Semenjak Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam meninggal dunia, kaum muslimin telah terlibat sejumlah peperangan
melawan orang-orang murtad di seluruh penjuru jazirah Arab. Setidaknya
11 regu pasukan telah dikerahkan untuk masalah ini. Mereka menjelajah ke
segenap penjuru Arab. Berperang dan menjalankan titah yang diberikan
tanpa menguranginya.
Bani Hanifah yang berdiam di daerah
Yamamah dan pengikut setia Musailamah adalah orang-orang murtad yang
sangat berbahaya bagi kaum muslimin di Madinah. Mereka telah memiliki
pasukan lebih dari 40 ribu serdadu[1]. Mereka memiliki tingkat kesukuan
yang tinggi, sehingga mereka mampu berafiliasi dan bersiap untuk
berperang melawan kaum muslimin. Bahkan mereka sanggup menyerang ke
jantung kota Madinah. Tak mengherankan ketika pasukan muslimin di bawah
pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal yang pertama kali dikirimkan mengalami
kegagalan melawan pasukan Musailamah. Untuk itu, Abu Bakar memindahkan
Ikrimah dalam penyerangan ke daerah lain dan memerintahkan Syurahbil bin
Hasanah untuk membantu Ikrimah dan memerintahkan untuk secara
perlahan-lahan menuju daerah Yamamah. Selain itu, Abu Bakar juga
mempersiapkan pasukan di bawah komando Khalid bin Walid radhiyallahu
‘anhu. Abu Bakar lalu memerintahkan Syurahbil untuk bergabung dengan
Khalid bin Walid[2].
Pasukan Islam mendekat kearah Yamamah di
bawah pimpinan para shahabat Muhajirin, seperti Abu Hudzaifah, Zaid bin
Khaththab dengan pembawa panji Salim, pelayan Abu Hudzaifah. Juga ada
orang-orang Anshar, seperti Tsabit bin Qais bin asy Syammas… Ketika
pasukan Islam telah berjalan mendekat, Musailamah mengetahuinya.
Musailamah lalu bertolak menuju Aqriba’ dna mendirikan tenda disana.
Kaum muslimin memiliki kesempatan untuk melakukan peperangan dengan
Musailamah dan pasukkanya yang hanya berjumlah 40 sampai 60 orang
laki-laki [3]. Lalu terjadilah pertempuran melawan Musailamah dan
pasukannya. Orang yang pertama kali tewas adalah seorang lelaki bernama
Ar Rijal bin Anfawah, dia adalah orang yang telah beriman dan patuh
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi kemudian dia murtad
dan mengikuri Musailamah. Dia menganggap Nabi dan Musailamah adalah
orang-orang yang menjadi utusan.
Perang ini terasa lebih memberatkan bani
Hanifah daripada Musailamah, dan merupakan peperangan yang paling berat
yang pernah mereka lakukan. Pada serangan pertama, bani Hanifah dapat
mengkoordinasikan pasukannya dengan baik, sehingga pasukan Islam
terpecah kesatuannya, bahkan mereka hamper memperoleh kemenangan. Akan
tetapi pasukan Islam dikondisikan untuk tetap bersatu dan berperang
dengan keras.
Diantara shahabat yang berperang dengan
semangat penuh adalah Tsabit bin Qais bin asy SYammas yang membawa panji
shahabat Anshar. Tsabit bertanya, “Seburuk-buruk prilaku yang kalian
biasakan wahai kaum muslimin, Ya Allah bebaskanlah aku dari apa yang
mereka –penduduk Yamamah- lakukan, dan aku meminta ampunan kepadamu
Allah atas apa yang mereka –kaum muslimin- lakukan.” Kemudian Tsabit
berperangan dengan gigihnya hingga dia terbunuh. Abu Hudzaifah
radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai para penghafal al Qur’an, hiasilah al
Qur’an kalian dengan amalan-amalan.”[4]
Perang berlangsung sangat dahsyat, pada
awalnya kemenangan berada di tangan bani Hanifah, kemudian dapat
diimbangi oleh tentara Islam. Kemudian Khalid bin Walid memerintahkan
masyarakat untuk memisahkan diri, agar setiap kelompok dan suku dan
berkumpul sendiri-sendiri, agar dapat dilihat darimana datangnya pasukan
musuh. Perang tersebut sangat dahsyat. Para pejuang tangguh Islam
kebanyakan adalah para penghafal al Qur’an baik dari Anshar maupun dari
Muhajirin. Adapun slogan yang diusung kaum muslik ketika itu adalah:
tetaplah menjadi pengikut Muhammad, meskipun mereka mengatakan masa
meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendengar slogan
itu, Musailamah dan pasukannya terdiam, lalu beberapa saat kemudian para
pengikut Musaimalah meninggalkannya.
Melihat kejadian itu, Khalid menyebut
Musailamah sebagai sang pembohong. Khalid juga menimpakan cemoohan
kepada Musailamah dan Musailamah pun sibuk membalas cemoohan itu, karena
kalah omongan, Musailamah menantang duel. Khalid pun menanggapinya.
Akhirnya Musailamah kalah dan melarikan diri begitu pula pasukannya.
Pasukan Islam lalu mengejar mereka dan membunuh mereka semua. Jelaslah
kemenangan ditangan kaum muslim. Mengetahui hal itu para pengikut
Musailamah bertanya kepada Musailamah, “Kemana kamu akan membawa kami?”
Musailamah menjawab, “Berperanglah sekuat-kuatnya.” Mendengar jawaban
itu, para pengikut Musailamah menyuarakan, “Taman! Taman!” agar mereka
dapat berlindung di taman milik Musailamah dengan aman dan tenang.
Kemudian Musailamah dan pasukannya berjumlah 7000 orang bani Hanifah
menuju taman yang dimaksud untuk memperoleh perlindungan. Mereka masuk
taman itu dan menutup pintunya dan berlindung diri di dalamnya.
Beberapa para pejuang muslim yang
terkenal pemberani tetap mengikuti mereka, di antara pemberani tersebut
adalah Al Bara’ bin Malik, saudara dari shahabt yang sering membantu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Anas bin Malik. Dia
adalah shahabat yang keberaniannya disamakan dengan harimau. Ketika Al
Bara’ melihat kaum muslimin mengelilingi tembok taman, dia meminta
sebagian kaum muslim untuk mengangkat dirinya dan melemparkannya ke atas
tembok, agar dia dapat membuka pintu. Akan tetapi idenya tersebut
ditentang oleh para pejuang lainnya, mereka mengkhawatirkan keselamatan
Al Bara’ jika menyerang atau masuk ke daerah musuh sendirian. Namun,
ketika mereka melihat keteguhan niat Al Bara’, mereka pun luluh dan
melemparkan Al Bara’ ke tembok. Pada akhirnya Al Bara’ berhasil
membukakan pintu untuk kaum muslimin setelah dia menyerang sendiri.
Perang dahsyat antara dua kubu pun tak
terelakkan, ketika pasukan Islam berhasil masuk taman itu. Tentara Islam
juga berhasil membunuh Musailamah. Orang yang berhasil membunuh
Musailamah adalah seorang sahabat Anshar bernama Wahsyi, orang yang
dahulu membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu. Ketika
bani Hanifah mengetahui tewasnya Musailamah,mereka pun tercerai berai,
sehingga mudah bagi kaum muslimin mengalahkan mereka[5]. Lalu salah
seorang tawanan Khalid bin Walid, salah satu dari para pemimpin bani
Hanifah meminta perdamaian dengan Khalid. Dia berbohong dengan
mengatakan bahwa di dalam salah satu benteng berkumpul banyak laki-laki
yang sewaktu-waktu dapat menyerang pasukan Islam, sedangkan kaum
wanitanya telah mengenakan busur, mereka mulai menampakkan diri mereka
dari atas benteng itu. Pasukan Islam mengira bahwa memang benar apa yang
dikatakan pemimpin itu. Oleh karena itu, sang pemimpin melakukan
perjanjian dengan Khalid bin Walid untuk menghentikan peperangan dan
beberapa persyaratan lain demi kepentingan kaumnnya. Namun, kaum
muslimin berhasil mengetahui bahwa apa yang ada di benteng itu hanya
kaum perempuian dan orang-orang jompo dan mereka diampuni Islam.
Kemudian datanglah perintah dari
Khalifah Abu Bakar untuk membunuh anak-anak yang telah menginjak usia
dewasa, hal ini dilakukan ketika Abu Bakar tahu bahwa perdamaian yang
ditawarkan oleh bani Hanifah bukanlah perdamaian yang tulus, tetapi
hanya usaha untuk mengulur-ulur waktu. Dengan perang tersebut hilangkan
kemurtadan orang bani Hanifah dan tewaslah mereka yang berbohong. Selain
itu ada juga dari mereka yang akhirnya kembali lagi memeluk Islam [6].
Dan sebagian dari mereka pada hari pembebasan Yamamah diuji terlebih
dahulu dengan ujian yang baik.
Banyak shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam ang menjadi syahid dalam perang ini. Di antara mereka adalah
sejumlah shahabat yang turut serta dalam perang Badar, perang Uhud, dan
peperangan lainnya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jumlah korban syahid mencapai 360 orang Anshar dan 300 orang Muhajirin,
selain sejumlah arab[7] muslim lainnya. Adapun korban tewas dari bani
Hanifah berjumlah 20 ribu orang [8].
Kebanyakan muslim yang syahid dalam
perang Yamamah ini adlaah mereka yang menghafal al Qur’an. Melihat
kondisi seperti itu, kaum muslimin khawatir akan hilangnya al Qur’an
dengan meninggalnya para penghafal al Qur’an. Kemudian, kaum muslimin
mengambil langkah untuk mengumpulkan al Qur’an menjadi satu mushaf
pertama. Peristiwa pengumpulan ini terjadi pada masa Abu Bakar
radhiyallahu ‘anhu.[9]
Foot Note:
[1] Ath Thabari, Tarikh Al Umam wa Al Muluk 3/244
[2] Ath Thabari: Sejarahnya. Jilid 3 hal.243
[3] Khalifah bin Khayyath, At Tarikh
(106); Adz Dzahabi, Tarikh Al Islam wa Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam,
‘Ahdu al Khulafaur Rasyidin (40); Ibnu Al Atsir, Al Kamil fi at Tarikh
2/362.
[4] Ath Thabari, Tarikh Al Umam wa Al
Muluk 3/248, Adz Dzahabi, Tarikh Al Islam wa Wafayat Al Masyahir wa Al
A’lam, ‘Ahdu al Khulafaur Rasyidin; Ibnu Al Atsir, Al Kamil fi at Tarikh
2/363.
[5] Khalifah bin Khayyath, At Tarikh
(109); Ath Thabari, Tarikh Al Umam wa Al Muluk 3/248. Adz Dzahabi,
Tarikh Al Islam wa Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam, ‘Ahdu al Khulafaur
Rasyidin (39).
[6] Khalifah bin Khayyath, At Tarikh
(110-111); Ath Thabari, Tarikh Al Umam wa Al Muluk 3/253. Adz Dzahabi,
Tarikh Al Islam wa Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam, ‘Ahdu al Khulafaur
Rasyidin (40).
[7] Untuk mengetahui siapa orang-orang
yang meninggal dalam keadaan syahid dalam perang Yamamah, lihatlah
Khalifah bin Khayyath, At Tarikh (111-115); Adz Dzahabi, Tarikh Al Islam
wa Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam, ‘Ahdu al Khulafaur Rasyidin
(53-73).
[8] ] Ath Thabari, Tarikh Al Umam wa Al Muluk 3/252, Ibnu Al Atsir, Al Kamil fi at Tarikh 2/364.
[9] Lihat sebuah riwayat yang
disampaikan oleh Al Bukhari dalam Ibnu Hajar Al Asqalani, Fath Bari
dalam bab pengumpulan al Qur’an (9/8); Adz Dzahabi, Tarikh Al Islam wa
Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam, ‘Ahdu al Khulafaur Rasyidin (79); Al
Muhibb Ath Thabari, Ar Riyadh an Nadhirah fi Manaqib Al ‘Asyarah.
Dikutip dari: Penaklukan Dalam Islam, DR.Abdul Aziz bin Ibrahim Al Umari, Penerbit Darussunnah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar