Kamis, 18 September 2014

Taubat ( Malam Selasa )

Saya mengajak pembaca merenungi sabda Rasul SAW, melihat-lihat keindahan dan kemudahan Islam, sehingga kita tidak akan lagi mendengar kekerasan, kegarangan, kesusahan, maupun kepelikan yang sering disematkan kepada ajaran Islam.

Rasul SAW bersabda, "Wahai para manusia, minta ampunlah pada Tuhan kalian dan bertaubatlah, maka aku meminta ampun dan bertaubat pada Allah seratus kali setiap hari. " (HR. Bukhari dan Muslim).


Rasul SAW meminta ampun dan bertaubat setiap hari seratus kali. Sedang kita selama sepuluh tahun tidak pernah bertaubat, sama sekali Rasul yang ma'shum, terjaga dari maksiat, bertaubat seratus kali setiap hari? Bertaubat dari apa? Derajat Rasul telah tinggi di hadapan Allah, dan ia ingin mengangkat derajatnya dengan cinta dan ma'rifat Allah. Apakah kita ingat, kapan terakhir kali kita bertaubat? Sudahkah kita mengulangi taubat itu lagi atau belum?


Para sahabat berkata, "Kami menghitung dalam setiap satu pertemuan Rasulullah SAW mengucapkan lebih dari seratus kali,


“Ya Rabbi, ampunilah aku, dan terimalah taubatku. Sesungguhnya, Engkau, adalah Maha Penerima taubat, lagi Maha Penyayang'." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad).


Bayangkan, Rasul diam di tengah para sahabat, lalu meminta ampun. Mengulangi dan akhirnya menyudahi dalam hitungan lebih dari seratus kali. Maka, bertaubat dan mintalah ampun kalian pada Allah SWT. Tidakkah kita melihat Rasul yang lebih dari tujuh puluh kali beristighfar dalam satu pertemuan. Lalu, bagaimana dengan kita?


Nabi SAW bersabda, “Sungguh, Allah membentangkan tangan-Nya setiap malam agar orang yang berbuat kejelekan di siang hari mau bertaubat. Dan Dia juga membentangkan tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat kejelekan di malam hari mau bertaubat." (HR. Muslim dan Imam Ahmad).


Dalam perkara rezeki, Allah tidak membentangkan kedua tangan¬-Nya seperti ini. Satu-satunya perkara yang Allah SWT membentangkan kedua tangan-Nya untuk menerimanya adalah taubat. Dengan ini, apakah kita tetap enggan bertaubat? Tidakkah kita merasa malu? Sepuluh tahun, mau bertaubat Padahal Allah membentangkan tangan-Nya untuk menerima taubat setiap malam dan siang hari.


Nabi SAW bersabda, "Rabb kita turun setiap sepertiga malam terakhir, lalu berfirman, ‘Siapa yang berdoa pada-Ku, untuk Aku kabulkan permohonannya?; siapa yang meminta pada-Ku, untuk Aku penuhi permintaannya?; dan siapa yang mohon ampun pada-Ku, untuk Aku ampuni dosanya?. " (HR. Bukhari dan Muslim)


Selama 30 atau 40 tahun kita mendengkur setiap malam. Bahkan, ada vang selama hidup tidak mau bangun dan berkata, "Aku bertaubat dari dosaku selama dua puluh tahun yang lalu." Di saat Allah sedang turun ke bumi, dan berkata, ‘Adakah orang yang bertaubat? Siapakah yang bertaubat, untuk Aku ampuni?."


Saudaraku, apakah kita tahu, siapa Rabb kita? Apakah kita rnerasakan kebesaran, kasih sayang dan ma' rifat Allah dengan hamba¬-Nya?


Dalam sebuah hadits Qudsy dikatakan, "Wahai Bani Adam, kalian tidaklah (sungguh-sungguh) berdoa dan mengharap pada-Ku, Aku akan mengampuni dosa-dosa kalian dan Aku tidak peduli. Wahai Bani Adam, jikalau dosa kalian mencapai awan di langit, lalu kalian minta ampun pada-Ku, Aku akan mengampuni kalian, dan Aku tidak peduli. Wahai Bani Adam, jikalau kalian datang pada-Ku dengan dosa sebesar ukuran bumi, tetapi kemudian kalian mendatangiku dengan tanpa berbuat syirik pada-Ku, maka Aku akan datang padamu dengan ampunan sebesar itu pula." (HR. At-¬Tirmidzi).


Mengapa kita tetap enggan bertaubat dengan semua ini? Lalu kapan kita akan bertaubat? Apa yang ingin kita dengar untuk bertaubat? Apakah kita ingin ditimpa adzab yang pedih untuk bertaubat? Apakah kita tidak mau bertaubat dengan keadaan sehat lagi selamat?


Ketika Iblis menentang Allah, tidak bersujud pada Adam AS ia berkata, "Ya Rabbku, demi kemuliaan-Mu dan keagungan-Mu, aku akan sesatkan mereka selama nyawa mereka masih di badan." Allah menjawab, "Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, Aku akan ampuni mereka selama mereka minta ampun pada-Ku." (HR. Imam Ahmad)


Apalagi yang kita inginkan? Apa yang kita ingin dengarkan? Ataukah kita ingin mendengar cinta dan kasih sayang Allah?


Rasul bersabda, “Allah lebih gembira menerima taubat hamba-Nya dari pada hamba yang berjalan di padang pasir, lalu ia kehilangan kendaraannya yang memuat makanan dan minumannya. Ia menyangka akan mati, lalu ia menggali lubang, dan tidur di dalamnya sambil berkata, Aku akan tidur di lubang ini sampai kematian datang menjemput.' Tiba-tiba kendaraan dan makanan yang ia bawa berada di atasnya. ---Adakah kebahagian yang lebih besar dari peristiwa itu? Kebahagian orang yang akan mati, lalu selamat?--- sampai-sampai ia berkata, 'Ya Allah Kau hambaku, dan aku tuhan-Mu.' (la sampai salah bicara karena bahagia.) Maka Allah lebih gembira menerima taubat hamba-Nya dari pada kegembiraan hamba tadi." (HR. Bukhari dan Muslim)


Laa ilaha illallaah, kita begitu lalai pada Allah. Tidakkah kita melihat besarnya karunia-Nya? Dan kita tetap enggan bertaubat setelah mendengar semua itu? Begitu keraskah hati kita?


Di zaman Bani Israil, ada seorang yang melakukan dosa selama hidupnya. Ketika hampir mati, ia mengumpulkan anak-anaknya seraya berkata, "Wahai anakku, tiada seorang pun di dunia ini yang melakukan dosa sepertiku. jika aku mati, bakarlah bangkaiku, nyalakan api, lalu lemparkan aku ke dalamnya. Bila sudah jadi abu, hancurkanlah, dan tebarkan di puncak-¬puncak gunung. Maka sekiranya Tuhanku kuasa atasku, Ia akan menyiksaku dengan siksa yang tak seorangpun disiksa dengannya."


Ketika mati, ia pun dibakar, dan abunya dihancurkan. Lalu, mereka menunggu hari bertiupnya badai. Setelah badai tiba, mereka sebarkan abu itu di atas gunung. Setelah itu, Allah berfirman, "Jadilah," maka jadilah. Lalu Allah berfirman, "Apa yang menyebabkan kamu melakukan ini?" la menjawab, "Aku takut pada-Mu dan dosaku." Allah berfirman, "Dengan takutmu pada-Ku, Aku telah mengampunimu. Aku bersaksi denganmu, wahai mlalaikat, bahwa Aku telah mengampuninya dan memasukkannya ke surga." (HR. Bukhari dan Muslim).


Ada pula atsar yang mengisahkan seseorang dengan ketaatannya selama dua puluh tahun. Setelah itu ia pun berbuat maksiat selama dua puluh tahun juga. Lalu ia berkata, "Ya Tuhanku, aku taat padamu selama dua puluh tahun, lalu bermaksiat selama dua puluh tahun... Akankah aku Kau terima jika aku bertaubat?" Ia bergumam sendiri, "Tidak mungkin setelah semua yang aku perbuat." Suatu hari ia tertidur. la pun mendengar suara, "Kau telah berbuat taat pada Kami, sehingga Kami pun mendekatimu. Lalu, Kau pun bermaksiat hingga Kami pun melupakanmu. Maka jika kau kembali pada Kami, Kami pun akan menerimamu."


Saudariku, kau telah membuka jilbabmu, dan kau merasa telah terlanjur berdosa. Kau telah jauh dari Allah. Tidak, pintu taubat masih terbuka! Kembalilah kau pada Tuhanmu!


Di zaman Nabi Musa AS terjadi masa paceklik. Manusia dan hewan kehausan, dan hampir mati, karena sedikitnya persediaan air. Mereka lelah, hingga berkata, "Wahai Musa, serulah Allah, dan mintalah agar hujan diturunkan!" Nabi Musa pun mengumpulkan mereka di satu tanah lapang, lalu ia berdoa pada Allah. Mereka pun mengamini doa beliau, tetapi hujan tak kunjung turun. Akhirnya, ia pun berkata, "Ya Tuhanku, mengapa Kau tidak mau menurunkan hujan, padahal kami telah berdoa dan menghinakan diri pada-Mu?"


Allah menjawab, "Wahai Musa, di antara kalian ada seorang yang berbuat maksiat selama empat puluh tahun, ia belum bertaubat. Maka ia menghalangi terkabulnya doa kalian." Lalu ia bertanya, "Lalu apa yang harus kami lakukan?" Allah menjawab, "Keluarkanlah orang yang berbuat maksiat itu! Jika orang itu keluar dari barisan kalian, hujan akan turun." Nabi Musa pun berkata, "Aku minta kalian bersumpah pada Allah. Aku bersumpah pada Allah, di antara kita ada yang berbuat maksiat selama empat puluh tahun, hingga hujan tidak turun-turun, maka hendaklah ia mau keluar dari barisan."


Orang yang berbuat maksiat itu menoleh ke kanan dan kiri sekiranya ada yang keluar selain dia. Tetapi tidak ada seorang pun yang keluar. Tahulah ia kalau yang dimaksud adalah dirinya. Lalu ia berkata, "Ya Tuhanku, aku telah berbuat maksiat selama empat puluh tahun, dan Kau telah menutupinya. Ya Tuhanku, jika aku keluar, maka namaku akan tercemar. Dan jika aku tetap tinggal, maka hujan tidak akan turun. Ya Tuhanku, aku sekarang bertaubat padamu, aku menyesal, aku kembali pada-Mu, maka ampunilah aku, dan tutupilah kejelekanku!"


Hujan pun turun, akan tetapi orang yang berbuat maksiat itu tidak keluar dari barisan. Akhirnya, Nabi Musa bertanya, "Ya Tuhanku, hujan telah turun, dan orang itu belum keluar?" Allah menjawab, "Wahai Musa, hujan telah turun dengan taubat hamba-Ku yang telah bermaksiat selama empat puluh tahun."


Nabi Musa bertanya lagi, "Ya Tuhanku, tunjukkan orang itu padaku agar aku bergembira dengannya." Allah menjawab, "Wahai Musa, ia telah berbuat maksiat pada-Ku selama empat puluh tahun, dan Aku telah menutupinya. Lalu apakah Aku akan membukanya padamu, mencemarkan namanya, padahal ia telah kembali pada-Ku?".


Saudaraku, bertaubatlah! Siapakah yang mendengar perkataan ini, dan enggan bertaubat? Sekali lagi bertaubatlah!


RIYADHUS SHALIHIN : " BAB T A U B A T " (bagian 1)

RIYADHUS SHALIHIN :  "  BAB  T A U B A T  "  (bagian 1)

Para alim-ulama berkata: "Mengerjakan taubat itu hukumnya wajib dari segala macam dosa. Jikalau kemaksiatan itu terjadiantara seorang hamba dan antara Allah Ta'ala saja, yakni tidak ada hubungannya dengan hak seorang manusia yang lain, maka untuk bertaubat itu harus menetapi tiga macam syarat, yaitu: Pertama hendaklah menghentikan sama sekali -seketika itu juga- dari kemaksiatan yang dilakukan, kedua ialah supaya merasa menyesal karena telah melakukan kemaksiatan tadi dan ketiga supaya berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya. Jikalau salah satu dari tiga syarat tersebut di atas itu ada yang ketinggalan maka tidak sahlah taubatnya. Apabila kemaksiatan itu ada hubungannya dengan sesama manusia, maka syarat-syaratnya itu ada empat macam, yaitu tiga syarat yang tersebut di atas dan keempatnya ialah supaya melepaskan tanggungan itu dari hak kawannya. Maka jikalau tanggungan itu berupa harta atau yang semisal dengan itu, maka wajiblah mengembalikannya kepada yang berhak tadi, jikalau berupa dakwaan zina atau yang semisal dengan itu, maka hendaklah mencabut dakwaan tadi dari orang yang didakwakan atau meminta saja pengampunan daripada kawannya dan jikalau merupakan pengumpatan, maka hendaklah meminta penghalalan yakni pemaafan dari umpatannya itu kepada orang yang diumpat olehnya. Seseorang itu wajiblah bertaubat dari segala macam dosa, tetapi jikalau seseorang itu bertaubat dari sebagian dosanya, maka taubatnya itupun sah dari dosa yang dimaksudkan itu, demikian pendapat para alim-ulama yang termasuk golongan ahlul haq, namun saja dosa-dosa yang lain-lainnya masih tetap ada dan tertinggal - yakni belum lagi ditaubati. Sudah jelaslah dalil-dalil yang tercantum dalam Kitabullah, Sunnah Rasulullah s.a.w. serta ijma' seluruh umat perihal wajibnya mengerjakan taubat itu.

Allah Ta'ala berfirman: "Dan bertaubatlah engkau semua kepada Allah, hai sekalian orang Mu'min, supaya engkau semua memperoleh kebahagiaan." (an-Nur: 31)

Allah Ta'ala berfirman lagi: "Mohon ampunlah kepada Tuhanmu semua dan bertaubatlah kepadaNya." (Hud: 3)

Dan lagi firmanNya: "Hai sekalian orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nashuha -yakni yang sebenar-benarnya." (at-Tahrim: 8)

Keterangan:
Taubat nashuha itu wajib dilakukan dengan memenuhi tiga macam syarat sebagaimana di bawah ini, yaitu:
  1. Semua hal-hal yang mengakibatkan terkena siksa, karena berupa perbuatan dosa jika dikerjakan, wajib ditinggalkan secara sekaligus dan tidak diulangi lagi.
  2. Bertekad bulat dan teguh untuk memurnikan serta membersihkan diri sendiri dari semua perkara dosa tadi tanpa bimbang dan ragu-ragu.
  3. Segala perbuatannya jangan dicampuri apa-apa yang mungkin dapat mengotori atau sebab-sebab yang menjurus ke arah dapat merusakkan taubatnya itu.
13. Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya saya itu memohonkan pengampunan kepada Allah serta bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (Riwayat Bukhari)

14. Dari Aghar bin Yasar al-Muzani r.a. katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan mohonlah pengampunan daripadaNya, karena sesungguhnya saya ini bertaubat dalam sehari seratus kali." (Riwayat Muslim)

15. Dari Abu Hamzah yaitu Anas bin Malik al-Anshari r.a., pelayan Rasulullah s.a.w., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah itu lebih gembira dengan taubat hambaNya daripada gembiranya seorang dari engkau semua yang jatuh di atas untanya dan oleh Allah ia disesatkan di suatu tanah yang luas." (Muttafaq 'alaih)

Dalam riwayat Muslim disebutkan demikian: "Sesungguhnya Allah itu lebih gembira dengan taubat hambaNya ketika ia bertaubat kepadaNya daripada gembiranya seorang dari engkau semua yang berada di atas kendaraannya -yang dimaksud ialah untanya- dan berada di suatu tanah yang luas, kemudian kehilangan kendaraannya itu dari dirinya, sedangkan di situ ada makanan dan minumannya. Orang tadi lalu berputus-asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon terus tidur berbaring di bawah naungannya, sedang hatinya sudah berputus-asa sama sekali dari kendaraannya tersebut. Tiba-tiba di kala ia berkeadaan sebagaimana di atas itu, kendaraannya itu tampak berdiri di sisinya, lalu ia mengambil ikatnya. Oleh sebab sangat gembiranya maka ia berkata: "Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah TuhanMu". Ia menjadi salah ucapannya karena amat gembiranya."

Keterangan:
Jadi kegembiraan Allah Ta'ala di kala mengetahui ada hambaNya yang bertaubat itu adalah lebih sangat dari kegembiraan orang yang tersebut dalam cerita di atas itu.

16. Dari Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy'ari r.a., dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu membeberkan tanganNya -yakni kerahmatanNya- di waktu malam untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu siang dan juga membeberkan tanganNya di waktu siang untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu malam. Demikian ini terus menerus sampai terbitnya matahari dari arah barat -yakni di saat hampir tibanya hari kiamat, karena setelah ini terjadi, tidak diterima lagi taubatnya seorang." (Riwayat Muslim)

17. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka Allah menerima taubatnya orang itu." (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Uraian dalam hadits di atas sesuai dengan firman Allah dalam al-Quran al-Karim, surat Nisa', ayat 18 yang berbunyi: "Taubat itu tidaklah diterima bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan, sehingga di kala salah seorang dari mereka itu telah didatangi kematian -sudah dekat ajalnya dan ruhnya sudah di kerongkongan- tiba-tiba ia mengatakan: "Aku sekarang bertaubat."

18. Dari Abu Abdur Rahman yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah 'Azzawajalla itu menerima taubatnya seorang hamba selama ruhnya belum sampai di kerongkongannya -yakni ketika akan meninggal dunia." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

19. Dari Zir bin Hubaisy, katanya: "Saya mendatangi Shafwan bin 'Assal r.a. perlu menanyakan soal mengusap dua buah sepatu khuf (but). Shafwan berkata: "Apakah yang menyebabkan engkau datang ini, hai Zir?" Saya menjawab: "karena ingin mencari ilmu pengetahuan." Ia berkata lagi: "Sesungguhnya para malaikat itu sama meletakkan sayap-sayapnya -yakni berhenti terbang dan ingin pula mendengarkan ilmu atau karena tunduk menghormat- kepada orang yang menuntut ilmu, karena ridha dengan apa yang dicarinya." Saya berkata: "Sebenarnya saya sudah tergerak dalam hatiku akan mengusap di atas dua buah sepatu khuf itu sehabis buang air besar atau kecil. Engkau adalah termasuk salah seorang sahabat Nabi s.a.w., maka dari itu saya datang ini untuk menanyakannya kepadamu. Apakah engkau pernah mendengar beliau s.a.w. menyebutkan persoalan mengusap sepatu khuf itu daripadanya?" Shafwan menjawab: "Ya pernah. Rasulullah s.a.w. menyuruh kita semua, jikalau kita sedang dalam berpergian, supaya kita jangan melepaskan sepatu khuf kita selama tiga hari dengan malamnya sekali, kecuali jikalau kita terkena janabah, tetapi kalau hanya karena membuang air besar atau kecil atau karena sehabis tidur, tidak perlu dilepaskan." Saya berkata lagi: "Apakah engkau pernah mendengar beliau s.a.w. menyebutkan persoalan cinta?" Dia menjawab: "Ya pernah. Pada suatu ketika kita bersama dengan Rasulullah s.a.w. dalam berpergian. Di kala kita berada di sisinya itu, tiba-tiba ada seorang a'rab (orang Arab dari pegunungan) memanggil beliau itu dengan suara yang keras sekali, katanya: "Hai Muhammad." Rasulullah s.a.w. menjawabnya dengan suara yang sekeras suaranya itu pula: "Mari kemari". Saya berkata pada orang a'rab tadi: "Celaka engkau ini, perlahankanlah suaramu, sebab engkau ini benar-benar ada di sisi Nabi s.a.w., sedangkan aku dilarang semacam ini -yakni bersuara keras-keras di hadapannya-." Orang a'rab itu berkata: "Demi Allah, saya tidak akan memperlahankan suaraku." Kemudian ia berkata kepada Nabi s.a.w.: "Ada orang mencintai sesuatu golongan, tetapi ia tidak dapat menyamai mereka -dalam hal amal perbuatannya serta cara mencari kesempurnaan kehidupan dunia dan akhiratnya." Nabi s.a.w. menjawab: "Seseorang itu dapat menyertai orang yang dicintai olehnya besok pada hari kiamat." Tidak henti-hentinya beliau memberitahukan apa saja kepada kita, sehingga akhirnya menyebutkan bahwa di arah barat itu ada sebuah pintu yang perjalanan luasnya yakni sekiranya seorang yang berkendaraan berjalan hendak menempuh jarak luasnya itu, maka jarak antara dua ujung pintu tadi adalah sejauh empat puluh atau tujuh puluh tahun." Salah seorang yang meriwayatkan hadits ini yaitu Sufyan mengatakan: "Di arah Syam pintu itu dijadikan oleh Allah Ta'ala sejak hari Dia menciptakan semua langit dan bumi, senantiasa terbuka untuk taubat, tidak pernah ditutup sehingga terbitlah matahari dari sebelah barat yakni dari dalam pintu tadi." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan lain-lainnya dan Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan shahih.

20. Dari Abu Said, yaitu Sa'ad bin Sinan al-Khudri r.a. bahwasanya Nabiyullah s.a.w. bersabda: "Ada seorang lelaki dari golongan umat yang sebelummu telah membunuh sembilan puluh sembilan manusia, kemudian ia menanyakan tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, lalu ia ditunjukkan pada seorang pendeta. Iapun mendatanginya dan selanjutnya berkata bahwa sesungguhnya ia telah membunuh sembilan puluh sembilan manusia, apakah masih diterima untuk bertaubat. Pendeta itu menjawab: "Tidak dapat." Kemudian pendeta itu dibunuhnya sekali dan dengan demikian ia telah menyempurnakan jumlah seratus dengan ditambah seorang lagi itu. Lalu ia bertanya lagi tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, kemudian ditunjukkan pada seorang yang alim, selanjutnya ia mengatakan bahwa sesungguhnya ia telah membunuh seratus manusia, apakah masih diterima taubatnya. Orang alim itu menjawab: "Ya, masih dapat. Siapa yang dapat menghalang-halangi antara dirinya dengan taubat itu. Pergilah engkau ke tanah begini-begini, sebab di situ ada beberapa kelompok manusia yang sama menyembah Allah Ta'ala, maka menyembahlah engkau kepada Allah itu bersama-sama dengan mereka dan janganlah engkau kembali ke tanahmu sendiri, sebab tanahmu adalah negeri yang buruk." Orang itu terus pergi sehingga di waktu ia telah sampai separuh perjalanan, tiba-tiba ia didatangi oleh kematian. Kemudian bertengkarlah untuk mempersoalkan diri orang tadi malaikat kerahmatan dan malaikat siksaan -yakni yang bertugas memberikan kerahmatan dan bertugas memberikan siksa-, malaikat kerahmatan berkata: "Orang ini telah datang untuk bertaubat sambil menghadapkan hatinya kepada Allah Ta'ala." Malaikat siksaan berkata: "Bahwasanya orang ini sama sekali belum pernah melakukan kebaikan sedikitpun." Selanjutnya ada seorang malaikat yang mendatangi mereka dalam bentuk seorang manusia, lalu ia dijadikan sebagai pemisah antara malaikat-malaikat yang berselisih tadi, yakni dijadikan hakim pemutusnya -untuk menetapkan mana yang benar. Ia berkata: "Ukurlah olehmu semua antara dua tempat di bumi itu, ke mana ia lebih dekat letaknya, maka orang ini adalah untuknya- maksudnya jikalau lebih dekat ke arah bumi yang dituju untuk melaksanakan taubatnya, maka ia adalah milik malaikat kerahmatan dan jikalau lebih dekat dengan bumi asalnya maka ia adalah milik malaikat siksaan." Malaikat-malaikat itu mengukur, kemudian didapatinya bahwa orang tersebut adalah lebih dekat kepada bumi yang dikehendaki -yakni yang dituju untuk melaksanakan taubatnya. Oleh sebab itu maka ia dijemputlah oleh malaikat kerahmatan." (Muttafaq 'alaih)

Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan demikian: "Orang tersebut lebih dekat sejauh sejengkal saja pada pedesaan yang baik itu- yakni yang hendak didatangi, maka dijadikanlah ia termasuk golongan penduduknya." Dalam riwayat lain yang shahih pula disebutkan: Allah Ta'ala lalu mewahyukan kepada tanah yang ini -tempat asalnya- supaya engkau menjauh dan kepada tanah yang ini -tempat yang hendak dituju- supaya engkau mendekat -maksudnya supaya tanah asalnya itu memanjang sehingga kalau diukur akan menjadi jauh, sedang tanah yang dituju itu menyusut sehingga kalau diukur menjadi dekat jaraknya. Kemudian firmanNya: "Ukurlah antara keduanya." Malaikat-malaikat itu mendapatkannya bahwa kepada yang ini -yang dituju- adalah lebih dekat sejauh sejengkal saja jaraknya. Maka orang itupun diampunilah dosa-dosanya." Dalam riwayat lain lagi disebutkan: "Orang tersebut bergerak -amat susah payah karena hendak mati- dengan dadanya ke arah tempat yang dituju itu."

Keterangan:
Uraian hadits ini menjelaskan perihal lebih utamanya berilmu pengetahuan dalam seluk-beluk agama, apabila dibandingkan dengan terus beribadah tanpa mengetahui bagaimana yang semestinya dilakukan. Juga menjelaskan perihal keutamaan 'uzlah atau mengasingkan diri di saat keadaan zaman sudah bisa dikatakan rusak binasa dan kemaksiatan serta kemungkaran merajalela di mana-mana.


Istighfar dan Taubat

129- ISTIGFAR DAN TAUBAT

248- قَالَ رَسُوْلُ الله : ((وَاللهِ إِنِّيْ لأَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرُ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً))

248. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Demi Allah! Sesungguhnya aku minta ampun kepada Allah dan bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.” [269]

249- وَقَالَ : ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ فَإِنِّيْ أَتُوْبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ))

249. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah, sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya seratus kali dalam sehari.” [270]

250- وَقَالَ : ((مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ، غَفَرَ اللهُ لَهُ وَإِنْ كَانَ فَرَّ مِنَ الزَّحْفِ))

250. Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca: ‘Aku minta ampun kepada Allah, tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, Yang Hidup dan terus-menerus mengurus makhlukNya.’ Maka Allah mengampuninya. Sekalipun dia pernah lari dari perang.” [271]

251- وَقَالَ : ((أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الرَّبُّ مِنَ الْعَبْدِ فِيْ جَوْفِ اللَّيْلِ اْلآخِرِ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُوْنَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللهَ فِيْ تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ)).

251. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Keadaan yang paling dekat antara Tuhan dan hambaNya adalah di tengah malam yang terakhir. Apabila kamu mampu tergolong orang yang dzikir kepada Allah pada saat itu, lakukanlah.” [272]

252- وَقَالَ : ((أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ)).

252. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Seorang hamba berada dalam keadaan yang paling dekat dengan Tuhannya adalah di saat sujud. Oleh karena itu, perbanyaklah doa.” [273]

253- وَقَالَ : ((إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِيْ وَإِنِّيْ لأَسْتَغْفِرُ اللهَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ))

253. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya hatiku lupa (tidak ingat kepada Allah) padahal sesungguhnya aku minta ampun kepadaNya dalam sehari seratus kali.” [274]
[269] HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 11/101.[270] HR. Muslim 4/2076.[271] HR. Abu Dawud 2/85, At-Tirmidzi 5/569, Al-Hakim, dan menurut pendapatnya hadits di atas adalah shahih. Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya 1/511, Al-Albani menyatakan hadits tersebut adalah shahih. Lihat pula Shahih At-Tirmidzi 3/182, Jami’ul Ushul li ahaditsir Rasul 4/389-390 dengan tahqiq Al-Arnauth.[272] HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i 1/279 dan Al-Hakim, lihat Shahih At-Tirmidzi 3/183, Jami’ul Ushul dengan tahqiq Al-Arnauth 4/144.[273] HR. Muslim 1/350.[274] HR. Muslim 4/2075, Ibnul Atsir berkata: “Maksud Nabi n lupa”, karena beliau senantiasa memperbanyak zikir, selalu mendekatkan diri kepadaNya dan waspada. Jadi, apabila sebagian waktu yang lewat tidak melakukan dzikir, maka beliau menganggapnya dosa. Kemudian beliau cepat-cepat membaca istighfar. Lihat Jami’ul Ushul 4/386.


Hadits-hadits tentang taubat




وعَنْ ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قال: <لو أن لابن آدم واديا مِنْ ذهب أحب أن يكون له واديان، ولن يملأ فاه إلا التراب، ويتوب اللَّه عَلَى من تاب> مُتَّفّقٌ عَلَيْهِ
Dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik radhiallahu ‘anhum bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Andaikata seorang anak Adam – yakni manusia – itu memiliki selembah emas, ia tentu menginginkan memiliki dua lembah dan samasekali tidak akan memenuhi mulutnya kecuali tanah – yaitu setelah mati – dan Allah menerima taubat kepada orang yang bertaubat.” (Muttafaq ‘alaih)

وعَنْ أبي موسى عبد اللَّه بن قيس الأشعري رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قال: <إن اللَّه تعالى يبسط يده بالليل ليتوب مسيء النهار، ويبسط يده بالنهار ليتوب مسيء الليل حتى تطلع الشمس مِنْ مغربها> رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari r.a., dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu membentangkan tanganNya – yakni kerahmatanNya -di waktu malam untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu siang dan juga membentangkan tanganNya di waktu siang untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu malam. Demikian ini terus menerus sampai terbitnya matahari dari arah barat – yakni di saat hampir tibanya hari kiamat, kerana setelah ini terjadi, tidak diterima lagi taubatnya seseorang.” (Riwayat Muslim)

وعَنْ أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم: <من تاب قبل أن تطلع الشمس مِنْ مغربها تاب اللَّه عليه> رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka Allah menerima taubatnya orang itu.” (Riwayat Muslim)

وعَنْ أبي عبد الرحمن عبد اللَّه بن عمر بن الخطاب رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قال: <إن اللَّه عَزَّ وَجَلَّ يقبل توبة العبد ما لم يغرغر> رَوَاهُ الْتِّرْمِذِيُّ وقال حديث حسن
Dari Abu Abdur Rahman yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Sesungguhnya Allah ‘Azzawajalla itu menerima taubatnya seseorang hamba selama ruhnya belum sampai di kerongkongannya – yakni ketika akan meninggal dunia.”
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadits hasan.

وعَنْ أبي نجيد – بضم النون وفتح الجيم – عمران بن الحصين الخزاعي رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما أن امرأة مِنْ جهينة أتت رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم وهي حبلى مِنْ الزنا فقالت: يا رَسُول اللَّهِ أصبت حدا فأقمه علي. فدعا نبي اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم وليها فقال: <أحسن إليها فإذا وضعت فائتني> ففعل، فأمر بها نبي اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فشدت عليها ثيابها ثم أمر بها فرجمت ثم صلى عليها. فقال له عمر: تصلي عليها يا رَسُول اللَّهِ وقد زنت؟ قال: < لقد تابت توبة لو قسمت بين سبعين مِنْ أهل المدينة لوسعتهم، وهل وجدت أفضل مِنْ أن جادت بنفسها لله عَزَّ وَجَلَّ؟> رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Nujaid (dengan dhammahnya nun dan fathahnya jim) yaitu lmran bin Hushain al-Khuza’i radhiallahu ‘anhuma bahwasanya ada seorang wanita dari suku Juhainah mendatangi Rasulullah s.a.w. dan ia sedang dalam keadaan hamil karena perbuatan zina.
Kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah, saya telah melakukan sesuatu perbuatan yang harus dikenakan had – hukuman – maka tegakkanlah had itu atas diriku.” Nabiyullah s.a.w. lalu memanggil wali wanita itu lalu bersabda: “Berbuat baiklah kepada wanita ini dan apabila telah melahirkan – kandungannya, maka datanglah padaku dengan membawanya.”
Wali tersebut melakukan apa yang diperintahkan. Setelah bayinya lahir – lalu beliau s.a.w. memerintahkan untuk memberi hukuman, wanita itu diikatlah pada pakaiannya, kemudian dirajamlah. Selanjutnya Beliau s.a.w. menyembahyangi jenazahnya.
Umar berkata pada beliau: “Apakah Tuan menyembahyangi jenazahnya, ya Rasulullah, sedangkan ia telah berzina?” Beliau s.a.w. bersabda: “Ia telah bertaubat benar-benar, andaikata taubatnya itu dibagikan kepada tujuhpuluh orang dari penduduk Madinah, pasti masih mencukupi. Adakah pernah engkau menemukan seseorang yang lebih utama dari orang yang suka mendermakan jiwanya semata-mata kerana mencari keridhaan Allah ‘Azzawajalla.” (Riwayat Muslim)

Membaca Alquran Saat Khutbah Jumat

Hadits Darimi 1509

أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنِي اللَّيْثُ أَخْبَرَنِي خَالِدٌ يَعْنِي ابْنَ يَزِيدَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَرَأَ ص فَلَمَّا مَرَّ بِالسَّجْدَةِ نَزَلَ فَسَجَدَ
Suatu hari Rasulullah berkhutbah kepada kami, beliau lalu membaca surat Shaad, saat melewati ayat sajdah beliau turun & sujud. [HR. Darimi No.1509].

Kitab Shalat

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar