Minggu, 18 Mei 2014

Kisah Sosok Tabi’in – Rufai’ bin Mihraan

berdoa2Rufai’ bin Mihraan  yang dijuluki Abu Al-‘Aliyah termasuk ulama di antara kaum muslimin, tokoh di antara tokoh-tokoh penghafal Al-Qur’an dan muhadditsin. Beliau termasuk tabi’in yang paling tahu tentang Kitabullah, paling paham terhadap hadits Rasulullah saw., paling banyak kadar pemahamannya terhadat Al-Qur’an Al-Aziz dan paling mendalami maksud dan rahasia yang terkandung di dalamnya.
Maka marilah kita menelusuri sejarah hidupnya dari awal. Sejarah hidupnya penuh dengan sikap teladan dan kemuliaan, melimpah dengan nasihat dan pelajaran yang berharga. Rufai’ bin Mihraan lahir di Persi. Di negeri itu pula beliau tumbuh besar. Ketika kaum muslimin masuk ke negeri Persi untuk mengeluarkan penduduknya dari kegelapan menuju cahaya. Rufai’ termasuk salah satu pemuda yang jatuh ke tangan kaum muslimin  yang penyayang, lalu dibawa ke pangkuan mereka yang serat dengan kebaikan dan kemuliaan. Kemudian beberapa saat dia dan juga yang lain memperlihatkan keluhuran Islam, lalu membandingkan dengan apa yang mereka anut sebagai penyembah berhala, akhirnya mereka masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong. Kemudian mereka mulai mempelajari Kitabullah, mereka pun haus akan hadits-hadits Rasulullah saw.
Rufai’ bercerita tentang apa yang beliau alami: Aku dan beberapa orang dari kaumku menjadi tawanan mujahidin, kemudian kami menjadi budak bagi sekelompok kaum muslimin di Bashrah. Tidak berapa lama kemudian akhirnya kami beriman kepada Allah dan tertarik untuk menghafalkan Kitabullah. Di antara kami ada yang menebut dirinya kepada majikannya dan ada  yang tetap berkhidmat kepada majikannya. Saya adalah salah satu di antara mereka. Pada mulanya kami menghafalkan Al-Qur’an setiap malam sekali, namun hal itu sangat memberatkan kami.
Lalu kami sepakati untuk mengkhatamkan dua malam sekali, namun itu masih terasa berat bagi kami. Kemudian kami sepakat untuk mengkhatamkan Al-Qur’an tiga hari sekali, namun masih berat juga kami rasakan karena harus banyak bekerja siang harinya dan begadang di malam harinya. Kemudian kami menemui sebagian sahabat Nabi saw. dan mengeluhkan keadaan kami yang harus begadang semalam untuk tilawah Kitabullah. Mereka berkata, “Khatamkanlah setiap Jum’at sekali.” Maka kami pun mengerjakan apa yang mereka sarankan. Kami membaca Al-Qur’an pada sebagian malam dan bisa tidur sebagian malam dan setelah itu kami tidak merasakan keberatan. Rufai’ bin Mihran dimiliki oleh seorang majikan wanita dari Bani Tamim. Dia adalah seoang majikan yang teguh, cerdas dan terhormat juga jiwanya penuh dengan takwa dan keimanan. Rufai’ membantunya pada sebagian siang dan istrihat pada sebagian siang yang lain. Beliau gunakan waktu senggangnya untuk membaca dan menulis. Beliau pergunakan untuk memperdalam ilmu agama tanpa sedikitpun mengganggu tugas-tugasnya.
Suatu hari Jum’at, Rufai’ berwudhu dan memperbagus wudhunya kemudian meminta ijin kepada majikannya untuk pergi. Majikannya berkata, “Hendak kemanakah kamu wahai Rufai’?” Rufai’ menjawab, “Saya hendak ke masjid.” Majikannya bertanya, “Masjid manakah yang engkau maksud?” Jawabnya, “Masjid Jami’” majikannya berkata, “Kalau begitu marilah berangkat bersamaku.” Maka keduanya berangkat ke masjid lalu masuk masjid seperti yang lain. Namun Rufai’ belum memahami apa tujuan majikannya. Ketika kaum muslimin telah berkumpul, majikan Rufai’ angkat bicara, “Saksikanlah wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku telah memerdekakan budakku ini (Rufai’) karena mengharap pahal Allah, memohon ampunan dan ridha-Nya. Dan bahwasanya tidak layak seseorang menempuh suatu jalan melainkan jalan yang baik.” Lalu dia menoleh kepada Rufai’ dan berdo’a kepada Allah: “Ya Allah, aku menjadikannya sebagai tabungan di sisi-Mu di hari dimana tiada manfaatnya harta dan anak-anak.”
Ketika selesai shalat, Rufai’ telah berjalan sendiri sedangkan majikannya telah berjalan sendiri pula. Sejak hari itu, Rufai’ bin Mihran sering bolak-balik ke Madinah Al-Munawarah. Beliau sempat bertemu dengan Ash-Shidiq r.a. beberapa saat sebelum wafatnya. Beliau juga beruntung dapat bertemua amirul mukminin (Umar bin Khaththab), belajar Al-Qur’an kepadanya dan shalat di belakangnya. Di samping berkutat dengan Kitabullah, Rufai’ yang julukannya adalah Abu Al-Aliyah ini juga akrab dengan hadits-hadits Rasulullah saw. sehingga beliau berusaha mendengarkan  riwayat hadits dari para tabi’in yang beliau temui di Bashrah. Akan tetapi muncul keinginan kuat dalam jiwanya untuk lebih dari itu. Maka seringkali beliau meluangkan waktu untuk pergi ke Madinah untuk mendengarkan hadits langsung dari para sahabat Rasulullah saw., sehingga tiada pembatas antara dirinya dengan Nabi saw suatu kenikmatan yang tiada tara tentunya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar