ إِلَيْهِ فَإِذَا أَتَى السَّاحِرَ ضَرَبَهُ فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى الرَّاهِبِ فَقَالَ إِذَا خَشِيْتَ السَّاحِرَ فَقُلْ حَبَسَنِي أَهْلِي وَإِذَا خَشِيْتَ أَهْلَكَ فَقُلْ حَبَسَنِي السَّاحِرُ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ أَتَى عَلَى دَابَّةٍ عَظِيْمَةٍ قَدْ حَبَسَتِ النَّاسَ فَقَالَ الْيَوْمَ أَعْلَمُ آلسَّاحِرُ أَفْضَلُ أَمْ اَلرَّاهِبُ أَفْضَلُ فَأَخَذَ حَجَرًا فَقَالَ اَللّهُمَّ إِنْ كَانَ أَمْرُ الرَّاهِبِ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ أَمْرِ السَّاحِرِ فَاقْتُلْ هَذِهِ الدَّابَّةَ حَتَّى يَمْضِيَ النَّاسُ فَرَمَاهَا فَقَتَلَهَا وَمَضَى النَّاسُ فَأَتَى الرَّاهِبَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ لَهُ الرَّاهِبُ أَيْ بُنَيَّ أَنْتَ الْيَوْمَ أَفْضَلُ مِنِّي قَدْ بَلَغَ مِنْ أَمْرِكَ مَا أَرَى وَإِنَّكَ سَتُبْتَلَى فَإِنْ اُبْتُلِيْتَ فَلاَ تَدُلَّ عَلَيَّ وَكَانَ الْغُلاَمُ يُبْرِئُ اْلأَكْمَهَ وَاْلأَبْرَصَ وَيُدَاوِي النَّاسَ مِنْ سَائِرِ اْلأَدْوَاءِ فَسَمِعَ جَلِيْسٌ لِلْمَلِكِ كَانَ قَدْ عَمِيَ فَأَتَاهُ بِهَدَايَا كَثِيْرَةٍ فَقَالَ مَا هَاهُنَا لَكَ أَجْمَعُ إِنْ أَنْتَ شَفَيْتَنِي فَقَالَ إِنِّي لاَ أَشْفِي أَحَدًا إِنَّمَا يَشْفِي اللهُ فَإِنْ أَنْتَ آمَنْتَ بِاللهِ دَعَوْتُ اللهَ فَشَفَاكَ فَآمَنَ بِاللهِ فَشَفَاهُ اللهُ فَأَتَى الْمَلِكَ فَجَلَسَ إِلَيْهِ كَمَا كَانَ يَجْلِسُ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَنْ رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ قَالَ رَبِّي قَالَ وَلَكَ رَبٌّ غَيْرِي قَالَ رَبِّي وَرَبُّكَ اللهُ فَأَخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حَتَّى دَلَّ عَلَى الْغُلاَمِ فَجِيءَ بِالْغُلاَمِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ أَيْ بُنَيَّ قَدْ بَلَغَ مِنْ سِحْرِكَ مَا تُبْرِئُ اْلأَكْمَهَ وَاْلأَبْرَصَ وَتَفْعَلُ وَتَفْعَلُ فَقَالَ إِنِّي لاَ أَشْفِي أَحَدًا إِنَّمَا يَشْفِي اللهُ فَأَخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حَتَّى دَلَّ عَلَى الرَّاهِبِ فَجِيءَ بِالرَّاهِبِ فَقِيْلَ لَهُ اِرْجِعْ عَنْ دِيْنِكَ فَأَبَى فَدَعَا بِالْمِئْشَارِ فَوَضَعَ الْمِئْشَارَ فِي مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَشَقَّهُ حَتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ ثُمَّ جِيءَ بِجَلِيْسِ الْمَلِكِ فَقِيْلَ لَهُ اِرْجِعْ عَنْ دِيْنِكَ فَأَبَى فَوَضَعَ الْمِئْشَارَ فِي مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَشَقَّهُ بِهِ حَتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ ثُمَّ جِيءَ بِالْغُلاَمِ فَقِيْلَ لَهُ اِرْجِعْ عَنْ دِيْنِكَ فَأَبَى فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ اِذْهَبُوْا بِهِ إِلَى جَبَلِ كَذَا وَكَذَا فَاصْعَدُوْا بِهِ الْجَبَلَ فَإِذَا بَلَغْتُمْ ذُرْوَتَهُ فَإِنْ رَجَعَ عَنْ دِيْنِهِ وَإِلاَّ فَاطْرَحُوْهُ فَذَهَبُوْا بِهِ فَصَعِدُوْا بِهِ الْجَبَلَ فَقَالَ اَللّهُمَّ اكْفِنِيْهِمْ بِمَا شِئْتَ فَرَجَفَ بِهِمُ الْجَبَلُ فَسَقَطُوْا وَجَاءَ يَمْشِي إِلَى الْمَلِكِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَا فَعَلَ أَصْحَابُكَ قَالَ كَفَانِيْهِمُ اللهُ فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ اذْهَبُوْا بِهِ فَاحْمِلُوْهُ فِي قُرْقُوْرٍ فَتَوَسَّطُوْا بِهِ الْبَحْرَ فَإِنْ رَجَعَ عَنْ دِيْنِهِ وَإِلاَّ فَاقْذِفُوْهُ فَذَهَبُوْا بِهِ فَقَالَ اَللّهُمَّ اكْفِنِيْهِمْ بِمَا شِئْتَ فَانْكَفَأَتْ بِهِمُ السَّفِيْنَةُ فَغَرِقُوْا وَجَاءَ يَمْشِي إِلَى الْمَلِكِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَا فَعَلَ أَصْحَابُكَ قَالَ كَفَانِيْهِمُ اللهُ فَقَالَ لِلْمَلِكِ إِنَّكَ لَسْتَ بِقَاتِلِي حَتَّى تَفْعَلَ مَا آمُرُكَ بِهِ قَالَ وَمَا هُوَ قَالَ تَجْمَعُ النَّاسَ فِي صَعِيْدٍ وَاحِدٍ وَتَصْلُبُنِي عَلَى جِذْعٍ ثُمَّ خُذْ سَهْمًا مِنْ كِنَانَتِي ثُمَّ ضَعِ السَّهْمَ فِي كَبِدِ الْقَوْسِ ثُمَّ قُلْ بِاسْمِ اللهِ رَبِّ الْغُلاَمِ ثُمَّ ارْمِنِي فَإِنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ قَتَلْتَنِي فَجَمَعَ النَّاسَ فِي صَعِيْدٍ وَاحِدٍ وَصَلَبَهُ عَلَى جِذْعٍ ثُمَّ أَخَذَ سَهْمًا مِنْ كِنَانَتِهِ ثُمَّ وَضَعَ السَّهْمَ فِي كَبْدِ الْقَوْسِ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللهِ رَبِّ الْغُلاَمِ ثُمَّ رَمَاهُ فَوَقَعَ السَّهْمُ فِي صُدْغِهِ فَوَضَعَ يَدَهُ فِي صُدْغِهِ فِي مَوْضِعِ السَّهْمِ فَمَاتَ فَقَالَ النَّاسُ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلاَمِ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلاَمِ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلاَمِ فَأُتِيَ الْمَلِكُ فَقِيْلَ لَهُ أَرَأَيْتَ مَا كُنْتَ تَحْذَرُ قَدْ وَاللهِ نَزَلَ بِكَ حَذَرُكَ قَدْ آمَنَ النَّاسُ فَأَمَرَ بِاْلأُخْدُوْدِ فِي أَفْوَاهِ السِّكَكِ فَخُدَّتْ وَأَضْرَمَ النِّيْرَانَ وَقَالَ مَنْ لَمْ يَرْجِعْ عَنْ دِيْنِهِ فَأَحْمُوْهُ فِيْهَا أَوْ قِيْلَ لَهُ اقْتَحِمْ فَفَعَلُوْا حَتَّى جَاءَتِ امْرَأَةٌ وَمَعَهَا صَبِيٌّ لَهَا فَتَقَاعَسَتْ أَنْ تَقَعَ فِيْهَا فَقَالَ لَهَا الْغُلاَمُ يَا أُمَّهْ اِصْبِرِي فَإِنَّكِ عَلَى الْحَقِّ
73 – (3005)
Telah menceritakan kepada kami Haddab bin Khalid telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami Tsabit dari Abdurrahman bin Abu Laila dari Shuhaib bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
Dahulu sebelum kalian ada, Ada seorang raja, ia memiliki tukang sihir. Saat tukang sihir sudah tua, ia berkata kepada rajanya: Aku sudah tua, kirimkanlah seorang pemuda kepadaku untuk aku ajari sihir. Lalu ia mengirim seorang pemuda untuk belajar sihir. Di jalan diantara tukang sihir dan raja terdapat seorang rahib. Si pemuda itu mendatangi rahib dan mendengar kata-katanya, ia kagum akan kata-kata si rahib itu sehingga apabila dia mendatangi tukang sihir dia (menyempatkan diri) bertemu dengan si Rahib dan duduk (mendengarkannya) Maka ketika datang (sampai) ke si penyihir, ia pasti dipukul oleh penyihir (karena terlambat). Pemuda itu mengeluhkan hal itu kepada si rahib, ia menjawab: Bila tukang sihir hendak memukulmu, katakan: Keluargaku menahanku (sehingga terlambat),  dan bila kau takut pada keluargamu, katakan: Si tukang sihir menahanku. Demikianlah waktu terus berjalan. Sampai pada suatu hari ia mendekati seekor hewan yang besar yang menghalangi jalanan orang, ia berkata: Pada hari ini aku akan tahu, apakah tukang sihir yang lebih baik ataukah pendeta yang lebih baik. Ia mengambil batu lalu berkata: Ya Allah, bila urusan si rahib lebih Engkau sukai dari pada tukang sihir itu maka bunuhlah binatang ini hingga orang bisa lewat. Kemudian ia melempar binatang itu dengan batu itu dan matilah binatang itu, orang-orang pun bisa lewat. Ia memberitahukan hal itu kepada si rahib. Si rahib berkata: Hai Anakku, saat ini engkau lebih baik (utama) dari pada aku dan urusanmu telah sampai seperti yang aku lihat, Nanti engkau akan mendapat ujian, maka bila engkau mendapat ujian janganlah engkau menunjukkan padaku. Sekarang si pemuda bisa menyembuhkan orang buta dan penyakit kusta dan bisa mengobati orang-orang dari berbagai macam penyakit. Ada sorang teman raja yang buta mendengarnya, lalu ia mendatangi pemuda itu dengan membawa hadiah yang banyak, ia berkata: Sembuhkan aku dan kau akan mendapatkan yang aku kumpulkan disini. Pemuda itu berkata: Aku tidak menyembuhkan seorang pun, yang menyembuhkan hanyalah Allah, bila kau beriman padaNya, aku akan berdoa kepadaNya agar menyembuhkanmu. Teman si raja itu pun beriman lalu si pemuda itu berdoa kepada Allah lalu ia pun sembuh. Kemudian ia mendatangi raja lalu duduk didekatnya seperti biasanya. Kemudian Si raja bertanya: Siapa yang menyembuhkan matamu?  Ia menjawab: Rabbku (Tuhanku).  Si raja berkata: Kau punya Rabb selainku? Orang itu berkata: Rabbku dan Rabbmu adalah Allah. Si raja menangkapnya lalu menyiksanya tiada henti hingga ia menunjukkannya pada si pemuda lalu pemuda itu didatangkan, Raja berkata: Hai anakku, Ilmu sihirmu (telah sedemikian tinggi) sehingga samapai bisa menyembuhkan orang buta, kusta dan kau melakukan ini dan itu.Pemuda itu berkata: Bukan aku yang menyembuhkan, yang menyembuhkan hanya Allah. Si raja lalu menangkapnya dan terus menerus menyiksanya sehinggga ia menunjukkan kepada si rahib. Kemudian didatangkanlah si rahib. Lalu dikatakan padanya: Tinggalkan agamamu!. Si rahib menolaknya (tidak mau) lalu si raja memerintahkan untuk mengambil gergaji kemudian diletakkan tepat ditengah kepalanya kemudian dibelahlah kepalanya sehingga belahannnya jatuh di tanah. Setelah itu teman si raja didatangkan dan dikatakan padanya: Tinggalkan agamamu. Sahabat raja menolaknya lalu si raja meminta gergaji kemudian diletakkan tepat ditengah kepalanya hingga sebelahnya terkapar di tanah. Setelah itu pemuda didatangkan lalu dikatakan padanya: Tinggalkan agamamu. Pemuda itu tidak mau. Lalu si raja menyerahkannya ke sekelompok tentaranya, raja berkata: Bawalah dia ke gunung ini dan ini, bawalah ia naik, bila ia mau meninggalkan agamanya (biarkanlah dia) dan bila tidak mau, lemparkan dari atas gunung. Mereka membawanya ke puncak gunung lalu pemuda itu berdoa: Ya Allah, cukupilah aku dari mereka sekehendakMu. Ternyata gunung mengguncang mereka dan mereka semua jatuh. Pemuda itu kembali pulang hingga tiba dihadapan raja. Raja bertanya: Bagaimana keadaan kawan-kawanmu?  Pemuda itu menjawab: Allah mencukupiku dari mereka. Lalu si raja menyerahkannya ke sekelompok tentaranya, raja berkata: Bawalah dia ke sebuah perahu lalu kirim ke tengah laut, bila ia mau meninggalkan agamanya (bawalah dia pulang) dan bila ia tidak mau meninggalkannya, lemparkan dia. Mereka membawanya ke tengah laut lalu pemuda itu berdoa: Ya Allah, cukupilah aku dari mereka sekehendakMu. Ternyata perahunya terbalik dan mereka semua tenggelam. Pemuda itu pulang hingga tiba dihadapan raja, raja bertanya: Bagaimana keadaan teman-temanmu? Pemuda itu menjawab: Allah mencukupiku dari mereka. Setelah itu ia berkata kepada raja: Engkau tidak akan bisa membunuhku hingga kau mau melakukan apa yang aku perintahkan, Raja bertanya: Apa yang kau perintahkan?  Pemuda itu berkata: Kumpulkan semua orang ditanah lapang yang luas lalu saliblah aku diatas pelepah, ambillah anak panah dari sarung panahku lalu ucapkan: Dengan nama Allah, Rabb (Tuhan) pemuda ini. Bila engkau melakukannya engkau akan bisa membunuhku. Akhirnya raja itu melakukannya. Ia meletakkan anak panah ditengah-tengah panah lalu melesakkannya seraya berkata: Dengan nama Allah, Rabb pemuda ini. Anak panah di lesakkan ke pelipis pemuda itu lalu pemuda meletakkan tangannya ditempat panah menancap kemudian mati. Orang-orang berkata: Kami beriman dengan Rabb pemuda itu. Kami beriman dengan Rabb pemuda itu. Kami beriman dengan Rabb pemuda itu. Kemudian didatangkan kepada raja dan dikatakan padanya: Tahukah kamu , sesuatu yang engkau khawatirkan, demi Allah kini telah menimpamu (terjadi). Orang-orang telah beriman seluruhnya. Si raja kemudian memerintahkan membuat parit di jalanan kemudian dinyalakan api. Raja berkata: Siapa pun yang tidak meninggalkan agamanya, pangganglah didalamnya. Mereka melakukannya sehingga datanglah seorang wanita bersama anaknya, sepertinya ia hendak mundur agar tidak terjatuh dalam kubangan api lalu si bayi itu berkata: Hai Ibuku, bersabarlah, sesungguhnya engkau berada diatas kebenaran.
(Shahih Muslim 3005-73)