Kamis, 10 April 2014

Pertempuran Yamamah Tahun 11 Hijriyah

Semenjak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, kaum muslimin telah terlibat sejumlah peperangan melawan orang-orang murtad di seluruh penjuru jazirah Arab. Setidaknya 11 regu pasukan telah dikerahkan untuk masalah ini. Mereka menjelajah ke segenap penjuru Arab. Berperang dan menjalankan titah yang diberikan tanpa menguranginya.
Bani Hanifah yang berdiam di daerah Yamamah dan pengikut setia Musailamah adalah orang-orang murtad yang sangat berbahaya bagi kaum muslimin di Madinah. Mereka telah memiliki pasukan lebih dari 40 ribu serdadu[1]. Mereka memiliki tingkat kesukuan yang tinggi, sehingga mereka mampu berafiliasi dan bersiap untuk berperang melawan kaum muslimin. Bahkan mereka sanggup menyerang ke jantung kota Madinah. Tak mengherankan ketika pasukan muslimin di bawah pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal yang pertama kali dikirimkan mengalami kegagalan melawan pasukan Musailamah. Untuk itu, Abu Bakar memindahkan Ikrimah dalam penyerangan ke daerah lain dan memerintahkan Syurahbil bin Hasanah untuk membantu Ikrimah dan memerintahkan untuk secara perlahan-lahan menuju daerah Yamamah. Selain itu, Abu Bakar juga mempersiapkan pasukan di bawah komando Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Abu Bakar lalu memerintahkan Syurahbil untuk bergabung dengan Khalid bin Walid[2].
Pasukan Islam mendekat kearah Yamamah di bawah pimpinan para shahabat Muhajirin, seperti Abu Hudzaifah, Zaid bin Khaththab dengan pembawa panji Salim, pelayan Abu Hudzaifah. Juga ada orang-orang Anshar, seperti Tsabit bin Qais bin asy Syammas… Ketika pasukan Islam telah berjalan mendekat, Musailamah mengetahuinya. Musailamah lalu bertolak menuju Aqriba’ dna mendirikan tenda disana. Kaum muslimin memiliki kesempatan untuk melakukan peperangan dengan Musailamah dan pasukkanya yang hanya berjumlah 40 sampai 60 orang laki-laki [3]. Lalu terjadilah pertempuran melawan Musailamah dan pasukannya. Orang yang pertama kali tewas adalah seorang lelaki bernama Ar Rijal bin Anfawah, dia adalah orang yang telah beriman dan patuh kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi kemudian dia murtad dan mengikuri Musailamah. Dia menganggap Nabi dan Musailamah adalah orang-orang yang menjadi utusan.
Perang ini terasa lebih memberatkan bani Hanifah daripada Musailamah, dan merupakan peperangan yang paling berat yang pernah mereka lakukan. Pada serangan pertama, bani Hanifah dapat mengkoordinasikan pasukannya dengan baik, sehingga pasukan Islam terpecah kesatuannya, bahkan mereka hamper memperoleh kemenangan. Akan tetapi pasukan Islam dikondisikan untuk tetap bersatu dan berperang dengan keras.
Diantara shahabat yang berperang dengan semangat penuh adalah Tsabit bin Qais bin asy SYammas yang membawa panji shahabat Anshar. Tsabit bertanya, “Seburuk-buruk prilaku yang kalian biasakan wahai kaum muslimin, Ya Allah bebaskanlah aku dari apa yang mereka –penduduk Yamamah- lakukan, dan aku meminta ampunan kepadamu Allah atas apa yang mereka –kaum muslimin- lakukan.” Kemudian Tsabit berperangan dengan gigihnya hingga dia terbunuh. Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai para penghafal al Qur’an, hiasilah al Qur’an kalian dengan amalan-amalan.”[4]
Perang berlangsung sangat dahsyat, pada awalnya kemenangan berada di tangan bani Hanifah, kemudian dapat diimbangi oleh tentara Islam. Kemudian Khalid bin Walid memerintahkan masyarakat untuk memisahkan diri, agar setiap kelompok dan suku dan berkumpul sendiri-sendiri, agar dapat dilihat darimana datangnya pasukan musuh. Perang tersebut sangat dahsyat. Para pejuang tangguh Islam kebanyakan adalah para penghafal al Qur’an baik dari Anshar maupun dari Muhajirin. Adapun slogan yang diusung kaum muslik ketika itu adalah: tetaplah menjadi pengikut Muhammad, meskipun mereka mengatakan masa meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendengar slogan itu, Musailamah dan pasukannya terdiam, lalu beberapa saat kemudian para pengikut Musaimalah meninggalkannya.
Melihat kejadian itu, Khalid menyebut Musailamah sebagai sang pembohong. Khalid juga menimpakan cemoohan kepada Musailamah dan Musailamah pun sibuk membalas cemoohan itu, karena kalah omongan, Musailamah menantang duel. Khalid pun menanggapinya. Akhirnya Musailamah kalah dan melarikan diri begitu pula pasukannya. Pasukan Islam lalu mengejar mereka dan membunuh mereka semua. Jelaslah kemenangan ditangan kaum muslim. Mengetahui hal itu para pengikut Musailamah bertanya kepada Musailamah, “Kemana kamu akan membawa kami?” Musailamah menjawab, “Berperanglah sekuat-kuatnya.” Mendengar jawaban itu, para pengikut Musailamah menyuarakan, “Taman! Taman!” agar mereka dapat berlindung di taman milik Musailamah dengan aman dan tenang. Kemudian Musailamah dan pasukannya berjumlah 7000 orang bani Hanifah menuju taman yang dimaksud untuk memperoleh perlindungan. Mereka masuk taman itu dan menutup pintunya dan berlindung diri di dalamnya.
Beberapa para pejuang muslim yang terkenal pemberani tetap mengikuti mereka, di antara pemberani tersebut adalah Al Bara’ bin Malik, saudara dari shahabt yang sering membantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Anas bin Malik. Dia adalah shahabat yang keberaniannya disamakan dengan harimau. Ketika Al Bara’ melihat kaum muslimin mengelilingi tembok taman, dia meminta sebagian kaum muslim untuk mengangkat dirinya dan melemparkannya ke atas tembok, agar dia dapat membuka pintu. Akan tetapi idenya tersebut ditentang oleh para pejuang lainnya, mereka mengkhawatirkan keselamatan Al Bara’ jika menyerang atau masuk ke daerah musuh sendirian. Namun, ketika mereka melihat keteguhan niat Al Bara’, mereka pun luluh dan melemparkan Al Bara’ ke tembok. Pada akhirnya Al Bara’ berhasil membukakan pintu untuk kaum muslimin setelah dia menyerang sendiri.
Perang dahsyat antara dua kubu pun tak terelakkan, ketika pasukan Islam berhasil masuk taman itu. Tentara Islam juga berhasil membunuh Musailamah. Orang yang berhasil membunuh Musailamah adalah seorang sahabat Anshar bernama Wahsyi, orang yang dahulu membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu. Ketika bani Hanifah mengetahui tewasnya Musailamah,mereka pun tercerai berai, sehingga mudah bagi kaum muslimin mengalahkan mereka[5]. Lalu salah seorang tawanan Khalid bin Walid, salah satu dari para pemimpin bani Hanifah meminta perdamaian dengan Khalid. Dia berbohong dengan mengatakan bahwa di dalam salah satu benteng berkumpul banyak laki-laki yang sewaktu-waktu dapat menyerang pasukan Islam, sedangkan kaum wanitanya telah mengenakan busur, mereka mulai menampakkan diri mereka dari atas benteng itu. Pasukan Islam mengira bahwa memang benar apa yang dikatakan pemimpin itu. Oleh karena itu, sang pemimpin melakukan perjanjian dengan Khalid bin Walid untuk menghentikan peperangan dan beberapa persyaratan lain demi kepentingan kaumnnya. Namun, kaum muslimin berhasil mengetahui bahwa apa yang ada di benteng itu hanya kaum perempuian dan orang-orang jompo dan mereka diampuni Islam.
Kemudian datanglah perintah dari Khalifah Abu Bakar untuk membunuh anak-anak yang telah menginjak usia dewasa, hal ini dilakukan ketika Abu Bakar tahu bahwa perdamaian yang ditawarkan oleh bani Hanifah bukanlah perdamaian yang tulus, tetapi hanya usaha untuk mengulur-ulur waktu. Dengan perang tersebut hilangkan kemurtadan orang bani Hanifah dan tewaslah mereka yang berbohong. Selain itu ada juga dari mereka  yang akhirnya kembali lagi memeluk Islam [6]. Dan sebagian dari mereka pada hari pembebasan Yamamah diuji terlebih dahulu dengan ujian yang baik.
Banyak shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ang menjadi syahid dalam perang ini. Di antara mereka adalah sejumlah shahabat yang turut serta dalam perang Badar, perang Uhud, dan peperangan lainnya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jumlah korban syahid mencapai 360 orang Anshar dan 300 orang Muhajirin, selain sejumlah arab[7] muslim lainnya. Adapun korban tewas dari bani Hanifah berjumlah 20 ribu orang [8].
Kebanyakan muslim yang syahid dalam perang Yamamah ini adlaah mereka yang menghafal al Qur’an. Melihat kondisi seperti itu, kaum muslimin khawatir akan hilangnya al Qur’an dengan meninggalnya para penghafal al Qur’an. Kemudian, kaum muslimin mengambil langkah untuk mengumpulkan al Qur’an menjadi satu mushaf pertama. Peristiwa pengumpulan ini terjadi pada masa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.[9]
Foot Note:
[1] Ath Thabari, Tarikh Al Umam wa Al Muluk 3/244
[2] Ath Thabari: Sejarahnya. Jilid 3 hal.243
[3] Khalifah bin Khayyath, At Tarikh (106); Adz Dzahabi, Tarikh Al Islam wa Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam, ‘Ahdu al Khulafaur Rasyidin (40); Ibnu Al Atsir, Al Kamil fi at Tarikh 2/362.
[4] Ath Thabari, Tarikh Al Umam wa Al Muluk 3/248, Adz Dzahabi, Tarikh Al Islam wa Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam, ‘Ahdu al Khulafaur Rasyidin; Ibnu Al Atsir, Al Kamil fi at Tarikh 2/363.
[5] Khalifah bin Khayyath, At Tarikh (109); Ath Thabari, Tarikh Al Umam wa Al Muluk 3/248. Adz Dzahabi, Tarikh Al Islam wa Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam, ‘Ahdu al Khulafaur Rasyidin (39).
[6] Khalifah bin Khayyath, At Tarikh (110-111); Ath Thabari, Tarikh Al Umam wa Al Muluk 3/253. Adz Dzahabi, Tarikh Al Islam wa Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam, ‘Ahdu al Khulafaur Rasyidin (40).
[7] Untuk mengetahui siapa orang-orang yang meninggal dalam keadaan syahid dalam perang Yamamah, lihatlah Khalifah bin Khayyath, At Tarikh (111-115); Adz Dzahabi, Tarikh Al Islam wa Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam, ‘Ahdu al Khulafaur Rasyidin (53-73).
[8] ] Ath Thabari, Tarikh Al Umam wa Al Muluk 3/252, Ibnu Al Atsir, Al Kamil fi at Tarikh 2/364.
[9] Lihat sebuah riwayat yang disampaikan oleh Al Bukhari dalam Ibnu Hajar Al Asqalani, Fath Bari dalam bab pengumpulan al Qur’an (9/8); Adz Dzahabi, Tarikh Al Islam wa Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam, ‘Ahdu al Khulafaur Rasyidin (79); Al Muhibb Ath Thabari, Ar Riyadh an Nadhirah fi Manaqib Al ‘Asyarah.
Dikutip dari: Penaklukan Dalam Islam, DR.Abdul Aziz bin Ibrahim Al Umari, Penerbit Darussunnah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar