10 November 2011 pukul 13:33
Disunnahkan melakukan talqin setelah mayit dikuburkan dengan sempurna. Al-Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab dan dalam kitab al-Adkar menuliskan tata cara melakukan talqin terhadap mayit yang telah dikuburkan[1]. Yaitu dengan mengatakan:
“Wahai hamba Allah, wahai anak seorang perempuan hamba Allah -dengan disebut nama mayit dan nama ibunya, jika tidak diketahui nama ibunya maka dinisbahkan ke Hawwa’- (diucapkan sebanyak tiga kali), ingatlah perjanjian yang engkau yakini di dunia sampai engkau meninggal dunia; yaitu bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan bahwa engkau menerima dengan sepenuh hati Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai Nabimu dan al-Qur’an sebagai pemandu dan pembimbingmu”.
Jika mayit tersebut seorang perempuan maka permulaan kalimat talqin adalah dengan mengucapkan “Ya Amatallah ibnata Amatillah...”. Artinya, “Wahai perempuan hamba Allah, anak seorang perempuan hamba Allah...”, kemudian disebutkan nama mayit tersebut dan nama ibunya, jika tidak diketahui nama ibunya maka dinisbahkan kepada Hawwa’. Kalimat ini diucapkan sebanyak tiga kali. Setelah itu kemudian membacakan kalimat di atas dengan mengganti lafazh “Udzkur” menjadi “Udzkuri”, mengganti lafazh “Kharajta” menjadi “Kharajti”, menganti lafazh “Annaka” menjadi “Annaki”, dan mengganti lafazh “Radlita” menjadi “Radliti”.
Hadits yang menjelaskan anjuran talqin terhadap mayit adalah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh al-Hafizh ath-Thabarani. Al-Hafizh Ibn Hajar al-'Asqalani dalam kitab at-Talkhish al-Habir menuliskan sebagai berikut:
Penjelasan yang sama tentang talqin seperti yang telah dituliskan oleh al-Hafizh Ibn Hajar ini, dituliskan pula oleh al-Hafizh Murtadla az-Zabidi dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarh Ihya’ ‘Ulumiddin[3].
Talqin ini diperlukan karena setelah dikuburkan mayit akan menghadapi pertanyaan dua Malaikat; Munkar dan Nakir. Al-Imam Abu Dawud meriwayatkan dalam kitab Sunan, juga al-Imam al-Baihaqi meriwayatkannya dengan sanad yang hasan dari sahabat ‘Utsman ibn 'Affan, bahwa ia berkata: “Setiap Rasulullah selesai menguburkan mayit, beliau berdiri di dekatnya kemudian mengatakan:
“Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian, dan mintakan kepada Allah agar dikuatkan karena dia sekarang ditanya oleh Munkar dan Nakir”. (HR. Abu Dawud dan al-Baihaqi)
Dalam hadits di atas telah disebutkan bahwa Malaikat Munkar dan Nakir, masing-masing akan memegang tangan satu sama lainnya untuk mengajak sama-sama pergi. Kemudian salah satunya mengatakan: Marilah kita pergi, untuk apa kita duduk di dekat orang yang sudah diajarkan hujjahnya. Dengan demikian faedah dari talqin adalah agar mayit akan terbebas dari pertanyaan dua Malaikat; Munkar dan Nakir dan diselamatkan dari siksa kubur.[4]
Talqin ini disunnahkan bagi mayit yang sudah baligh. Al-Imam an-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar, menuliskan:
“Adapun mengenai talqin mayyit setelah dimakamkan, sekelompok besar dari Ashhab asy-Syafi’i (tokoh-tokoh besar madzhab Syafi’i) menyatakan bahwa hal itu sunnah hukumnya. Mereka yang menegaskan kesunnahan tersebut, di antaranya adalah: al-Qadli Husein dalam Ta'liq-nya, muridnya; Abu Sa'd al-Mutawalli dalam kitabnya at-Titimmah, Syekh al-Imam az-Zahid Abu al-Fath Nashr ibn Ibrahim ibn Nashr al-Maqdisi, al-Imam Abu al-Qasim ar-Rafi'i dan lainnya, al-Qadli Husein menukil kesunnahan ini dari para Ashhab asy-Syafi'i”. Kemudian an-Nawawi mengatakan: “Al-Imam Abu 'Amr Ibn ash-Shalah pernah ditanya tentang talqin ini, dan beliau menjawab dalam kumpulan fatwanya: Talqin ini yang kita pilih dan kita amalkan, dan telah diterangkan oleh Ashhab asy-Syafi'i yang ada di Khurasan”[5].
Bahkan Ibn Taimiyah dalam al-Fatawa menyebutkan bahwa talqin mayit setelah dikuburkan hukumnya boleh, dan beberapa sahabat Rasulullah telah memerintahkan untuk dilakukan talqin tersebut, seperti sahabat Abu Umamah. Demikian pula dengan murid Ibn Taimiyah; Ibn al-Qayyim juga menyebutkan hal yang sama dalam kitabnya ar-Ruh.
[1] al-Majmu’ Syrah al-Muhadzdzab, j. 5, h. 266-267. Lihat pula al-Adzkar, h. 162
[2] at-Talkhish al-Habir, j. 2, h. 135
[3] Ithaf as-Sadah al-Muttaqin, j. 10, h. 368
[4] Ini adalah rahmat yang Allah berikan kepada orang yang ditalqin tersebut, seperti halnya orang yang diberikan oleh Allah karunia mati syahid karena dibunuh secara zhalim atau karena kerobohan bangunan atau karena kebakaran dan semacamnya. Orang semacam ini tidak akan dikenai siksa kubur atau siksa akhirat meskipun ia pada masa hidupnya banyak melakukan maksiat dan dosa besar kepada Allah.
[5] al-Adzkar, h. 162-163
يَا
عَبْدَ اللهِ يَا ابْنَ أَمَةِ اللهِ -ثَلاَثَ مَرَّاتٍ- اُذْكُرِ
العَهْدَ الَّذِيْ خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَأَنَّكَ رَضِيْتَ
بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا
وَبِالقُرْءَانِ إِمَامًا.
“Wahai hamba Allah, wahai anak seorang perempuan hamba Allah -dengan disebut nama mayit dan nama ibunya, jika tidak diketahui nama ibunya maka dinisbahkan ke Hawwa’- (diucapkan sebanyak tiga kali), ingatlah perjanjian yang engkau yakini di dunia sampai engkau meninggal dunia; yaitu bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan bahwa engkau menerima dengan sepenuh hati Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai Nabimu dan al-Qur’an sebagai pemandu dan pembimbingmu”.
Jika mayit tersebut seorang perempuan maka permulaan kalimat talqin adalah dengan mengucapkan “Ya Amatallah ibnata Amatillah...”. Artinya, “Wahai perempuan hamba Allah, anak seorang perempuan hamba Allah...”, kemudian disebutkan nama mayit tersebut dan nama ibunya, jika tidak diketahui nama ibunya maka dinisbahkan kepada Hawwa’. Kalimat ini diucapkan sebanyak tiga kali. Setelah itu kemudian membacakan kalimat di atas dengan mengganti lafazh “Udzkur” menjadi “Udzkuri”, mengganti lafazh “Kharajta” menjadi “Kharajti”, menganti lafazh “Annaka” menjadi “Annaki”, dan mengganti lafazh “Radlita” menjadi “Radliti”.
Hadits yang menjelaskan anjuran talqin terhadap mayit adalah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh al-Hafizh ath-Thabarani. Al-Hafizh Ibn Hajar al-'Asqalani dalam kitab at-Talkhish al-Habir menuliskan sebagai berikut:
وَرَدَ بِهِ الْخَبَرُ عَنِ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ. الطَّبَرَانِيُّ عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ: إِذَا أَنَا مِتُّ فَاصْنَعُوْا بِيْ كَمَا أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا، أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَ: "إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتُمْ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لْيَقُلْ: يَا فُلاَنُ ابْنَ فُلاَنَةٍ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلاَ يُجِيْبُ، ثُمَّ يَقُوْلُ يَا فُلاَنُ ابْنَ فُلاَنَةٍ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِيْ قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُوْلُ: يَا فُلاَنُ ابْنَ فُلاَنَةٍ، فَإِنَّهُ يَقُوْلُ: أَرْشِدْنَا يَرْحَمُكَ اللهُ، وَلكِنْ لاَ تَشْعُرُوْنَ، فَلْيَقُلْ: اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِالقُرْءَانِ إِمَامًا، فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُوْلُ: انْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ مَنْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ، قَالَ: فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ ؟ قَالَ: "يَنْسِبُهُ إِلَى أُمِّهِ حَوَّاء، يَا فُلاَنُ ابْنَ حَوَّاء"، وَإِسْنَادُهُ صَالِحٌ، وَقَدْ قَوَّاهُ الضِّيَاءُ فِيْ أَحْكَامِهِ.
“Talqin mayit setelah dikuburkan terdapat dalam hadits Nabi. Ath-Thabarani meriwayatkan dari Abu Umamah: Jika aku meninggal, lakukanlah kepadaku apa yang Rasulullah perintahkan untuk kita lakukan terhadap orang-orang yang meninggal di antara kita. Rasulullah memerintahkan kita, beliau berkata: Jika salah seorang saudara kalian meninggal lalu kalian timbunkan tanah di atas kuburnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian berdiri di dekat kepalanya, lalu mengatakan: Wahai Fulan anak Fulanah, sungguh dia mendengar tetapi tidak bisa menjawab. Kemudian hendaklah ia mengatakan lagi: Wahai Fulan anak Fulanah, sungguh dia akan bergerak dan duduk. Kemudian hendaklah ia mengatakan lagi: Wahai Fulan anak Fulanah, sungguh dia akan mengatakan: Berilah kami petunjuk, semoga anda dirahmati oleh Allah, tetapi kalian tidak melihat itu semua. Kemudian hendaklah ia mengatakan:
اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِالقُرْءَانِ إِمَامًا.
Maka Malaikat Munkar dan Nakir, masing-masing akan memegang tangan temannya mengajaknya pergi dan mengatakan: Marilah kita pergi, untuk apa kita duduk di dekat orang yang sudah diajarkan hujjahnya. Abu Umamah berkata: Salah seorang bertanya kepada Nabi: Wahai Rasulullah, Jika ia tidak mengetahui ibunya? Rasulullah menjawab: “Hendaklah ia nasabkan kepada ibunya; Hawwa', Wahai Fulan ibn Hawwa’”. Sanad hadits ini Shalih dan al-Hafizh adl-Dliya' menganggapnya kuat dalam kitab Ahkam-nya”[2].
Penjelasan yang sama tentang talqin seperti yang telah dituliskan oleh al-Hafizh Ibn Hajar ini, dituliskan pula oleh al-Hafizh Murtadla az-Zabidi dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarh Ihya’ ‘Ulumiddin[3].
Talqin ini diperlukan karena setelah dikuburkan mayit akan menghadapi pertanyaan dua Malaikat; Munkar dan Nakir. Al-Imam Abu Dawud meriwayatkan dalam kitab Sunan, juga al-Imam al-Baihaqi meriwayatkannya dengan sanad yang hasan dari sahabat ‘Utsman ibn 'Affan, bahwa ia berkata: “Setiap Rasulullah selesai menguburkan mayit, beliau berdiri di dekatnya kemudian mengatakan:
اِسْتَغْفِرُوْا لأَخِيْكُمْ، وَاسْأَلُوْا اللهَ لَهُ التَّـثْبِيْتَ فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ (رواه أبو داود والبيهقيّ)
“Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian, dan mintakan kepada Allah agar dikuatkan karena dia sekarang ditanya oleh Munkar dan Nakir”. (HR. Abu Dawud dan al-Baihaqi)
Dalam hadits di atas telah disebutkan bahwa Malaikat Munkar dan Nakir, masing-masing akan memegang tangan satu sama lainnya untuk mengajak sama-sama pergi. Kemudian salah satunya mengatakan: Marilah kita pergi, untuk apa kita duduk di dekat orang yang sudah diajarkan hujjahnya. Dengan demikian faedah dari talqin adalah agar mayit akan terbebas dari pertanyaan dua Malaikat; Munkar dan Nakir dan diselamatkan dari siksa kubur.[4]
Talqin ini disunnahkan bagi mayit yang sudah baligh. Al-Imam an-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar, menuliskan:
وَأَمَّا
تَلْقِيْنُ الْمَيِّتِ بَعْدَ الدَّفْنِ، فَقَدْ قَالَ جَمَاعَةٌ
كَثِيْرُوْنَ مِنْ أَصْحَابِنَا بِاسْتِحْبَابِهِ، وَمِمَّنْ نَصَّ عَلَى
اسْتِحْبَابِهِ: الْقَاضِي حُسَيْنٌ فِيْ تَعْلِيْقِهِ، وَصَاحِبُهُ أَبُوْ
سَعْدٍ الْمُتَوَلِّي فِيْ كِتَابِهِ "اَلتِّـتِمَّةُ"، وَالشَّيْخُ
الإِمَامُ الزَّاهِدُ أَبُوْ الْفَتْحِ نَصْرُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ
نَصْرٍ الْمَقْدِسِيُّ، وَالإِمَامُ أَبُوْ القَاسِمِ الرَّافِعِيُّ
وَغَيْرُهُمْ، وَنَقَلَهُ الْقَاضِي حُسَيْنٌ عَنِ الأَصْحَابِ" ثُمَّ
قَالَ: "وَسُئِلَ الشَّيْخُ الإِمَامُ أَبُوْ عَمْرِو بْنُ الصَّلاَحِ
رَحِمَهُ اللهُ عَنْ هذَا التَّلْقِيْنِ، فَقَالَ فِيْ فَتَاوِيْهِ:
التَّلْقِيْنُ هُوَ الَّذِيْ نَخْتَارُهُ وَنَعْمَلُ بِهِ، وَذَكَرَهُ
جَمَاعَةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا الْخُرَاسَانِيِّيْنَ .
“Adapun mengenai talqin mayyit setelah dimakamkan, sekelompok besar dari Ashhab asy-Syafi’i (tokoh-tokoh besar madzhab Syafi’i) menyatakan bahwa hal itu sunnah hukumnya. Mereka yang menegaskan kesunnahan tersebut, di antaranya adalah: al-Qadli Husein dalam Ta'liq-nya, muridnya; Abu Sa'd al-Mutawalli dalam kitabnya at-Titimmah, Syekh al-Imam az-Zahid Abu al-Fath Nashr ibn Ibrahim ibn Nashr al-Maqdisi, al-Imam Abu al-Qasim ar-Rafi'i dan lainnya, al-Qadli Husein menukil kesunnahan ini dari para Ashhab asy-Syafi'i”. Kemudian an-Nawawi mengatakan: “Al-Imam Abu 'Amr Ibn ash-Shalah pernah ditanya tentang talqin ini, dan beliau menjawab dalam kumpulan fatwanya: Talqin ini yang kita pilih dan kita amalkan, dan telah diterangkan oleh Ashhab asy-Syafi'i yang ada di Khurasan”[5].
Bahkan Ibn Taimiyah dalam al-Fatawa menyebutkan bahwa talqin mayit setelah dikuburkan hukumnya boleh, dan beberapa sahabat Rasulullah telah memerintahkan untuk dilakukan talqin tersebut, seperti sahabat Abu Umamah. Demikian pula dengan murid Ibn Taimiyah; Ibn al-Qayyim juga menyebutkan hal yang sama dalam kitabnya ar-Ruh.
[1] al-Majmu’ Syrah al-Muhadzdzab, j. 5, h. 266-267. Lihat pula al-Adzkar, h. 162
[2] at-Talkhish al-Habir, j. 2, h. 135
[3] Ithaf as-Sadah al-Muttaqin, j. 10, h. 368
[4] Ini adalah rahmat yang Allah berikan kepada orang yang ditalqin tersebut, seperti halnya orang yang diberikan oleh Allah karunia mati syahid karena dibunuh secara zhalim atau karena kerobohan bangunan atau karena kebakaran dan semacamnya. Orang semacam ini tidak akan dikenai siksa kubur atau siksa akhirat meskipun ia pada masa hidupnya banyak melakukan maksiat dan dosa besar kepada Allah.
[5] al-Adzkar, h. 162-163
- 103 orang menyukai ini.
- 45 dari 67
- AQIDAH AHLUSSUNNAH: ALLAH ADA TANPA TEMPAT baca yang bener yaaaa... !!! jangan asal nulis komen sembarangan..!!! kalo ga pernah "NGAJI" jangan nulisk komen!!! Semua catatan di page ini dengan referensi kuat dan boleh ngaji....
- AQIDAH AHLUSSUNNAH: ALLAH ADA TANPA TEMPAT ini pahami yang bener riwayat al Hafizh Ibn Hajar dalam at Talhish al Habir....
وَرَدَ بِهِ الْخَبَرُ عَنِ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ. الطَّبَرَانِيُّ عَنْ أَبِيْ أُمَامَةَ: إِذَا أَنَا مِتُّ فَاصْنَعُوْا بِيْ كَمَا أَمَرَنَا رَسُوْلُ الل...Lihat Selengkapnya - AQIDAH AHLUSSUNNAH: ALLAH ADA TANPA TEMPATini paham ga?
وَإِسْنَادُهُ صَالِحٌ، وَقَدْ قَوَّاهُ الضِّيَاءُ فِيْ أَحْكَامِهِ - Ahmad Habib Sungguh tidak kuat pemikiran hamba mengenai hal2 yang ghaib. yg penting pemikiran ane sekarang talqin mayit itu adalah salah satu upaya dalam membantu seseorang yang telah meninggal dalam menghadapi persidangan dengan malaikat Munkar dan Nakir, karena ...Lihat Selengkapnya
- Heterosiklik Izz Bound SB@.....anda sebenarnya ingin jawaban.....atau memancing reaksi...sbagaiamana pendapat2 dari kaum anda...*jangan selalu memancing reaksi-jagan kedamaian*...
- Rheihana Al-kautsar subhanallah.. bermanfaat sekali.. berarti klo dah talqin (walaupun banyak dosa) akan selamat dari siksa kubur ya..
- Rheihana Al-kautsar tapi saya pernah denger, katanya kalo alam kubur itu bisa jadi Surga Atau Nerakanya Si Mayyit, ada yang bisa jelasin gak maksudnya ni apa? tks
- Ahmad Habib Hanya ALLAH YANG MAHA MENGETAHUI DAN MAHA PENGAMPUN. kita manusia biasa hanya bisa berusaha dan berusaha... apa salahnya jika kita berusaha...
- Rheihana Al-kautsar ADMINNYA MANA??? saya butuh penjelasan ttg Ada atau tidaknya siksa kubur. sperti yang saya jelaskan diatas.. tks..
- Doa dan Dzikir Shahih Harian Contoh manusia yang membasahi lidahnya dengan dzikir,
Pertama, sahabat Abu Darda radliallahu 'anhu
Salah satu murid terdekatnya pernah bertanya kepada beliau: Saya melihat, anda tidak pernah berhenti dzikir. Berapa anda bertasbih dalam sehari? Abu Dard...Lihat Selengkapnya - Ahmad Habib @Rheihana Al-kautsar : admin hanyalah manusia bro... kalau ingin tahu ya silahkan meninggal dulu biar tahu kepastiannya. kita sebagai seorang muslim wajib beriman terhadap hal2 yang ghaib termasuk siksa kubur. karena kalau di pelajari otak manusia t...Lihat Selengkapnya
- Ahmad Habibوَالَّذِيْنَ جَاءُوْامِنْ بَعْدِ هِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَااغْفِرْلَنَا وَلاِءخْوَنِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلاِءْيمن
- Ahmad Habib “Dan orang-orang yang datang setelah mereka, berkata: Yaa Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan beriman.” (QS Al-Hasyr 59: 10)
- Syafi Syafna reihana@gak percaya pada siksa kubur ya??CELAKALAH ENGKAU.
Tiada huruf tiada suara@penentang talkin??apakah anda sudah memenuhi akal dan hati nurani anda?at0 malah sebaliknya??yaitu itu menuruti AKAL DAN HAWANAFSU ANDA..coba renungkan,dalami dan pelajari lg.jg hanya mencela.sbb SIFAT MENCELA ADALAH SEKUTU ABADI IBLIS YG TERKUTUK,NA'UDZUBILLAH. .
AFWAN....Lihat Selengkapnya - Sandy Hasan Ahmed Aye setuju tuh tenteng masalah taqlin..gak ada salahnya klo di coba...namanya juga khan usaha...
- Azrul HD @mahfud hidayat - berpegang pada al-quran & hadith sahih tanpa memahami Al-Nasikh wa al-Mansukh juga boleh membawa kepada kesesatan. Adakah ulama mengharamkan hadith daif? sampai anda menyeru kepada hadith sahih sahaja. Bukankah hadith daif itu juga perkataan Rasulullah?
- Azrul HD Talkin adalah sunat hukumnya. Bukan wajib. Bukan harus/jaiz. Bukan juga haram. Bukan juga makruh. Sama spt membaca doa untuk si mayat. Jadi kena perlu dibantah? Yang haramnya adalah percampuran lelaki sama perempuan di perkuburan.
- Acep Syihabuddin Muhsin alhamdulillah. . .ilmu yang sungguh sangat bermanfa'at. . .
Dan wahabi hanya bisa mengejek, tapi kalau diadu argumen, gak kebayang becirnya. - Syobirin Ade Pesan Al-Walid al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya Ba’Alawy :
Jadikanlah keimanan sebagai Imam...Lihat Selengkapnya - Ahmad Zakaria Orang yang datang kemudian gampang sekali menyebut bid'ah orang yang datang lebih dahulu dan banyak bertanya yang tidak perlu ditanyakan mereka telah merusak agama mereka sendiri dan merasa benar dengan ilmu yang sedikit...?
- Ahmad Zakaria Tks atas informasinya Sahabat, semoga ALLAH melapangkan anda masuk kedalam syurga amiin
- Laksa Satriya Ass Sesungguhnya Manusia dalam kerugian (Celaka) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.
- Zakaria Ahmad aku kok heran.... hadits yang disampaikan kok
hadist ndoif semua... ngk sampai ke rasulullah...
jangan-jangan.... grup ini yg sesat - Saenong zakaria <<<< adakah larang memakai hadits daif?inilah yang menjadi kesalahan pehaman orang2 yang mengagungkan dirinya pengikut rasul tapi dia pilah2 hadtis2 beliau sehingga menjadi bingung sendiri.
- AQIDAH AHLUSSUNNAH: ALLAH ADA TANPA TEMPAT sebutkan... hadits yg mana dalam catatan di atas yg dlo'if????
- Ach Fudholi Semuanya berdasarkan al-qur'an & hadits, tapi menurut siapa..?
1. menurut pemehaman ulama salaf, atau...
2. menurut pemahaman ulama "tanduk syetan"...Lihat Selengkapnya - Ahmad Zakaria Biang keladi semua ini adalah wahabi, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah pendiri kelompok Wahabi yang mazhab fikihnya dijadikan mazhab resmi kerajaan Saudi Arabia, hingga saat ini.
Di situs Arrahmah disebut:...Lihat SelengkapnyaJAKARTA (Arrahmah.com) - Belakangan ini nama Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab ram...Lihat Selengkapnya - Laksa Satriya kebanyakan koment teman2 tertuju pada hadist yang dhoif atau tidaknya, kenapa tidak tertuju pada arti talqin pada si mayyit dan apa faedah dan kelanjutan pada kehidupan berikutnya, kenapa??? apa pada tidak ngerti, atau belum tau atau apa bekal yang dibawa dan apakah amal-amal yang dikumpulkan selama ini dan sisa hidup mendatang, dan sudah amankah kita menghadapi kehidupan selanjutnya, siapa penolong kita?
- Ali Mashuri kemungkinan bila paham wahabi mayoritas bisa2 menumpas bersih kaum suni, sebab paham wahabi slalu menebar kedengkian. Tapi kalo yang mayoritas suni selalu melindungi umat lain seperti yg di anjurkan Rasulullah saw yaitu RAHMATAN LILALAMIN.
- Enny Maulidna Sembiring Yg bodoh jangan ngomong. Kalau gak tau jgn sok tau. Wahabi itu bukan pengikut sunnah,tapi penebar fitnah.
- Paulus Albarzah Manfaat TALQIN banyak: 1.u/mengingat simayit akn pertanyaan MALAIKAT ALLAH MUNKAR WA NAKIR spy kt DPT MENJAWABNYA bg orang mukmin pasti dpt mendengar apa yg dibacain TALQIN bg orang munafik tdk dpt mendengar krn tlh dittp telinganya
Oleh ALLAH,APALG WAHABI MAU HIDUP/MATI TETAPNYA BUDEK KUPINGNYA sok suci&plng benar sendìri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar