Mungkin istilah qantharah agak asing di telinga kita, akan tetapi perlu diketahui bahwa setiap mukmin yang selamat ketika menyerang shirath (jembatan antara surga dan neraka) akan berada di qantharah ini. Kita semua berharap agar kita berada di sana kelak, bersiap masuk surga. Melalui tulisan ini kita akan membahas mengenai qantharah,agar tidak terjadi di mana seorang mukmin yang berharap akan melewatinya sebelum masuk surga akan tetapi tidak mengetahui sama sekali apa itu qantharah.
Hadits mengenai Qantharah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خْلُصُ الْمُؤْمِنُونَ مِنَ النَّارِ فَيُحْبَسُونَ عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيُقَصُّ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا هُذِّبُوا وَنُقُّوا أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الْجَنَّةِ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَأَحَدُهُمْ أَهْدَى بِمَنْزِلِهِ فِي الْجَنَّةِ مِنْهُ بِمَنْزِلِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا
“Orang-orang beriman yang telah selamat dari api neraka (telah melewati shirath/jembatan yang ada diatas punggung neraka,pent) akan tertahan di Qantharah (sebuah tempat di antara surga dan neraka). Kemudian ditegakkanlah qishash terhadap sebagian mereka akibat kezaliman yang terjadi di antara mereka di dunia. Setelah dibersihkan dan dibebaskan (dari kezaliman), barulah mereka diizinkan masuk surga. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang di antara mereka lebih paham terhadap tempat tinggalnya di surga daripada tempat tinggalnya di dunia.”[1]
Juga disebutkan dalam beberapa kitab-kitab aqidah, salah satunya adalah Al-Aqidah Al-Wasithiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, beliau berkata,
فمن مر على الصراط دخل الجنة. فإذا عبروا عليه وقفوا على قنطرة بين الجنة والنار فيقتص لبعضهم من بعض. فإذا هذبوا ونقوا أذن لهم دخول الجنة
“Barangsiapa yang melewati shirath akan masuk surga. Jika mereka melewatinya, mereka akan berhenti di Qantharah antara surga dan nereka. Maka mereka saling qishas satu sama lainnya. Jika mereka Setelah dibersihkan dan dibebaskan (dari kezaliman), barulah mereka diizinkan masuk surga.”[2]
Apa itu qantharah?
Syaikh Abdullah Al-Jibrin rahimahullah berkata,
والقنطرة في الأصل: هي المكان الذي يكون بين حاجزين أو بين بحرين كساحل بين البحرين ونحو ذلك. وقد تكون القنطرة أيضا جسمها واسعا يتسع لهم، فهذا الجسر أو هذه القنطرة التي هي معبر لهم واسعة تتسع لهم، فيقفون ويُحَاسَبون،
“Qantharah makna asalnya adalah sebuah tempat antara dua barikade pembatas atau antara dua lautan seperti tepian pantai antara dua laut. Bisa juga maksudnya bentuknya luas dan leluasa bagi mereka atau makna sejenisnya. Maka jembatan atau qantharah ini yaitu tempat menyeberang yang luas bagi mereka. Maka mereka (yang akan masuk surga) berhenti dan dihisab.”[3]
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,
واختلف في القنطرة المذكورة فقيل هي من تتمة الصراط وهي طرفه الذي يلي الجنة وقيل إنهما صراطان وبهذا الثاني جزم القرطبي
“Diperselisihkan mengenai Qantharah tersebut, ada yang berpendapat ia adalah (penyempurna) kelanjutan dari shirath yaitu ujungnya sebelum surga dan ada yang berpendapat bahwa ada dua jembatan (jembatan shirath dan jembatan qantharah) pendapat kedua ini yang ditegaskan oleh Al-Qurthubi.”[4]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
واختلف العلماء في هذه القنطرة؛ هل هي طرف الجسر الذي على متن جهنم أو هي جسر مستقل؟! والصواب في هذا أ نقول : الله أعلم، وليس يعنينا شأنها، لكن الذي يعنينا أن الناس يوقفون عليها
“Ulama berselisih mengenai Qantharah, apakah ia merupakan ujung dari jembatan (shirath) yang berada di atas punggung Jahannam atau jembatan yang berdiri sendiri. Yang benar mengenai hal ini, kita katakan: “Allahu a’lam, Allah lebih mengetahui, tidak pasti perkaranya akan tetapi yang pasti manusia akan berhenti di sana.”[5]
Letak qantharah
Qantharah terletak di antara surga dan nereka atau setelah shirath dan sebelum surga. Karena shirath memang berada di atas punggung neraka.
Al-Qurthubi rahimahullah berkata,
وقال مقاتل: إذا قطعوا جسر جهنم حبسوا على قنطرة بين الجنة والنار
“Muqatil berkata, ‘jika mereka (orang mukmin) telah melewati jembatan (di atas) Jahannam, mereka akan ditahan (berhenti) di Qantharah antara surga dan neraka’”.[6]
Syaikh Shalih Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah berkata,
هي: الجسر وما ارتفع من البنيان. وهذه القنطرة، قيل: هي طرف الصراط مما يلي الجنة، وقيل: هي صراط آخر خاص بالمؤمنين.
“Qantharah adalah sebuah jembatan ada apa yang tinggi dari suatu bangunan. Qantharah ini ada yang mengatakan ujung dari shirath dan sebelum surga dan ada juga yang mengatakan jembatan lain yang khusus bagi kaum mukminin.”[7]
Kejadian di qantharah
Didalam hadits di atas dijelaskan bahwa di Qantharah terjadi saling qishas. Yang qishas ini berbeda dengan qishas pertama yang terjadi di padang Mahsyar. Qishas di padang Mahsyar lebih umum terjadi pada orang beriman, dzalim maupun kafir caranya adalah dengan menyerahkan pahala kepada yang didzalimi dan jika pahalanya sudah habis, maka dosa yang didzalimi diserahkan kepada yang mendzalimi. Sedangkan qishas kedua di qantharah terjadi sesama orang beriman untuk menyucikan hati mereka.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
وهذا القصاص غير القصاص الأول الذي في عرصات القيامة؛ لأن هذا قصاص أخص؛ لأجل أن يذهب الغل والحقد والبغضاء التي في قلوب الناس، فيكون هذا بمنزلة التنقية والتطهير، وذلك لأن ما في القلوب لا يزول بمجرد القصاص
“Qishas di sini berbeda dengan qishas pertama yang terjadi di Padang Mahsyar. Karena qishas ini lebih khusus untuk menghilangkan rasa dendam, dengki dan kebencian pada hati-hati manusia. Maka ini semacam pembersihan dan penyucian. Karena apa yang ada yang ada di hati tidak bisa hilang dengan semata-mata mengqishas (misalnya: terkadang kita masih jengkel, walaupun barang yang dirusak sudah diganti, pent)”.[8]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata,
فالجنة لا يدخلها خبيث، ولا من فيه شىء من الخبث. فمن تطهر فى الدنيا ولقى الله طاهراً من نجاساته دخلها بغير معوق، ومن لم يتطهر فى الدنيا فإن كانت نجاسته عينية، كالكافر، لم يدخلها بحال. وإن كانت نجاسته كسبية عارضة دخلها بعد ما يتطهر فى النار من تلك النجاسة، ثم يخرج منها، حتى إن أهل الإيمان إذا جازوا الصراط حبسوا على قنطرة بين الجنة والنار، فيهَذَّبون وينقَّون من بقايا بقيت عليهم، قصرت بهم عن الجنة، ولم توجب لهم دخول النار، حتى إذا هذبوا ونقوا أذن لهم فى دخول الجنة
“Maka, surga tidak akan dimasuki oleh orang yang jelek ataupun orang yang terdapat padanya kejelekan. Maka barangsiapa yang telah suci di dunia dan bertemu Allah dalam keadaan suci dari kotoran/najis, dia akan masuk ke dalamnya tanpa penghalang. Dan barangsiapa yang belum suci di dunia, jika kenajisannya itu pada asal orangnya seperti orang kafir, maka tidak akan masuk surga sama sekali. Namun jika najisnya itu adalah najis yang datang yakni bukan pada asal orangnya, maka ia akan masuk surga setelah disucikan dari najis itu di neraka kemudian keluar darinya.
Sampai-sampai, orang yang beriman jika telah melewati jalan di atas jahannam, mereka akan ditahan di Qantharah (jembatan) antara jannah dan neraka hingga mereka dibersihkan dan disucikan dari sisa-sisa kotoran yang menjadikan tertahan dari surga dan tidak menyampaikan ke dalam neraka. Jika telah bersih dan suci, barulah diijinkan masuk ke dalam surga.”[9]
Inilah sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala,
وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ إِخْوَاناً عَلَى سُرُرٍ مُّتَقَابِلِينَ
“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Al-Hijr: 47)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
[1] HR. Al-Bukhari
[2] Matan Al-Aqidah Al-Wasitiyyah
[3] At-Ta’liqat Az-Zakiyah juz II, dinukil dari: http://ibn-jebreen.com/?t=books&cat=5&book=44&toc=&page=1626&subid=
[4] Fathul Bari 11/339, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Syamilah
[5] Syarh Al-Aqidah Al-Wasitiyah libni ‘Utsaimin, Maktabah Salafiyah
[6] Tafsir Al-Qurthubi 15/286, Darul Kutub Al-Mishriyyah, Koiro, cet. II, 1384 H, Syamilah
[7] Syarh Al-Aqidah Al-Wasitiyah Syaikh Fauzan hal. 200, Darus Salafiyah, Koiro, cet. I, 1429 H
[8] Syarh Al-Aqidah Al-Wasitiyah libni ‘Utsaimin, Maktabah Salafiyah
[9] Ighatsatul Lahfan 1/56, Maktabah Ma’arif, Riyadh, syamilah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar