Sabtu, 12 April 2014
SUNNAH-SUNNAH YANG FITHRAH
Allah telah memilihkan buat Nabi-nabi a.s. itu sunnah-sunnah,
dan menitahkan kita buat mengikuti mereka dalam hal-hal
tersebut, yang dijadikan-Nya sebagai syiar atau perlambang
dan sebagai ciri yang banyak dilakukan, untuk mengenal para
pengikut masing-masing dan memisahkan mereka dari
golongan lain. Ketentuan-ketentuan ini dinamakan sunnah-
sunnah fithrah, dan keterangannya adalah sebagai berikut:
1. Berkhitan: yaitu memotong kulit yang menutupi ujung
kemaluan untuk menjaga agar di sana tidak berkumpul
kotoran, juga agar dapat menahan kencing dan supaya
tidak mengurangi kenikmatan dalam bersanggama.
Itu terhadap laki-laki, adapun perempuan maka yang dipotong
itu adalah bagian atas dari kemaluan, yakni dilihat dari
kemaluan itu. 1) Berkhitan ini adalah sunnah yang telah lama
sekali. Maka dan Abu Hurairah r.a.: Artinya:
Telah bersabda Rasulullah saw.: Ibrahim al-Khalil itu berkhitan
setelah mencapai usia 80 tahun, dan ia berkhitan itu dengan
atau di Alqadum.“ 2) (H.r. Bukhari)
Madzhab jumhur hukumnya wajib, sedang Syafi‘i
memandangnya sunat pada hari ketujuh. Berkata Syaukani:
Tidak ada diterima waktu penentuan begitupun dalil yang
menyatakan bahwa ia wajib.“
2. dan 3. Mencukur bulu kemaluan dan mencabut bulu ketiak.
Kedua-duanya merupakan sunnah yang dapat dilakukan
dengan menggunting atau memotong, mencabut atau
mencukur.
4. dan 5. Memotong kuku, memendekkan kumis atau
memanjangkannya. Kedua-duanya sama-sama berdasarkan
riwayat yang sah, umpamanya dalam hadits Ibnu ”Umar ada
tersebut sebagai berikut: Artinya:
Bahwa Nabi saw. telah bersabda: Lainilah kaum Musyrikin:
lebatkanlah jenggot dan panjangkan kumis.“ (Hr. Bukhari dan
Muslim). Sementara dalam hadits Abu Hurairah r.a. dikatakan:
Artinya: Telah bersabda Nabi saw.: Lima perkara berupa
fithrah, yaitu: memotong bulu kemaluan, berkhitan, memotong
kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku.“ (H.r. Jama
‘ah).
Jadi tiada terdapat ketentuan, dan mana di antara
keduanya yang patut disebut sunnah. Tetapi prinsipnya ialah
agar kumis itu tiada terlalu panjang hingga menyangkut
makanan dan minuman, dan supaya kotoran tidak bertumpuk
di sana. Dan dari Zaid bin Arqani r.a.:
Artinya: Bahwa Nabi saw. bersabda: Barang siapa yang tidak
memotong kumisnya, tidaklah termasuk golongan kami.“
(H.r. Ahmad, Nasa‘i dan Tunmudzi yang menyatakan sahnya).
Menggunting bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong
kuku memotong atau memanjangkan kumis itu, disunatkan tiap
minggu demi menjaga: menyempurnakan kebersihan dan
menyenangkan hati karena terdapatnya rambut di badan
menyebabkan kejengkelan dan kegelisahan. Membiarkan
semua ini diberi kesempatan selama 40 hari tak ada alasan
untuk memperpanjangnya lagi setelah itu. Dasarnya hadits
Anas r.a.: Artinya: Kami diberi tempo oleh Nabi saw. dalam
memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak,
menggunting bulu kemaluan agar tidak dibiarkan lebih dan 40
malam.“ (H.r. Ahmad, Abu Dawud dan lain-lain).
6. Membiarkan jenggot dan memangkasnya tidak sampai jadi
lebat, hingga seseorang tampak berwibawa. Jadi jangan
dipendekkan seakan-akan dicukur, tapi jangan pula dibiarkan
demikian rupa hingga kelihatan tidak terurus, hanya hendaklah
diambil jalan tengah karena demikian itu, dalam hal apa. juga
adalah baik. Disamping itu jenggot yang lebat menunjukkan
kejantanan atau kelaki-lakian yang sempurna dan matang.
Diterima dari Ibnu ”Umar r.a.: Artinya: Telah bersabda
Rasulullah saw.: Lainilah orang-orang Musyrik: lebatkan
jenggot dan pendekkan kumis 3).“ (Disepakati oleh ahli-ahli
hadits sementara Bukhari menambahkan: Bila Ibnu ”Umar naik
haji atau ”Umrah, dipegangnya jenggotnya, dan mana-mana
yang berlebih dipotong. )
7. Merapikan rambut yang lebat dan panjang dengan
meminyaki dan menyisirnya, berdasarkan hadits Abu Hurairah
r.a.: Artinya: Bahwa Nabi saw. bersabda: —Siapa yang
empunya rambut, hendaklah dirapikannya.“ (H.r.Abu Daud)
Dan diterima dan ”Atha‘ bin Yasan r.a. katanya:
artinya:Seorang laki-laki yang berambut dan berjenggot kusut
-masai datang mendapatkan Nabi saw. Rasulullah saw. pun
membeni isyarat kepadanya, seolah-olah menyuruhnya
membereskan rambut dan jenggotnya. Laki-laki itu pergi
melakukannya, kemudian kembali. Maka sabda Rasulullah
saw. Nah, tidakkah ini lebih baik, daripada seseorang datang
dengan kepala kusut tak obah bagai setan?“ (H.r. Malik).
Pula diterima dan Abu Qatadah r.a : Artinya : Bahwa ia
mempunyai rambut lebat terurai sampai ke bahu, maka
ditanyakannya hal itu kepada Nabi saw. Nabi pun menyuruh
agar membereskan dan menyisirnya saban hari.“ (H. r. Nasa‘i).
Sementara Imam Malik dalam bukunya Al-Muwattha‘
meriwayatkan dengan kalimat-kalimat berikut: Kataku: Ya
RasuluIlah, saya mempunyai rambut terumbai, apakah perlu
disisir?“ Benar“ ujar Nabi dan rapikanlah!“ Maka Abu Qatadah
kadang-kadang meminyaki rambutnya dua kali sehari,
disebabkan perintah Nabi dan rapikanlah“ itu. Memotong
rambut kepala diperbolehkan, begitupun memanjangkannya
dengan syarat dirawat dengan baik, berdasarkan hadits Ibnu
”Umar r.a.: Artinya: Bahwa Nabi saw. bersabda: —Cukurlah
semuanya, atau biarkan semuanya!“ (H.R. Ahmad, Muslim, Abu
Daud dan Nasa‘i). Adapun mencukur sebagian dan
meninggalkan sebagian, maka hukumnya makruh, berdasarkan
hadits Nafi‘ dan Ibnu ”Umar r.a.: Artinya: Rasulullah saw. telah
melarang qaza‘. Lalu ditanyakan orang kepada Nafi‘: Apa yang
dimaksud dengan qaza‘? Ujarnya: Mencukur sebagian kepala
anak, dan meninggalkan sebagiannya lagi.“ (Disepakati oleh
ahli-ahli hadits). Juga berdasarkan hadits Ibnu ”Umar yang
tersebut dulu.
8. Membiarkan uban dan tidak mencabutnya, biar di jenggot
atau di kepala. Dalam hal ini tidak ada bedanya perempuan
dan laki-laki, berdasarkan hadits ”Amar bin Syua‘ib r.a. yang
diterimanya dan bapaknya seterusnya dan kakeknya: Artinya:
Bahwa Nabi saw. telah bersabda: Janganlah kau cabut uban itu
karena ia merupakan cahaya bagi Muslim. Tak seorang Muslim
pun yang beroleh selembar uban dalam menegakkan Islam,
kecuali Allah akan mencatatkan untuknya satu kebaikan,
meninggikan derajatnya satu tingkat dan menghapus dari
padanya satu kesalahan.“ (H.r. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi,
Nasa‘i dan Ibnu majah).
Dan dan Anas r.a., katanya: Artinya: Kami tidak menyukai bila
seorang laki-laki itu mencabut rambut putih dari kepala dan
jenggotnya.“ (R. Muslim).
9. Mencelup membiarkan uban dengan inai, dengan wanna
merah, kuning dan sebagainya, berdasarkan hadits Abu
Hurairah r.a.: Artinya: Telah bersabda Rasulullah saw.: Orang-
orang Yahudi dan Nasrani tidak mencat rambut. Dari itu
lainilah orang-orang itu!“ (H.r. Jama‘ah). Juga berdasarkan
hadits Abu Dzar r.a. : Artinya: Telah bersabda Rasulullah
saw.: —Sebaik-baik bahan untuk mencelup uban ini ialah inai
dan katam 4).“ (H.r. riwayat yang Berlima).
Disamping itu ada pula hadits yang menyatakan makruhnya
mencelup uban. Rupanya dalam pensoalan ini ada perbedaan,
melihat keadaan usia, kebiasaan dan adat. Dan sebagian
sahabat diriwayatkan bahwa lebih utama tidak mencat, sedang
dan sebagian lagi lebih afdhal mencatnya. Sebagian mereka
ada yang mencatnya dengan warna kuning, sebagian lagi
dengan inai dan katam, ada yang dengan kunyit dan
segolongan lagi dengan warna hitam. Dalam AlFat-h,
disebutkan oleh Hafidh bahwa dari Ibnu Syihab az-Zukhri ada
diberitakan ceriteranya. Bila wajah masih penuh, kami
mencelup dengan warna hitam, tetapi setelah wajah kempes
dan gigi-gigi bertanggalan, kami tidak memakai itu lagi.“
Adapun hadits Jabir r.a.: Artinya: Abu Quhafah yakni Bapak
Abu Bakar pada hari penaklukan Mekah dibawa kepada
Rasulullah saw. sedang kepalanya tak ubah bagai kapas. Maka
bersabdalah Rasulullah saw.:Bawalah kepada salah seorang
isterinya, agar dicelupnya rambutnya dengan sesuatu bahan,
tetapi jangan dengan yang hitam.“ (H. r. Jama ”ah kecuali
Bukhani dan Tunmudzi), maka demikian itu merupakan
peristiwa khusus, sedang peristiwa Seperti itu tak dapat
dipukul-ratakan. Kemudian, tidaklah sepantasnya bagi seorang
seperti Abu Quhafah yang rambutnya telah putih seperti kapas
itu akan memakai celup berwarna hitam. Hal itu tidak layak
baginya.
10. Berharum-haruman dengan kesturi dan minyak wangi
lainnya yang menyenangkan hati, melegakan dada dan
menyegarkan jiwa, serta membangkitkan tenaga dan
kegairahan bekerja, berdasarkan hadits Anas r.a.: Artinya:
Telah bersabda Rasulullah saw.:Di antara kesenangan-
kesenangan dunia yang saya sukai ialah wanita dan wangi-
wangian, sedang biji mataku ialah mengerjakan
shalat.“. (H.r. Ahmad dan Nasa‘i). Juga hadits Abu Hurairah r.a
Artinya: Siapa yang diberi wangi-wangian janganlah menolak,
karena ía mudah dibawa dan semerbak harumnya.“ (H.r.
Muslim, Nasa‘i dan Abu Daud).
Artinya: Bahwa Nabi saw. bersabda mengenai kesturi: ía
adalah Wangi-wangian yang terbaik.“ (H. r. Jama‘ah kecuali
Bukhari dan Ibnu Majah). Dan dari Nafi‘, katanya: Artinya:
Adakalanya Ibnu ”Umar membakar uluwah tanpa campuran,
dan adakalanya dengan kapur barus yang dicampurnya
bersama uluwah seraya katanya: Beginilah Rasulullah saw.
mengasapi dirinya.“ (H.r. Muslim dan Nasa‘i).
-----------------
NOTA KAKI
-----------------
1) Hadits-hadits yang memerintahkan mengkhitan perempuan,
semuanya dha‘if, tidak satu pun yang sah
2) Mungkin arti qadum itu kampak mungkin pula yang
dimaksud suatu negeri di Syam
3) Para ahli fikih menganggap perintah ini sebagai perintah
wajib, dan berdasarkan itu mereka mengharamkan mencukur
jenggot.
4) Sebangsa tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan celup
hitam kemerah-merahan (pirang)
5) Sebangsa kayu yang harum.
-" Mohon maaf jika susunan kata dalam status ini tidak
beraturan, karena sumbernya merupakan file PDF yang
terenkripsi dan telah dicoba dengan beberapa converter tidak
berhasil...hanya satu yang berhasil menjebol namun hasilnya
tidak beraturan "- -" Encryption atau enkripsi merupakan proses
untuk mengubah sebuah pesan (informasi) sehingga tidak
dapat dilihat tanpa menggunakan kunci pembuka."- juga adanya ketidaksesuaian pengaturan layout oleh facebook, yang disebabkan karena lambatnya kecepatan transfer data pada jaringan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar