Zakat fitrah dikenali juga sebagai zakat badan, zakat puasa, zakat Ramadan, dan zakat Fitri kerana masa untuk menyempurnakannya adalah pada akhir Ramadan dan menjelang Hari Raya Aidilfitri. Zakat fitrah adalah sebagai penyuci orang yang berpuasa daripada melakukan perbuatan keji dan buruk juga untuk dijadikan sumber keperluan orang asnaf ketika 1 Syawal(siang & malam).
Syarat Zakat Fitrah
- Islam
- Mempunyai sesuatu (makanan, harta, atau wang) yang lebih daripada keperluan diri sendiri dan keperluan orang yang ditanggung nafkahnya untuk satu hari siang dan malam Hari Raya itu.
- Dapat menemui dua masa – akhir Ramadan dan awal Syawal. Orang yang meninggal dunia sebelum terbenam matahari atau anak yang dilahirkan selepas matahari terbenam malam satu Syawal itu tidak wajib fitrah ke atasnya.
Kewajipan zakat fitrah
- Ketua keluarga wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan juga tanggungannya.
- Jika salah satu dari tanggungannya meninggal dalam bulan puasa, maka orang itu terlepas daripada membayar zakat fitrah.
Waktu mengeluarkan zakat fitrah terbahagi kepada 5
Waktu mengeluarkan zakat fitrah terbahagi kepada 5:Waktu wajib: Apabila terbenam matahari akhir 30 ramadhan sehingga terbit matahari esoknya.
Waktu yang paling afdhal: Sebelum Solat Sunat Hari Raya.
Waktu sunat: Sepanjang bulan Ramadhan.
Waktu makruh: Selepas solat sunat hari raya sehingga terbenam matahari pada satu Syawal.
Waktu haram: Selepas terbenam matahari satu Syawal.
Hukum Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah wajib atas setiap muslim dan muslimah. Berdasar hadits berikut, Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. telah memfardhukan (mewajibkan) zakat fitrah satu sha’ tamar atau satu sha’ gandum atas hamba sahaya, orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik kecil maupun tua dari kalangan kaum Muslimin; dan beliau menyuruh agar dikeluarkan sebelum masyarakat pergi ke tempat shalat ‘Idul Fitri.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III :367 no:1503, Muslim II: 277 no:279/984 dan 986, Tirmidzi II : 92 dan 93 no: 670 dan 672, ‘Aunul Ma’bud V:4-5 no: 1595 dan 1596, Nasa’i V:45, Ibnu Majah I: 584 no:1826 dan dalam Sunan Ibnu Majah ini tidak terdapat “WA AMARA BIHA…”).
Hikmah Zakat Fitrah
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan yang kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum (selesai) shalat ‘id, maka itu adalah zakat yang diterima (oleh Allah); dan siapa saja yang mengeluarkannya sesuai shalat ‘id, maka itu adalah shadaqah biasa, (bukan zakat fitrah).” (Hasan : Shahihul Ibnu Majah no: 1480, Ibnu Majah I: 585 no: 1827 dan ‘Aunul Ma’bud V: 3 no:1594).
Siapakah Yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah
Yang wajib mengeluarkan zakat fitrah ialah orang muslim yang merdeka yang sudah memiliki makanan pokok melebihi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya untuk sehari semalam. Di samping itu, ia juga wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, seperti isterinya, anak-anaknya, pembantunya, (dan budaknya), bila mereka itu muslim.
Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. pernah memerintah (kita) agar mengeluarkan zakat untuk anak kecil dan orang dewasa, untuk orang merdeka dan hamba sahaya dari kalangan orang-orang yang kamu tanggung kebutuhan pokoknya.” (Shahih : Irwa-ul Ghalil no: 835, Daruquthni II:141 no: 12 dan Baihaqi IV: 161).
Besarnya Zakat Fitrah
Setiap individu wajib mengeluarkan zakat fitrah sebesar setengah sha’ gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ kismis, atau satu sha’ gandum (jenis lain) atau satu sha’ susu kering, atau yang semisal dengan itu yang termasuk makanan pokok, misalnya beras, jagung dan semisalnya yang termasuk makanan pokok.
Adapun bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dengan setengah sha’ gandum, didasarkan pada hadits dari ‘Urwah bin Zubair r.a., (ia bertutur), “Bahwa Asma’ binti Abu Bakar r.a. biasa mengeluarkan (zakat fitrah) pada masa Rasulullah saw., untuk keluarganya yaitu orang yang merdeka di antara mereka dan hamba sahaya – dua mud gandum, atau satu sha’ kurma kering dengan menggunakan mud atau sha’ yang biasa mereka mengukur dengannya makanan pokok mereka.” (ath-Thahawai II:43 dan lafadz ini baginya).
Adapun bolehnya mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ selain gandum yang dimaksud di atas, mengacu kepada hadits dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. ia berkata, “Kami biasa mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ makanan, atau satu sha’ gandum (jenis lain), atau satu sha’ kurma kering, atau satu sha’ susu kering, atau satu sha’ kismis. (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III:371 no: 1506, Muslim II:678 no:985, Tirmizi II: 91 no :668, ‘Aunul Ma’bud V:13 no:1601, Nasa’i V:51 dan Ibnu Majah I:585 no:1829).
Dalam Syarah Muslim VII:60 Imam Nawawi menegaskan, “Menurut mayoritas fuqaha tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan harganya (bukan berupa makanan pokok).”
Menurut hemat penulis sendiri, pendapat Imam Abu Hanifah r.a. yang membolehkan mengeluarkan zakat dengan harganya tertolak, karena ayat Qur’an mengatakan yang artinya, “Dan Rabbmu tidak pernah lupa.” (Maryam : 64).
Andaikata mengeluarkan zakat fitrah dengan harganya atau uang dibolehkan dan dianggap mewakili, sudah barang tentu Allah Ta’ala dan Rasul-Nya menjelaskannya. Oleh karena itu, kita wajib mencukupkan diri dengan zhahir nash-nash syar’I, tanpa memalingkan (maknanya) dan tanpa pula memaksakan diri untuk mentakwilkan.
Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah
Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. pernah memerintah (kami) agar zakat fitrah dikeluarkan sebelum orang-orang berangkat ke tempat shalat “Idul Fitri”. (Takhrij haditsnya lihat pembahasan Hukum Zakat Fitrah, beberapa halaman sebelumnya).
Bagi yang punya, boleh mengeluarkan zakat fitrah satu atau dua hari sebelum ‘Idul Fitri. Sebab ada riwayat dari Nafi’, berkata, “Adalah Ibnu Umar r.a. menyerahkan zakat fitrah kepada orang-orang yang berhak menerimanya; dan kaum Muslim yang wajib mengeluarkan zakat mengeluarkannya sehari atau dua hari sebelum ‘Idul Fitri.” (Shahih : Fathul Bari III:375 no:1511).
Haram menunda pengeluaran zakat fitrah hingga di luar waktunya, tanpa adanya udzur syar’i. Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Rasulullah saw. telah memfardhukan zakat fitrah (atas kaum Muslimin) sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Maka barangsiapa yang mengeluarkannya seusai shalat ‘Idul Fitri’, maka dari itu termasuk shadaqah biasa.” (Nash hadits ini sudah termaktub dalam pembahasan Hikmah Zakat Fitrah).
Yang Berhak Menerima Zakat Fitrah
Zakat Fitrah hanya dialokasikan kepada orang-orang miskin saja. Ini didasarkan pada Sabda Nabi saw. yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas r.a., “Sebagai makanan bagi orang-orang miskin.” (Teks Arabnya termuat dalam pembahasan Hikmah Zakat Fitrah).
Shadaqah Tathawwu’
Sangat dianjurkan memperbanyak shadaqah tathawwu’, (shadaqah sunnah). Berdasar firman Allah SWT, “Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah:261).
Juga berdasarkan sabda Nabi saw., “Tidak ada suatu ketika segenap hamba berada di pagi hari melainkan dua puluh malaikat akan turun lalu salah seorang di antara keduanya berkata, Ya Allah berilah ganti kepada orang tersebut berinfak itu, dan yang lain berdo’a (juga), Ya Allah berilah kerusakan kepada orang yang enggan berinfak itu).” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III:304 no: 1442 dan Muslim II : 700 : 1010).
Dan orang yang paling utama memperoleh shadaqah ialah keluarganya dan kerabatnya. Rasulullah saw. menegaskan, “Sedekah yang diberikan kepada orang miskin adalah berfungsi sebagai shadaqah, sedang yang diberikan kepada kerabat (mempunyai) dua fungsi; sebagai shadaqah dan sebagai silaturrahmi (penyambung hubungan rahim).” (Shahih : Shahihul Jami’us Shaghir no : 3835 dan Tirmidzi II: 84 no: 653).
Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 448 – 453.
SASARAN PEMBAHAGIAN ZAKAT
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya zakat-zakat ini, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berhutang, untuk di jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah:60).
Ibnu Katsir r.a. ketika menafsirkan ayat ini dalam kitab tafsirnya II: 364 mengatakan, “Tatkala Allah SWT menyebutkan penentangan orang-orang munafik yang bodoh itu atas penjelasan Nabi saw. dan mereka mengecam Rasulullah mengenai pembagian zakat, maka kemudian Allah SWT menerangkan dengan gamblang bahwa Dialah yang membaginya. Dialah yang menetapkan ketentuannya, dan Dialah pula yang memproses ketentuan-ketentuan zakat itu, sendirian, tanpa campur tangan siapapun. Dia tidak pernah menyerahkan masalah pembagian ini kepada siapapun selain Dia. Maka Dia membagi-bagikannya kepada orang-orang yang telah disebutkan dalam ayat di atas :
Apakah Delapan Golongan Ini Harus Mendapatkan Bagian Semua ?
Pakar tafsir kenamaan Ibnu Katsir menegaskan bahwa para ulama’ berbeda pendapat mengenai delapan kelompok ini, apakah mereka harus mendapatkan bagian semua, ataukah boleh diberikan kepada sebagian di antara mereka ? Dalam hal ini, ada dua pendapat :
Pendapat pertama, mengatakan bahwa zakat itu harus dibagikan kepada semua delapan kelompok itu. Ini adalah pendapat Imam Syafi’I dan sejumlah ulama’ yang lain.
Pendapat kedua, menyatakan bahwa tidak harus dibagikan kepada mereka semua, boleh saja, dibagikan pada satu kelompok saja diantara mereka, seluruh zakat diberikan kepada kelompok tersebut, walaupun ada kelompok-kelompok yang lain. Ini adalah pendapat Imam Malik dan sejumlah ulama’ salaf dan khalaf, di antara mereka ialah Umar bin Khatab, Hudzifah Ibnul Yaman, Ibnu Abbas Abul’Aliyah, Sa’id bin Jubair, Maimun bin Mahcar, Ibnu Jarir mengatakan, “Ini adalah pendapat mayoritas ahli ilmu. Oleh karena itu, penulis, (Abdul ‘Azhim bin Badawi) menyebutkan semua kelompok yang berhak menerima zakat di sini hanyalah untuk menjelaskan pengertian masing-masing kelompok, bukan karena keharusan memberikan zakat itu kepada semuanya.
Imam Ibnu Katsir mengatakan, bahwa ia akan menyebutkan hadits –hadits yang bertalian dengan masing-masing dari delapan kelompok kita:
Kelompok pertama ; Orang-orang fakir
Dari Abdullah Ibnu Umar bin al-Ash r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Zakat tidak halal bagi orang yang kaya dan tidak (pula) bagi orang yang sehat dan kuat,” (Shahih : Shahihul Jami’ no: 7251, Tirmidzi II: 81 no: 647, ‘Aunul Ma’bud V:42 no:1618, dan Abu Hurairah meriwayatkannya lihat Ibnu Majah I:589 no: 1839 dan Nasa’i V:39).
Dari Ubaidillah bin ‘Adi bin al-Khiyar r.a. bahwa ada dua orang sahabat mengabarkan kepadanya bahwa mereka berdua pernah menemui Nabi saw. meminta zakat kepadanya, maka Rasulullah memperhatikan mereka berdua dengan seksama dan Rasulullah mendapatkan mereka sebagai orang-orang yang gagah. Kemudian Rasulullah bersabda, “Jika kamu berdua mau, akan saya beri, tetapi (sesungguhnya) orang yang kaya dan orang yang kuat berusaha tidak mempunyai bagian untuk menerima zakat,” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1438, ‘Aunul Ma’bud V: 41 serta Nasa’i V:99).
Kelompok kedua; Orang-Orang Miskin
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling minta-minta agar diberi sesuap dua suap makanan dan satu biji kurma,” (Kemudian) para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, (kalau begitu) siapa yang dimaksud orang miskin itu?” Jawab Beliau, “Salah mereka yang yang hidupnya tidak berkecukupan dan dia tidak punya kepandaian untuk itu, lalau diberi shadaqah, dan mereka tidak mau minta-minta kepada orang lain.” (Muttafaqun ‘alaih:Muslim II : 719 no:1039 dan lafadz baginya, Fathul Bari III : 341 no: 1479, Nasa’i V:85 dan Abu Daud V:39 no: 1615).
Kelompok ketiga: Para Amil Zakat
Mereka adalah orang-orang yang bertugas menarik dan mengumpulkan zakat. Mereka berhak mendapatkan bagian dari zakat, namun mereka tidak boleh berasal dari kalangan kerabat Rasulullah saw. yang haram menerima zakat. Hal ini ditegaskan oleh hadits shahih riwayat Imam Muslim dan lain-lain :
Dari Abdul Mutthalib bin Rabi’ah al Harits bahwa ia pernah berangkat di Fadhl bin al Abbas r.a. menghadap Rasulullah saw. lalu memohon kepada beliau agar mereka diangkat sebagai penarik dan pengumpul zakat. Maka (kepada mereka). Beliau bersabda, “Sesungguhnya zakat itu tidak halal bagi keluarga Muhammad dan tidak (pula) bagi keluarga Muhammad; karena zakat itu adalah kotoran (untuk mensucikan diri) manusia.” (Shahih ; Shahihul Jami’ no:1664, Muslim II : 752 no:1072, ‘Aunul Ma’bud VIII: 205.(Imam Nawawi berkata, “Ma’na AUSAKHUN NAAS ialah zakat itu sebagai pembersih harta benda dan jiwa mereka, sebagaimana yang ditegaskan Allah Ta’ala, “Pungutlah sebagian dari harta benda mereka sebagai zakat yang mensucikan mereka dan membersihkan (jiwa) mereka.“ Jadi zakat adalah pembersih kotoran. Lihat Syarah Muslim VII:251).
Kelompok keempat : Orang-orang Muallaf
Kelompok muallaf ini terbagi menjadi beberapa bagian.
1.Orang yang diberi sebagian zakat agar kemudian memeluk Islam. Sebagai misal Nabi saw. pernah memberi Shafwan bin Umayyah sebagian dari hasil rampasan perang Hunain, dimana waktu itu ia ikut berperang bersama kaum Muslimin:
“Nabi saw. selalu memberi kepada hingga beliau menjadi orang yang paling kucintai, setelah sebelumnya beliau menjadi orang yang paling kubenci.” (Shahih : Mukhtashar Muslim no: 1558, Muslim II:754 no:168 dan 1072, ‘Aunul Ma’bud VIII: 205-208 no: 2969, dan Nasa’i V:105-106).
2.Golongan orang yang diberi zakat dengan harapan agar keislamannya kian baik dan hatinya semakin mantap.
Seperti pada waktu perang Hunain juga,ada sekelompok prajurit beserta pemukanya diberi seratus unta, kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya aku benar-benar memberi zakat kepada seorang laki-laki, walaupun selain dia lebih kucintai daripadanya (laki-laki tersebut) karena khawatir Allah akan mencampakkannya ke (jurang) neraka Jahanam.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari I: 79 no:27, Muslim I:132 no:150, ‘Aunul Ma’bud XII : 440 no:4659, dan Nasa’i VIII:103).
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan dari Abu Sa’id r.a. bahwa Ali r.a. pernah diutus menghadap kepada Nabi saw. dari Yaman dengan membawa emas yang masih berdebu, lalu dibagi oleh beliau saw. kepada empat orang (pertama) al-Aqra’ bin Habis, (kedua) Uyainah bin Badr, (ketiga) ‘Alqamah bin ‘Alatsah, dan (keempat) Zaid al-Khair, lalu Rasulullah bersabda, “Aku menarik hati mereka.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III: 67 no:4351, Muslim II:741 no:1064, ‘Aunul Ma’bud XIII : 109 no:4738).
3.Bagian ini ialah orang-orang muallaf yang diberi zakat lantaran rekan-rekan mereka yang masih diharapkan juga memeluk Islam.
4.Mereka yang mendapat bagian zakat agar menarik zakat dari rekan-rekannya, atau agar membantu ikut mengamankan kaum Muslimin yang sedang bertugas di daerah perbatasan. Wallahu a’lam.
Apakah muallaf sepeninggal Nabi saw. masih berhak mendapatkan bagian dari zakat ?
Ibnu Katsir r.a. mengatakan bahwa dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama’ bahwa para muallaf tidak usah diberi bagian dari zakat setelah beliau wafat, karena Allah telah memperkuat agama Islam dan para pemeluknya serta telah memberi kedudukan yang kuat kepada mereka di bumi dan telah menjadikan hamba-hambaNya tunduk pada mereka (kaum muslimin).
Kelompok yang lain berpendapat, bahwa para muallaf itu tetap harus diberi, karena Rasulullah saw. pernah memberi mereka zakat setelah penaklukan kota Mekkah dan penaklukan Hawazin, zakat ini kadang-kadang amat dibutuhkan oleh mereka, sehingga mereka harus mendapat alokasi bagian dari zakat.
Kelompok kelima :Untuk memerdekakan Budak
Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri, Muqatil bin Hayyan, Umar bin Abdul Aziz, Sa’id bin Jubair, an-Nakha’i, az-Zuhri, Ibnu Zaid bahwa yang dimaksud riqab, bentuk jama’ dari raqabah “budak belian” ialah hamba mukatab (hama yang telah menyatakan perjanjian dengan tuannya bilamana sanggup menghasilkan harta dengan nilai tertentu dia akan dimerdekakan, pent). Diriwayatkan juga pendapat yang semisal dengan pendapat tersebut dari Abu Musa al-Asy’ari, dan ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan al-Lain.
Ibnu Abbas dan al-Hasan berkata, “Tidak mengapa memerdekakan budak belian dengan uang dari zakat.” Ini juga menjadi pendapat Mazhab Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Ishaq. Yaitu bahwa kata riqab lebih menyeluruh ma’nanya daripada sekedar memberi zakat kepada hamba mukatab, atau sekedar membeli budak lalu dimerdekakan.
Ada banyak hadits yang menerangkan besarnya pahala memerdekakan budak, dan Allah SWT untuk setiap anggota badan budak tersebut memerdekakan satu anggota badan orang yang memerdekakannya dari api neraka, sampai untuk kemaluan sang budak Allah memerdekakan kemaluan orang yang memerdekakannya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits berikut :
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang telah memerdekakan seorang budak mukmin, niscaya Allah dengan setiap anggota badannya akan membebaskannya anggota badan (orang yang memerdekakannya) dari api neraka, hingga orang itu memerdekakan (masalah) kemaluan dengan kemaluan.” (Shahih : Shahihul Jami’us Shaghir no:6051, Tirmidzi III:49 no: 1581).
Hal itu tidak lain, karena balasan suatu amal perbuatan sejenis dengan amal yang dilakukannya. Allah berfirman, “Dan kamu tidak diberi pembalasan, melainkan apa yang telah kamu lakukan.” (QS.ash-Shaffat.39).
Kelompok keenam : Orang-orang yang Berhutang
Mereka terbagi menjadi beberapa bagian : Pertama, orang yang mempunyai tanggungan atau dia menjamin suatu hutang lalu menjadi wajib baginya untuk melunasinya kemudian meludeskan seluruh hartanya karena hutang tersebut; kedua, orang yang bangkrut; ketiga, orang yang berhutang untuk menutupi hutangnya; dan keempat, orang yang berlumuran maksiat, lalu bertaubat. Maka mereka semua layak menerima bagian dari zakat.
Dasar yang menjadikan pijakan untuk masalah ini ialah hadits dari Qubaishah bin Mukhariq al-Hilali r.a. ia berkata, Aku pernah mempunyai tanggungan (untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa), kemudian aku datang kepada Rasulullah saw. menanyakan perihal beban tanggungan itu. Maka Beliau bersabda, “Tegakkanlah, hingga datang zakat untuk kuberikan kepadamu!” Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya, “Ya Qubaishah sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi tiga golongan: (Pertama) orang-orang yang memikul beban untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa, maka dihalalkan baginya meminta, sampai berhasil mendapatkannya, sehingga berhenti memintanya. (Kedua), orang yang tertimpa kebingungan yang sangat, karena rusaknya harta bendanya, maka kepadanya dihalalkan meminta zakat, sehingga ia mendapatkan kekuatan untuk menutupi kebutuhan hidupnya. (Ketiga), orang yang mendapatkan kesulitan hidup hingga tiga orang dari pemuka kaumnya berdiri (lalu bertutur), bahwa kesulitan hidup telah menimpa si fulan, maka baginya dihalalkan meminta hingga mempunyai kekuatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka tidak ada hak bagi selain yang tiga kelompok itu untuk meminta wahai Qubaishah!” (Shahih : Mukhtashar Muslim no: 568, Muslim II: 722 no:1044, ‘Aunul Ma’bud V:49 no: 1624, dan Nasa’i V:96).
Kelompok ketujuh : fi sabilillah ialah para mujahid sukarelawan yang tidak memiliki bagian atau gaji yang tetap dari kas negara.
Menurut Imam Ahmad, al-Hasan al-Bashri dan Ishaq bahwa menunaikan ibadah haji termasuk fi sabilillah. Menurut hemat penulis Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi, tiga imam itu mendasarkan pendapatnya pada hadits berikut :
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bermaksud hendak menunaikan ibadah haji. Lalu ada seorang wanita berkata kepada suaminya (tolong) hajikanlah aku bersama Rasulullah saw.” Maka jawabnya, “Aku tidak punya biaya untuk menghajikanmu.“ Ia berkata (lagi) kepada suaminya, “(Tolong) hajikanlah diriku dengan biaya dari menjual untamu (yang berasal dari zakat) si fulan itu.” Maka jawabnya, “Itu diperuntukkan fi sabilillah Azza Wa Jalla.” Kemudian sang suami datang menghadap Rasulullah saw. lalu bertutur, “(Ya Rasulullah), sesungguhnya isteriku menyampaikan salam kepadamu; dan ia meminta kepadaku agar ia bisa menunaikan ibadah haji bersamamu. Ia mengatakan, kepadaku, “(Tolong) hajikanlah aku dengan biaya dari hasil menjual untamu (yang berasal dari zakat) si fulan itu,’ Lalu saya jawab, “Itu diperuntukkan fi sabilillah,’ “Maka Rasulullah saw. bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya, kalau engkau menghajikannya dengan biaya berasal dari hasil tersebut, berarti fi sabilillah juga).” (Hasan Shahih : Shahih Abu Daud no : 1753, ‘Aunul Ma’bud V:465 no : 1974, Mustadrak Hakim I: 183, dan Baihaqi VI: 164).
Kelompok kedelapan : Ibnu Sabil
Adalah seorang yang musafir melintas di suatu negeri tanpa membawa bekal yang cukup untuk kepentingan perjalanannya, maka dia pantas mendapat alokasi dari bagian zakat yang cukup hingga kembali ke negerinya sendiri, meskipun ia seorang yang mempunyai harta.
Demikian juga hukum yang diterapkan kepada orang yang mengadakan safar dari negerinya ke negeri orang dan dia ia tidak membawa bekal sedikitpun, maka ia berhak diberi bagian dari zakat yang sekiranya cukup untuk pulang dan pergi. Adapun dalilnya ialah ayat enam puluh surah at-Taubah dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah.
Dari Ma’mar dari Yasid bin Aslam, dari ‘Atha’ bin Yassar dari Abi Sa’id r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Zakat tidak halal bagi orang yang kaya, kecuali bagi lima (kelompok): (pertama) orang kaya yang menjadi amil zakat, (kedua) orang kaya yang membeli barang zakat dengan harta pribadinya, (ketiga) orang yang berutang; (keempat) orang kaya yang ikut berperang di jalan Allah, (kelima) orang miskin yang mendapat bagian zakat, lalu dihadiahkannya kembali kepada orang kaya,” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7250, ‘Aunul Ma’bud V : 44 no : 1619, dan Ibnu Majah I: 590 no :1841).
Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 439 – 448.
HARTA BENDA YANG WAJIB DIKELUARKAN ZAKATNYA
Yang wajib dikeluarkan zakatnya ialah emas dan perak, tanaman, buah-buahan, binatang ternak, dan harta rikaz.
a. Zakat Emas dan Perak
1. Nishab dan besarnya zakat
Nishab emas adalah dua puluh dinar, dan nishab perak dua ratus Dirham, sedangkan besar zakat keduanya adalah 2 ½ %, sebagaimana yang ditegaskan dalam riwayat berikut.
Dari Ali bin Abi Thalib r.a. dari Nabi saw. bersabda, “Jika kamu memiliki dua ratus dirham dan sudah sampai haul, maka zakatnya lima dirham, dan kamu tidak wajib mengeluarkan zakat yaitu dari emas sebelum kamu memiliki dua puluh dinar. Jika kamu memiliki dua puluh dinar dan sudah sampai haul, maka zakatnya ½ saw. dinar.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 1319, dan ‘Aunul Ma’bud IV: 447 no: 1558).
2. Zakat Perhiasan
Zakat perhiasan adalah wajib berdasar keumuman ayat dan hadits-hadits; dan orang yang mengeluarkannya dari keumuman tersebut sama sekali tidak memiliki alasan yang kuat, bahkan banyak nash-nash yang bersifat khusus yang bertalian dengan zakat perhiasan ini, di antaranya :
Dari Ummu Salamah r.a. berkata; Saya pernah memakai kalung emas. Kemudian saya bertanya, “Ya Rasulullah, apakah ini termasuk simpanan (yang terlarang)?” Maka jawab beliau, “Apa-apa yang sudah mencapai wajib zakat, lalu telah dizakati maka dia tidak termasuk (dinamakan) simpanan (yang terlarang).” (Hasan: Shahihul Jami’us Shaghir no:5582, As Shahihah no:559, ‘Aunul Ma’bud IV:426 no: 1549, dan Daruquthni II: 105).
Dari Aisyah r.a. ia berkata, (Pada suatu hari) Rasulullah saw. mendatangiku, lalu melihat beberapa cincin perak, dijariku, kemudian beliau bertanya, “Apa itu, wahai Aisyah?” Saya jawab, “Saya buat cincin ini sebagai perhiasan di hadapanmu, ya Rasulullah.” Sabda beliau, “Apakah engkau sudah mengeluarkan zakatnya?” Jawab saya, “Belum, atau ‘masya Allah” Rasulullah menjawab selanjutnya, “Cukuplah dia yang dapat menjerumuskanmu ke neraka.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 1384, ‘Aunul Ma’bud IV: 427 no: 1550, dan Daruquthni II: 105).
b. Zakat Tanaman dan Buah-buahan :
Dalam hal ini Allah SWT berfirman, “Dan Dialah yang telah menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun, dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu), bila dia telah berbuah dan tunaikanlah haknya di hari (panen), memetik hasilnya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-An’am:141).
1. Tanaman-tanaman dan buah-buahan yang terkena wajib zakat hanya ada empat macam. Berdasar hadits dari Abi Burdah dari Abu Musa dan Mu’adz r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah mengutus keduanya ke Yaman menjadi da’i di sana, lalu beliau memerintah mereka agar tidak memungut zakat, kecuali dari empat macam ini: gandum sya’ir (sejenis gandum lain), kurma kering, dan anggur kering.” (Shahih: ash-Shahihah no: 879, Mustadrak Hakim I:401, dan Baihaqi IV:125).
2. Nishabnya: Tanaman dan buah-buahan yang terkena wajib zakat disyaratkan sudah memenuhi nishab yang disebutkan dalam hadits ini.
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada zakat pada unta yang kurang dari lima ekor, tidak ada zakat pada perak yang kurang dari lima uqiyah (Ibnu Hajar berkata, “Kadar satu uqiyah yang dimaksud dalam hal ini ialah empat puluh Dirham dari perak murni, demikian menurut kesepakatan para ulama’) dan tidak ada zakat pada buah-buahan yang kurang dari lima wasaq.” (Lima wasaq ialah enam puluh sha’, menurut ittifaq para ulama’, Fathul Bari III:364). (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III: 310 no: 1447 dan lafadz ini baginya, Muslim II: 673 no:979, Tirimidzi II:69 no: 622, Nasa’i. V:17 dan Ibnu Majah I: 571 no:1793).
3. Besar zakat yang wajib dikeluarkan :
Dari Jabir r.a. dari Nabi saw. bersabda, “Tanaman yang dapat air dari sungai dan dari hujan, zakatnya 10%, sedangkan yang diairi dengan bantuan binatang ternak 5%.”(Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no:4271 Muslim II:675 no:981 dan lafadz ini baginya, ‘Aunul Ma’bud IV:486 no:1582, dan Nasa’i V:42).
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Tanaman yang diairi oleh hujan, atau oleh mata air, atau merupakan rawa, zakatnya sepersepuluh, dan yang diairi dengan bantuan binatang zakatnya seperduapuluh.” (Shahih: Shahihhul Jami’us Shaghir no: 427, Fathul Bari III: 347 no: 148333 dan lafadz ini baginya, ‘Aunul Ma’bud IV:485 no:1581, Tirmidzi II:76 no: 635, Nasa’i IV:41 dan Ibnu Majah I: 1817).
4. Penentuan besar nishab dan zakat untuk kurma dan anggur secara taksiran :
Dari Abu Humaid as-Sa’idi r.a. ia bertutur : Kami pernah ikut perang Tabuk bersama Rasulullah saw., tatkala sampai di Wadil Qura, tiba-tiba ada seorang perempuan pemilik kebun tanga berada di kebunnya, lalu beliau bersabda kepada para sahabatnya, “Coba kalian taksir (berapa besar zakat kebun ini!” Rasulullah saw. (sendiri) menaksir (besar zakatnya) 10 wasaq. Kemudian Rasulullah bersabda kepada perempuan pemilik kebun itu, “Coba kau hitung (lagi) berapa zakat yang harus dikeluarkan darinya!” Tatkala Rasulullah saw. datang (lagi) ke Wadil Qura, Rasulullah bertanya kepada perempuan itu, “Berapa besar zakat yang dikeluarkan dari kebunmu itu?” Jawabnya, “10 wasaq sebagaimana yang diprediksi oleh Rasulullah SAW.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 2644, dan Fathul Bari III: 343 no: 1481).
Dari Aisyah r.a. ia bercerita, “Adalah Rasulullah saw. pernah mengutus Abdullah bin Rawahah r.a. untuk menaksir kurma waktu sudah tua sebelum dimakan. Kemudian agar memberi pilihan kepada orang-orang Yahudi, antara para amil zakat memungutnya dengan taksiran itu, dengan mereka menyerahkan hasilnya kepada para amil agar dihitung zakatnya sebelum dimakan dan dipisahkan hasilnya.” (Hasan Lighairihi: Irwa-ul Ghalil no: 805 dan ‘Aunul Ma’bud IX: 276 : 3396).
c. Zakat Binatang Ternak :
Binatang ternak yang dimaksud disini terdiri atas unta, sapi, dan kambing.
1. Nishab zakat unta
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Onta yang kurang dari lima ekor tidak dipungut zakat.” (Redaksi Arabnya sudah termuat pada pembahasan zakat tanaman dan buah-buahan, beberapa halaman sebelumnya(pent.)
2. Besarnya zakat yang dikeluarkan :
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar r.a. pernah menulis surat ini kepadanya, ketika ia diutus oleh Abu Bakar (menjadi da’i) di Bahrain. Bunyi surat tersebut ialah, “Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah kewajiban zakat yang difardhukan oleh Rasulullah SAW atas kaum Muslimin dan yang Allah perintahkan kepada Rasul-Nya. Oleh karena itu barang siapa dari kalangan kaum muslimin yang diminta menunaikan zakat itu sesuai dengan ketentuan yang sebenarnya, maka hendaknya ia membayarnya; namun barang siapa dari kaum muslimin yang diminta zakatnya lebih dari ketentuan yang sesungguhnya, maka janganlah ia memberikan (kelebihannya atau janganlah memberikan sama sekali, sebab petugasnya telah berbuat curang (pent) : Pada dua puluh empat ekor unta, paling sedikit lima ekor, maka zakatnya seekor kambing. Jikalau sudah mencapai dua puluh lima ekor sampai tiga puluh ekor unta, maka zakatnya seekor anak unta betina (berumur satu tahun lebih). Jikalau sudah mencapai tiga puluh enam sampai empat puluh lima, maka zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun keempat. Jikalau sudah mencapai enam puluh satu sampai tujuh puluh lima, maka zakatnya seekor anak unta betina berumur empat tahun lebih. Jika sudah mencapai tujuh puluh enam ekor sampai sembilan puluh ekor, maka zakatnya dua ekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun ketiga. Jika sudah mencapai sembilan puluh satu sampai seratus dua puluh, maka zakatnya dua ekor anak unta betina berumur tiga tahun lebih. Kalau sudah lebih dari seratus dua puluh ekor, maka setiap empat puluh ekor, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun ketiga, sedang tiap lima puluh ekornya, zakat yang harus dikeluarkan adalah seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun keempat. Adapun orang yang hanya memiliki empat ekor unta, maka belum terkena kewajiban zakat, kecuali kalau orang yang mempunyai unta itu mau mengeluarkan zakat sunnah. Namun jika sudah mencapai lima ekor, maka zakatnya seekor kambing” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1385, Fathul Bari III:317 no: 1454 dan III:316 no: 1453, ‘Aunul Ma’bud IV:431 no: 1552, dan Nasa’i V:18, Ibnu Majah I:575 no:1800 hadits kedua saja).
3. Orang yang harus mengeluarkan zakat seekor anak unta betina yang berumur satu tahun lebih, namun ia tidak memilikinya
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar r.a. pernah menulis sepucuk surat kepadanya yang berisi penjelasan perihal shadaqah (zakat) yang Allah dan Rasul-Nya wajibkan (dalam hal zakat unta sebagai berikut), “Barangsiapa telah memiliki unta hingga cukup dikenai kewajiban zakat berupa unta yang umurnya masuk tahun kelima, tetapi ia tidak memilikinya, dan yang dimiliki hanya unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, maka bolehlah diterima darinya zakat berupa unta betina yang umurnya masuk tahun keempat ditambah dengan dua ekor kambing bila dirasakan mudah baginya, atau ditambah dengan dua puluh Dirham. Barangsiapa yang memiliki unta hingga sampai pada kewajiban zakat berupa unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, namun ia tidak mempunyai, kecuali unta betina yang umurnya masuk tahun kelima, maka diterimalah zakat darinya berupa unta betina yang umurnya masuk tahun kelima dan si penerima zakat harus mengembalikan dua puluh Dirham atau dua ekor kambing (kepada sang pengeluar zakat). Barang siapa yang mempunyai unta hingga sampai pada kewajiban membayar zakat berupa unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, namun ia hanya mempunyai anak unta betina, maka bolehlah diterima zakat darinya berupa anak unta betina tersebut dengan menambah dua ekor kambing atau dua puluh Dirham. Barangsiapa yang memiliki unta hingga cukup dibebani kewajiban zakat berupa anak unta betina yang umurnya masuk tahun kelima, namun ia mempunya unta betina yang umurnya masuk tahun kelima, maka diterimalah zakat darinya berupa unta betina yang umurnya masuk tahun keempat tersebut dan si penerimanya harus mengembalikan dua puluh Dirham atau dua kambing kepada si pemberi zakat. Barangsiapa yang memiliki unta sudah mencapai ketentuan wajib mengeluarkan zakat berupa anak unta betina berumur satu tahun lebih, maka beolehlah diterima zakat darinya berupa unta betina berumur satu tahun lebih itu dengan menambah dua puluh Dirham atau dua ekor kambing.” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1385, Fathul Bari III:317 no: 1454 dan III:316 no: 1453, ‘Aunul Ma’bud IV:431 no: 1552, dan Nasa’i V:18, Ibnu Majah I:575 no:1800 hadits kedua saja).
4. Nishab dan besar zakat sapi
Dari Mu’adz bin Jabal r.a. ia berkata, “Aku pernah diutus oleh Rasulullah saw. ke negeri Yaman dan diperintahkan olehnya untuk memungut zakat sapi, dari setiap empat puluh ekor, zakatnya satu ekor sapi betina yang berumur dua tahun, dan dari tiap tiga puluh ekor, zakatnya satu ekor sapi jantan atau betina yang berumur setahun.” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1394, Tirmidzi II :68 no: 619, ‘Aunul Ma’bud IV:475 no: 1561, Nasa’i V:26, dan Ibnu Majah I:576 no:1803 dan lafadz ini terekam dalam Sunan Ibnu Majah; di selainnya terdapat tambahan di bagian akhir).
5. Nishab dan besar zakat kambing :
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar r.a. pernah menulis sepucuk surat kepadanya perihal penjelasan zakat wajib yang Allah perintahkan kepada Rasul-Nya (dalam hal zakat kambing yang isinya sebagai berikut), “Kambing yang digembalakan, bila jumlah mencapai empat puluh ekor sampai dengan seratus dua puluh ekor, zakatnya seekor kambing. Jika mencapai seratus dua puluh satu ekor sampai dengan dua ratus ekor, zakatnya dua ekor kambing. Jika sudah mencapai dua ratus lebih sampai dengan tiga ratus, maka zakatnya tiga ekor. Jika sudah mencapai tiga ratus lebih, maka dalam setiap seratus ekor, zakatnya seekor kambing. Manakala kambing yang mencuri makan sendiri itu kurang dari empat puluh ekor, maka pemiliknya tidak wajib mengeluarkan zakat, kecuali kalau ia mau (mengeluarkan sedekah sunnah).” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1385, Fathul Bari III:317 no: 1454 dan III:316 no: 1453, ‘Aunul Ma’bud IV:431 no: 1552, dan Nasa’i V:18, Ibnu Majah I:575 no:1800).
6. Syarat-syarat wajibnya zakat pada binatang ternak :
a. Mencapai nishab, sebagaimana yang sudah jelas pada beberapa hadits yang lalu.
b. Sudah berlalu satu tahun. Rasulullah saw. bersabda, “Tiada zakat bagi harta benda yang belum mencapai haul (satu tahun).” (Shahih : Shahihul Jami’ no: 7479, Ibnu Majah I: 571 no: 1792, Daruquthni II: 90 no: 3 dan Baihaqi IV:103).
c. Hendaknya ternak yang digembalakan di padang rumput yang memang bebas dimanfa’atkan oleh siapa saja, selama setahun (atau lebih dari enam bulan). Ini didasarkan pada sabda Nabi saw. yang artinya, “Kambing yang digembalakan, bila jumlahnya mencapai empat puluh ekor sampai dengan seratus dua puluh, maka zakatnya seekor kambing.” (Hadits ini merupakan bagian dari hadits yang berisi surat Abu Bakar kepada Anas, yang telah dimuat pada beberapa halaman sebelumnya).
Dan Rasulullah saw. juga bersabda yang artinya, “Dalam setiap unta yang cari makan sendiri, yaitu pada setiap empat puluh ekor, zakatnya seekor unta anak betina yang berumur dua tahun masuk tahun ketiga.” (Hasan : Shahihul Jami’us Shaghir no: 4265, ‘Aunul Ma’bud IV:452 no: 1560, Nasa’i V:25, dan al-Fathur Rabbani VIII:217 no:28).
7. Harta yang tidak dipungut zakatnya :
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. tatkala mengutus Mu’adz ke negeri Yaman berwasiat kepadanya, “(Wahai Mu’adz), janganlah kamu memungut zakat dari harta benda mereka yang dianggap mulia (oleh mereka),” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III : 357 no: 1496, Muslim I:50 no19, Tirmidzi II:69 no: 261 dan ‘Aunul Ma’bud IV:467 no: 1569, serta Nasa’i V: 55).
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar saw. pernah menulis surat kepadanya (tentang penjelasan) zakat fardhu, yang Allah perintahkan kepada Rasul-Nya (yang diantara isinya), “Janganlah dikeluarkan zakat berupa binatang yang sudah tua, juga yang cacat dan jangan (pula) yang jantan, kecuali jika dikehendaki oleh orang yang mengeluarkan zakat itu.” (Imam pencatat hadits ini sama dengan riwayat Anas r.a. pada beberapa halaman sebelumnya).
8. Hukum ternak yang bercampur :
Apabila ada dua orang atau lebih yang mengadakan serikat dari orang-orang yang terkena wajib zakat, sehingga bagian seorang diantara keduanya tidak dapat dipisahkan / dibedakan dari bagian yang lain, maka cukup bagi mereka untuk mengeluarkan zakat seperti untuk satu orang. Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits berikut.
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar pernah menulis sepucuk surat kepadanya (tentang penjelasan) zakat fardhu yang telah Allah perintah kepada Rasul-Nya (diantara isinya ialah), “Tidaklah dikumpulkan antara harta yang terpisah, dan tiada pula dipisahkan antara harta yang terkumpul, karena khawatir mengeluarkan zakatnya. Dan manakala ada dua pencampur ternak, maka keduanya kembali sama-sama berzakat.” (Imam pencatat hadits ini sama dengan riwayatAnas yang dimuat dalam beberapa halaman sebelumnya).
d. Zakat Barang Galian
Rikaz, barang galian ialah harta karun yang didapat tanpa niat mencari harta terpendam dan tidak perlu bersusah payah.
Zakat dari rikaz ini harus segera dikeluarkan, tanpa dipersyaratkan haul (melewati setahun) dan tidak pula nishab. Berdasarkan keumuman sabda Nabi saw., “Dalam barang rikaz itu ada zakat (yang harus dikeluarkan) sebanyak seperlima bagian (20%).” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III:364 no:1499, Muslim III:1334 no:1710, Tirmidzi II:77 no:637, Nasa’i IV:45 dan Ibnu Majah II:839 no:2509 serta ‘Aunul Ma’bud VIII:341 no:3069. Dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan dengan panjang lebar, namun dalam riwayat selain keduanya hanya kalimat tersebut).
Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 426 – 438.
KEDUDUKAN ZAKAT DALAM ISLAM
Zakat adalah salah satu rukun Islam dan termasuk salah satu di antara fardhu-fardhuNya.
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Islam ditegakkan di atas lima (perkara): (pertama) bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul utusan Allah, (kedua) menegakkan shalat, (ketiga) mengeluarkan zakat, (keempat) menunaikan ibadah haji, dan (kelima) melaksanakan shiyam (puasa) Ramadhan.” (Muttafaqun’alaih: Muslim I : 45 no:16-20 dan lafadz ini baginya, Fathul Bari I: 49 no: 8, Tirmidzi IV: 119 no: 2736 dan Nasa’i VIII: 107).
Di dalam al-Qur’an, kata zakat diiringi oleh kata shalat dalam delapan puluh dua ayat.
Dorongan Agar Menunaikan Zakat
Allah SWT berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At-Taubah: 103)
Dan Allah SWT berfirman, “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Ar-Ruum:39).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang bershadaqah sesuatu senilai harga satu tamar (kurma kering) dari hasil usaha yang halal, dan Allah tidak akan menerima kecuali yang halal, maka Allah menerimanya dengan tangan kanan-Nya, kemudian Dia memeliharanya untuk pelakunya sebagaimana seorang diantara kamu memelihara anak kandungnya sampai seperti gunung.” (Muttafaqun’alaih: Fathul Bari III:278 no: 1410 dan lafadz ini baginya, Muslim II : 702 no: 1014, Tirmidzi II: 85 no: 656 dan Nasa’i V:57).
Ancaman Bagi Orang Yang Tidak Mengeluarkan Zakat
Allah SWT berfirman, “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan adalah buruk bagi mereka, kelak harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala (warisan) yang ada di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali’Imran : 180).
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw. bersabada, “Barangsiapa yang diberi harta oleh Allah, lalu tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari kiamat kelak hartanya itu dibentuk seperti ular, yaitu dijadikan ular yang botak kepalanya berumur panjang, memiliki dua buah taring di rahangnya. Ular besar itu dikalungkan di lehernya lalu mematuk kedua pipinya dan kedua rahangnya dengan terus – menerus. Kemudian ular itu berkata, “Saya adalah simpananmu dan saya adalah hartamu dahulu (yang tidak kamu keluarkan zakatnya). “Kemudian Beliau membaca ayat, “WALAA YAHSABANNAL LADZIINA YABKHALUUNA BIMAA AATAAHUMULLAHU MIN FADHLIH (sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunianya, menyangka…)” (Shahih: Shahih Nasa’i no: 2327, dan Fathul Bari III: 2327 dan Fathul Bari III : 268 no:1403).
Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat), siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (At-Taubah: 34-35).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Setiap pemilik emas dan perak yang tidak mengeluarkan zakatnya, pasti bila hari kiamat akan dibentangkanlah untuknya papan (lempengan-lempengan) dari api, lalu dipanaskan di neraka Jahanam lantas lambung, kening dan punggungnya disetrika dengannya. Setiap kali dingin, disetrika lagi (begitu seterusnya). Pada (masa) di mana mana matahari sama dengan lima puluh ribu tahun (lamanya). Hingga diputuskan (ketetapan) di antara hamba-hamba, sehingga akan ditampakkan jalannya. Mungkin ke surga dan mungkin (juga) ke neraka.” Ada yang bertanya, “Ya Rasulullah, lalu bagaimana dengan zakat unta?” Jawab Beliau saw., “Dan begitu ada pemilik unta yang tidak menunaikan haknya. Dan, diantara haknya ialah perah susunya pada hari ketika susunya penuh pasti bila hari kiamat tiba lemparlah tanah dataran rendah untuk gerombolan unta yang tidak dikeluarkan zakatnya itu. Gerombolan besar unta itu hadir (di kawasan yang sudah tersiapkan), di satu kelompokpun dari gerombolan besar unta yang absen, merka menginjak-injak pemiliknya dengan tapak kakinya dan menggigitnya dengan mulutnya. Setiap dikelompok pertama selesai melaluinya, dilanjutkan dengan kelompok selanjutnya dan begitulah seterusnya), pada (masa) yang satu hari sama dengan lima puluh ribu tahun. Hingga diputuskan (ketetapan) diantara hamba-hamba, sehingga dilihatlah jalannya; mungkin ke surga dan mungkin (juga) ke neraka,” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 5729, Muslim II:680 no: 987, dan ‘Aunul Ma’bud V: 75 no: 1642).
Hukum Orang Yang Mencegah Membayar Zakat
Dalam Fiqhus Sunnah I: 281, Syaikh Sayyid Sabiq menulis, “Zakat adalah salah satu amalan fardhu yang telah disepakati ummat Islam dan sudah sangat terkenal sehingga termasuk dharurriyatud din (pengetahuan yang pokok dalam agama), yang mana andaikata ada seseorang mengingkari wajibnya zakat, maka dinyatakan keluar dari Islam dan harus dibunuh karena kafir. Kecuali jika hal itu terjadi pada seseorang yang baru masuk Islam, maka dimaafkan karena belum mengerti hukum-hukum Islam.”
Masih menurut Sayyid Sabiq, “Adapun orang-orang yang enggan membayar zakat, namun meyakininya sebagai kewajiban, maka ia hanya berdosa besar karena enggan membayarnya, tidak sampai keluar dari Islam. Dan, penguasa yang sah berwenang memungut zakat tersebut darinya dengan paksa”. Dalam hal ini penguasa berhak menyita separoh harta kekayaannya sebagai sangsi baginya, hal ini berdasar pada hadits dari Bahz bin Hakim dari bapaknya dari datuknya r.a. ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Pada setiap unta yang digembalakan ada zakatnya, setiap 40 ekor (zakatnya) adalah seekor anak unta betina yang selesai menyusu; unta tidak dipisahkan dari perhitungannya; barangsiapa yang membayar zakat itu untuk memperoleh pahala, maka ia pasti akan mendapat pahala itu, tetapi orang yang tidak membayarnya kami akan memungut zakat itu beserta separuh kekayaannya. Ini merupakan salah satu ketentuan tegas dari Rabb kita, yang mana bagi keluarga Muhammad tidak halal menerimanya sedikitpun.” (Hasan : Shahihul Jami’us Shaghir no: 4265, ‘Aunul Ma’bud IV:452 no:1560, Nasa’i V:25, al-Fathur Rabbani VIII:217 no:28).
Jika ada suatu kaum yang mau mengeluarkannya, namun mereka tetap meyakini akan kewajiban mengeluarkan zakat, dan mereka memiliki kekuatan dan pertahanan. Maka mereka harus diperangi karena sikapnya hingga sadar membayarnya. Karena ada hadits Nabi saw. yang mengatakan, “Saya diperintahkan untuk memerangi mereka, kecuali bila mereka sudah mengikrarkan syahadat bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) selain Allah dan Muhammad adalah Rasul utusan-Nya, menegakkan shalat, dan membayar zakat. Bila mereka sudah melaksanakan hal itu, maka darah mereka dan harta kekayaan mereka memperoleh perlindungan dari saya, kecuali oleh karena hak-hak Islam lain, yang dalam hal ini perhitungannya diserahkan kepada Allah.” (Muttafaqun’alaih : Fathul Bari I: 75 no: 25, dan ini lafadnya, Muslim I:53 no:22).
Dari Abu Hurairah r.a. ia bercerita, “Tatkala Rasulullah saw. wafat, maka yang terpilih menjadi khalifah adalah Abu Bakar, dan telah kufur (murtad) orang yang kufur (murtad) dari sebagian oran-orang Arab, maka Umar berkata (kepada Abu Bakar,pent), “Bagaimana engkau berani memerangi orang-orang itu, sedangkan Rasulullah saw. telah menegaskan, “Tiadalah Ilah (yang patut diibadahi), kecuali Allah? Barang siapa yang sudah mengikrarkannya, maka dia telah memelihara darah dan kekayaannya dari saya, kecuali dengan haknya, sedangkan perhitungan terhadap mereka diserahkan sepenuhnya kepada Allah?” Ia (Abu Bakar) menjawab “Wallahi, saya akan memerangi siapa saja yang membeda-bedakan antara zakat dan shalat, karena zakat adalah kewajiban dalam harta. Wallahi, andaikata mereka tidak mau lagi memberikan seekor anak kambing yang dahulunya mereka berikan kepada Rasulullah, maka pasti saya memerangi oleh karena itu, “Jawab Umar, “Wallahi, tidak lain kecuali hati Abu Bakar betul-betul sudah dilapangkan oleh Allah untuk perang tersebut, maka saya pun tahu bahwa dialah yang benar!” (Shahih: Fathul Bari III: 626 no: 1933-1400, Muslim I:51 no:20, ‘Aunul Ma’bud IV: 414 no: 1541, dan Nasa’i V:14 dan Tirmidzi IV:117 no:2734).
Siapakah Yang Wajib Mengeluarkan Zakat ?
Zakat diwajibkan atas setiap muslim yang merdeka dan memiliki harta benda yang sudah memenuhi nishab dan telah melewati satu tahun (haul ialah putaran setahun bagi harta yang wajib dikeluarkan zakatnya (Pent.) kecuali tanaman, harus dikeluarkan zakatnya pada waktu panennya, bila sudah memenuhi nishabnya (Batas minimal jumlah harta yang dikenai wajib zakat (Pent.)
Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT, “Dan Keluarkanlah zakatnya pada hari panennya.” (Al-An’am:141)
Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 419 – 426
PANDUAN MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH
1. Diriwayatkan dari Ibnu Umar t.ia berkata :
Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah dari bulan Ramadhan satu sha’ dari kurma, atau satu sha’ dari sya’iir. atas seorang hamba, seorang merdeka,
laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslilmin. ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim )
2. Diriwayatkan dari Umar bin Nafi’ dari ayahnya dari Ibnu Umar ia berkata:
Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari
sya’iir atas seorang hamba, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin dan beliau memerintahkan agar di tunaikan /
dikeluarkan sebelum manusia keluar untuk shalat ‘ied. ( H. R : Al-Bukhary, Abu Daud dan Nasa’i)
3. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata :
Rasulullah saw telah memfardhukan zakat fithrah untuk membersihkan orang yang puasa dari perbuatan sia-sia dan dari perkataan keji dan untuk memberi makan orang miskin. Barang siapa yang mengeluarkannya sebelum shalat, maka ia berarti zakat yang di terima dan barang siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat ‘ied,
maka itu berarti shadaqah seperti shadaqah biasa (bukan zakat fithrah ). ( H.R : Abu Daud, Ibnu Majah dan Daaruquthni )
4. Diriwayatkan dari Hisyam bin urwah dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda :
Tangan di atas ( memberi dan menolong ) lebih baik daripada tangan di bawah ( meminta-minta ), mulailah orang yang menjadi tanggunganmu ( keluarga dll ) dan sebaik-baik shadaqah adalah yang di keluarkan dari kelebihan kekayaan ( yang di perlukan oleh keluarga ) ( H.R : Al-Bukhary dan Ahmad)
5. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata :
Rasulullah sw. memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fithrah unutk anak kecil, orang dewasa, orang merdeka dan hamba sahaya dari orang yang kamu sediakan makanan mereka (tanggunganmu ). (H.R : Daaruquthni, hadits hasan )
6. Artinya : Diriwayatkan dari Nafi’ t. berkata :
Adalah Ibnu Umar menyerahkan (zakat fithrah ) kepada mereka yang menerimanya ( panitia penerima zakat fithrah / amil ) dan mereka ( para sahabat )
menyerahkan zakat fithrah sehari atau dua hari sebelum ‘iedil fitri. ( H.R.Al-Bukhary )
7. Diriwayatkan dari Nafi’ : Bahwa sesungguhnya Abdullah bin Umar menyuruh orang mengeluarkan zakat fithrah kepada petugas yang kepadanya zakat fithrah di
kumpulkan( amil ) dua hari atau tiga hari sebelum hari raya fitri. ( H.R : Malik)
KESIMPULAN
Hadits-hadits tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa :
1. Wajib bagi tiap kaum muslimin untuk mengeluarkan zakat fithrah untuk dirinya , keluarganya dan orang lain yang menjadi tanggungannya baik orang dewasa,
anak kecil, laki-laki maupun wanita. ( dalil : 1,2 dan 5 )
2. Yang wajib mengeluarkan zakat fithrah adalah yang mempunyai kelebihan dari keperluan untuk dirinya dan keluarganya. ( dalil : 4 )
3. Sasaran zakat fithrah adalah dibagikan kepada kaum miskin dari kalangan kaum muslimin. ( dalil : 3 )
4. Zakat fithrah dikeluarkan dari makanan pokok ( di negeri kita adalah beras ) sebanyak lebih kurang 3,1 liter untuk seorang. ( dalil : 1 dan 2 )
5. Cara menyerahkan zakat fithrah adalah sebagai berikut :
a. Bila diserahkan langsung kepada yang berhak ( fakir miskin muslim ) waktu penyerahannya adalah sebelum shalat ‘ied yakni malam hari raya atau setelah shalat
Shubuh sebelum shalat ‘iedul fitri. ( dalil : 2 dan 3)
b. Bila diserahkan kepada amil zakat fithrah ( orang yang bertugas mengumpulkan zakat fithrah ), boleh diserahkan tiga,dua atau satu hari sebelum hari raya
‘iedul fitri. ( dalil : 6 dan 7 )
6. Zakat fithrah disyari’atkan untuk membersihkan pelaksanaan puasa Ramadhan dari perbuatan sia-sia dan perkataan keji di waktu puasa. ( dalil : 3 )
Maraji’ (Daftar Pustaka):
1. Al-Qur’anul Kariem
2. Tafsir Aththabariy.
3. Tafsir Ibnu Katsier.
4. Irwaa-Ul Ghaliel, Nashiruddin Al-Albani.
5. Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq.
6. Tamaamul Minnah
Zakat fitrah
Zakat fitrah dikenali juga sebagai zakat badan, zakat puasa, zakat Ramadan, dan zakat Fitri kerana masa untuk menyempurnakannya adalah pada akhir Ramadan dan menjelang Hari Raya Aidilfitri. Zakat fitrah adalah sebagai penyuci orang yang berpuasa daripada melakukan perbuatan keji dan buruk juga untuk dijadikan sumber keperluan orang asnaf ketika 1 Syawal(siang & malam).
Syarat Zakat Fitrah
- Islam
- Mempunyai sesuatu (makanan, harta, atau wang) yang lebih daripada keperluan diri sendiri dan keperluan orang yang ditanggung nafkahnya untuk satu hari siang dan malam Hari Raya itu.
- Dapat menemui dua masa – akhir Ramadan dan awal Syawal. Orang yang meninggal dunia sebelum terbenam matahari atau anak yang dilahirkan selepas matahari terbenam malam satu Syawal itu tidak wajib fitrah ke atasnya.
Kewajipan zakat fitrah
- Ketua keluarga wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan juga tanggungannya.
- Jika salah satu dari tanggungannya meninggal dalam bulan puasa, maka orang itu terlepas daripada membayar zakat fitrah.
Waktu mengeluarkan zakat fitrah terbahagi kepada 5
Waktu mengeluarkan zakat fitrah terbahagi kepada 5:Waktu wajib: Apabila terbenam matahari akhir 30 ramadhan sehingga terbit matahari esoknya.
Waktu yang paling afdhal: Sebelum Solat Sunat Hari Raya.
Waktu sunat: Sepanjang bulan Ramadhan.
Waktu makruh: Selepas solat sunat hari raya sehingga terbenam matahari pada satu Syawal.
Waktu haram: Selepas terbenam matahari satu Syawal.
Hukum Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah wajib atas setiap muslim dan muslimah. Berdasar hadits berikut, Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. telah memfardhukan (mewajibkan) zakat fitrah satu sha’ tamar atau satu sha’ gandum atas hamba sahaya, orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik kecil maupun tua dari kalangan kaum Muslimin; dan beliau menyuruh agar dikeluarkan sebelum masyarakat pergi ke tempat shalat ‘Idul Fitri.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III :367 no:1503, Muslim II: 277 no:279/984 dan 986, Tirmidzi II : 92 dan 93 no: 670 dan 672, ‘Aunul Ma’bud V:4-5 no: 1595 dan 1596, Nasa’i V:45, Ibnu Majah I: 584 no:1826 dan dalam Sunan Ibnu Majah ini tidak terdapat “WA AMARA BIHA…”).
Hikmah Zakat Fitrah
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan yang kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum (selesai) shalat ‘id, maka itu adalah zakat yang diterima (oleh Allah); dan siapa saja yang mengeluarkannya sesuai shalat ‘id, maka itu adalah shadaqah biasa, (bukan zakat fitrah).” (Hasan : Shahihul Ibnu Majah no: 1480, Ibnu Majah I: 585 no: 1827 dan ‘Aunul Ma’bud V: 3 no:1594).
Siapakah Yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah
Yang wajib mengeluarkan zakat fitrah ialah orang muslim yang merdeka yang sudah memiliki makanan pokok melebihi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya untuk sehari semalam. Di samping itu, ia juga wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, seperti isterinya, anak-anaknya, pembantunya, (dan budaknya), bila mereka itu muslim.
Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. pernah memerintah (kita) agar mengeluarkan zakat untuk anak kecil dan orang dewasa, untuk orang merdeka dan hamba sahaya dari kalangan orang-orang yang kamu tanggung kebutuhan pokoknya.” (Shahih : Irwa-ul Ghalil no: 835, Daruquthni II:141 no: 12 dan Baihaqi IV: 161).
Besarnya Zakat Fitrah
Setiap individu wajib mengeluarkan zakat fitrah sebesar setengah sha’ gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ kismis, atau satu sha’ gandum (jenis lain) atau satu sha’ susu kering, atau yang semisal dengan itu yang termasuk makanan pokok, misalnya beras, jagung dan semisalnya yang termasuk makanan pokok.
Adapun bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dengan setengah sha’ gandum, didasarkan pada hadits dari ‘Urwah bin Zubair r.a., (ia bertutur), “Bahwa Asma’ binti Abu Bakar r.a. biasa mengeluarkan (zakat fitrah) pada masa Rasulullah saw., untuk keluarganya yaitu orang yang merdeka di antara mereka dan hamba sahaya – dua mud gandum, atau satu sha’ kurma kering dengan menggunakan mud atau sha’ yang biasa mereka mengukur dengannya makanan pokok mereka.” (ath-Thahawai II:43 dan lafadz ini baginya).
Adapun bolehnya mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ selain gandum yang dimaksud di atas, mengacu kepada hadits dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. ia berkata, “Kami biasa mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ makanan, atau satu sha’ gandum (jenis lain), atau satu sha’ kurma kering, atau satu sha’ susu kering, atau satu sha’ kismis. (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III:371 no: 1506, Muslim II:678 no:985, Tirmizi II: 91 no :668, ‘Aunul Ma’bud V:13 no:1601, Nasa’i V:51 dan Ibnu Majah I:585 no:1829).
Dalam Syarah Muslim VII:60 Imam Nawawi menegaskan, “Menurut mayoritas fuqaha tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan harganya (bukan berupa makanan pokok).”
Menurut hemat penulis sendiri, pendapat Imam Abu Hanifah r.a. yang membolehkan mengeluarkan zakat dengan harganya tertolak, karena ayat Qur’an mengatakan yang artinya, “Dan Rabbmu tidak pernah lupa.” (Maryam : 64).
Andaikata mengeluarkan zakat fitrah dengan harganya atau uang dibolehkan dan dianggap mewakili, sudah barang tentu Allah Ta’ala dan Rasul-Nya menjelaskannya. Oleh karena itu, kita wajib mencukupkan diri dengan zhahir nash-nash syar’I, tanpa memalingkan (maknanya) dan tanpa pula memaksakan diri untuk mentakwilkan.
Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah
Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. pernah memerintah (kami) agar zakat fitrah dikeluarkan sebelum orang-orang berangkat ke tempat shalat “Idul Fitri”. (Takhrij haditsnya lihat pembahasan Hukum Zakat Fitrah, beberapa halaman sebelumnya).
Bagi yang punya, boleh mengeluarkan zakat fitrah satu atau dua hari sebelum ‘Idul Fitri. Sebab ada riwayat dari Nafi’, berkata, “Adalah Ibnu Umar r.a. menyerahkan zakat fitrah kepada orang-orang yang berhak menerimanya; dan kaum Muslim yang wajib mengeluarkan zakat mengeluarkannya sehari atau dua hari sebelum ‘Idul Fitri.” (Shahih : Fathul Bari III:375 no:1511).
Haram menunda pengeluaran zakat fitrah hingga di luar waktunya, tanpa adanya udzur syar’i. Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Rasulullah saw. telah memfardhukan zakat fitrah (atas kaum Muslimin) sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Maka barangsiapa yang mengeluarkannya seusai shalat ‘Idul Fitri’, maka dari itu termasuk shadaqah biasa.” (Nash hadits ini sudah termaktub dalam pembahasan Hikmah Zakat Fitrah).
Yang Berhak Menerima Zakat Fitrah
Zakat Fitrah hanya dialokasikan kepada orang-orang miskin saja. Ini didasarkan pada Sabda Nabi saw. yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas r.a., “Sebagai makanan bagi orang-orang miskin.” (Teks Arabnya termuat dalam pembahasan Hikmah Zakat Fitrah).
Shadaqah Tathawwu’
Sangat dianjurkan memperbanyak shadaqah tathawwu’, (shadaqah sunnah). Berdasar firman Allah SWT, “Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah:261).
Juga berdasarkan sabda Nabi saw., “Tidak ada suatu ketika segenap hamba berada di pagi hari melainkan dua puluh malaikat akan turun lalu salah seorang di antara keduanya berkata, Ya Allah berilah ganti kepada orang tersebut berinfak itu, dan yang lain berdo’a (juga), Ya Allah berilah kerusakan kepada orang yang enggan berinfak itu).” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III:304 no: 1442 dan Muslim II : 700 : 1010).
Dan orang yang paling utama memperoleh shadaqah ialah keluarganya dan kerabatnya. Rasulullah saw. menegaskan, “Sedekah yang diberikan kepada orang miskin adalah berfungsi sebagai shadaqah, sedang yang diberikan kepada kerabat (mempunyai) dua fungsi; sebagai shadaqah dan sebagai silaturrahmi (penyambung hubungan rahim).” (Shahih : Shahihul Jami’us Shaghir no : 3835 dan Tirmidzi II: 84 no: 653).
Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 448 – 453.
SASARAN PEMBAHAGIAN ZAKAT
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya zakat-zakat ini, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berhutang, untuk di jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah:60).
Ibnu Katsir r.a. ketika menafsirkan ayat ini dalam kitab tafsirnya II: 364 mengatakan, “Tatkala Allah SWT menyebutkan penentangan orang-orang munafik yang bodoh itu atas penjelasan Nabi saw. dan mereka mengecam Rasulullah mengenai pembagian zakat, maka kemudian Allah SWT menerangkan dengan gamblang bahwa Dialah yang membaginya. Dialah yang menetapkan ketentuannya, dan Dialah pula yang memproses ketentuan-ketentuan zakat itu, sendirian, tanpa campur tangan siapapun. Dia tidak pernah menyerahkan masalah pembagian ini kepada siapapun selain Dia. Maka Dia membagi-bagikannya kepada orang-orang yang telah disebutkan dalam ayat di atas :
Apakah Delapan Golongan Ini Harus Mendapatkan Bagian Semua ?
Pakar tafsir kenamaan Ibnu Katsir menegaskan bahwa para ulama’ berbeda pendapat mengenai delapan kelompok ini, apakah mereka harus mendapatkan bagian semua, ataukah boleh diberikan kepada sebagian di antara mereka ? Dalam hal ini, ada dua pendapat :
Pendapat pertama, mengatakan bahwa zakat itu harus dibagikan kepada semua delapan kelompok itu. Ini adalah pendapat Imam Syafi’I dan sejumlah ulama’ yang lain.
Pendapat kedua, menyatakan bahwa tidak harus dibagikan kepada mereka semua, boleh saja, dibagikan pada satu kelompok saja diantara mereka, seluruh zakat diberikan kepada kelompok tersebut, walaupun ada kelompok-kelompok yang lain. Ini adalah pendapat Imam Malik dan sejumlah ulama’ salaf dan khalaf, di antara mereka ialah Umar bin Khatab, Hudzifah Ibnul Yaman, Ibnu Abbas Abul’Aliyah, Sa’id bin Jubair, Maimun bin Mahcar, Ibnu Jarir mengatakan, “Ini adalah pendapat mayoritas ahli ilmu. Oleh karena itu, penulis, (Abdul ‘Azhim bin Badawi) menyebutkan semua kelompok yang berhak menerima zakat di sini hanyalah untuk menjelaskan pengertian masing-masing kelompok, bukan karena keharusan memberikan zakat itu kepada semuanya.
Imam Ibnu Katsir mengatakan, bahwa ia akan menyebutkan hadits –hadits yang bertalian dengan masing-masing dari delapan kelompok kita:
Kelompok pertama ; Orang-orang fakir
Dari Abdullah Ibnu Umar bin al-Ash r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Zakat tidak halal bagi orang yang kaya dan tidak (pula) bagi orang yang sehat dan kuat,” (Shahih : Shahihul Jami’ no: 7251, Tirmidzi II: 81 no: 647, ‘Aunul Ma’bud V:42 no:1618, dan Abu Hurairah meriwayatkannya lihat Ibnu Majah I:589 no: 1839 dan Nasa’i V:39).
Dari Ubaidillah bin ‘Adi bin al-Khiyar r.a. bahwa ada dua orang sahabat mengabarkan kepadanya bahwa mereka berdua pernah menemui Nabi saw. meminta zakat kepadanya, maka Rasulullah memperhatikan mereka berdua dengan seksama dan Rasulullah mendapatkan mereka sebagai orang-orang yang gagah. Kemudian Rasulullah bersabda, “Jika kamu berdua mau, akan saya beri, tetapi (sesungguhnya) orang yang kaya dan orang yang kuat berusaha tidak mempunyai bagian untuk menerima zakat,” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1438, ‘Aunul Ma’bud V: 41 serta Nasa’i V:99).
Kelompok kedua; Orang-Orang Miskin
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling minta-minta agar diberi sesuap dua suap makanan dan satu biji kurma,” (Kemudian) para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, (kalau begitu) siapa yang dimaksud orang miskin itu?” Jawab Beliau, “Salah mereka yang yang hidupnya tidak berkecukupan dan dia tidak punya kepandaian untuk itu, lalau diberi shadaqah, dan mereka tidak mau minta-minta kepada orang lain.” (Muttafaqun ‘alaih:Muslim II : 719 no:1039 dan lafadz baginya, Fathul Bari III : 341 no: 1479, Nasa’i V:85 dan Abu Daud V:39 no: 1615).
Kelompok ketiga: Para Amil Zakat
Mereka adalah orang-orang yang bertugas menarik dan mengumpulkan zakat. Mereka berhak mendapatkan bagian dari zakat, namun mereka tidak boleh berasal dari kalangan kerabat Rasulullah saw. yang haram menerima zakat. Hal ini ditegaskan oleh hadits shahih riwayat Imam Muslim dan lain-lain :
Dari Abdul Mutthalib bin Rabi’ah al Harits bahwa ia pernah berangkat di Fadhl bin al Abbas r.a. menghadap Rasulullah saw. lalu memohon kepada beliau agar mereka diangkat sebagai penarik dan pengumpul zakat. Maka (kepada mereka). Beliau bersabda, “Sesungguhnya zakat itu tidak halal bagi keluarga Muhammad dan tidak (pula) bagi keluarga Muhammad; karena zakat itu adalah kotoran (untuk mensucikan diri) manusia.” (Shahih ; Shahihul Jami’ no:1664, Muslim II : 752 no:1072, ‘Aunul Ma’bud VIII: 205.(Imam Nawawi berkata, “Ma’na AUSAKHUN NAAS ialah zakat itu sebagai pembersih harta benda dan jiwa mereka, sebagaimana yang ditegaskan Allah Ta’ala, “Pungutlah sebagian dari harta benda mereka sebagai zakat yang mensucikan mereka dan membersihkan (jiwa) mereka.“ Jadi zakat adalah pembersih kotoran. Lihat Syarah Muslim VII:251).
Kelompok keempat : Orang-orang Muallaf
Kelompok muallaf ini terbagi menjadi beberapa bagian.
1.Orang yang diberi sebagian zakat agar kemudian memeluk Islam. Sebagai misal Nabi saw. pernah memberi Shafwan bin Umayyah sebagian dari hasil rampasan perang Hunain, dimana waktu itu ia ikut berperang bersama kaum Muslimin:
“Nabi saw. selalu memberi kepada hingga beliau menjadi orang yang paling kucintai, setelah sebelumnya beliau menjadi orang yang paling kubenci.” (Shahih : Mukhtashar Muslim no: 1558, Muslim II:754 no:168 dan 1072, ‘Aunul Ma’bud VIII: 205-208 no: 2969, dan Nasa’i V:105-106).
2.Golongan orang yang diberi zakat dengan harapan agar keislamannya kian baik dan hatinya semakin mantap.
Seperti pada waktu perang Hunain juga,ada sekelompok prajurit beserta pemukanya diberi seratus unta, kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya aku benar-benar memberi zakat kepada seorang laki-laki, walaupun selain dia lebih kucintai daripadanya (laki-laki tersebut) karena khawatir Allah akan mencampakkannya ke (jurang) neraka Jahanam.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari I: 79 no:27, Muslim I:132 no:150, ‘Aunul Ma’bud XII : 440 no:4659, dan Nasa’i VIII:103).
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan dari Abu Sa’id r.a. bahwa Ali r.a. pernah diutus menghadap kepada Nabi saw. dari Yaman dengan membawa emas yang masih berdebu, lalu dibagi oleh beliau saw. kepada empat orang (pertama) al-Aqra’ bin Habis, (kedua) Uyainah bin Badr, (ketiga) ‘Alqamah bin ‘Alatsah, dan (keempat) Zaid al-Khair, lalu Rasulullah bersabda, “Aku menarik hati mereka.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III: 67 no:4351, Muslim II:741 no:1064, ‘Aunul Ma’bud XIII : 109 no:4738).
3.Bagian ini ialah orang-orang muallaf yang diberi zakat lantaran rekan-rekan mereka yang masih diharapkan juga memeluk Islam.
4.Mereka yang mendapat bagian zakat agar menarik zakat dari rekan-rekannya, atau agar membantu ikut mengamankan kaum Muslimin yang sedang bertugas di daerah perbatasan. Wallahu a’lam.
Apakah muallaf sepeninggal Nabi saw. masih berhak mendapatkan bagian dari zakat ?
Ibnu Katsir r.a. mengatakan bahwa dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama’ bahwa para muallaf tidak usah diberi bagian dari zakat setelah beliau wafat, karena Allah telah memperkuat agama Islam dan para pemeluknya serta telah memberi kedudukan yang kuat kepada mereka di bumi dan telah menjadikan hamba-hambaNya tunduk pada mereka (kaum muslimin).
Kelompok yang lain berpendapat, bahwa para muallaf itu tetap harus diberi, karena Rasulullah saw. pernah memberi mereka zakat setelah penaklukan kota Mekkah dan penaklukan Hawazin, zakat ini kadang-kadang amat dibutuhkan oleh mereka, sehingga mereka harus mendapat alokasi bagian dari zakat.
Kelompok kelima :Untuk memerdekakan Budak
Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri, Muqatil bin Hayyan, Umar bin Abdul Aziz, Sa’id bin Jubair, an-Nakha’i, az-Zuhri, Ibnu Zaid bahwa yang dimaksud riqab, bentuk jama’ dari raqabah “budak belian” ialah hamba mukatab (hama yang telah menyatakan perjanjian dengan tuannya bilamana sanggup menghasilkan harta dengan nilai tertentu dia akan dimerdekakan, pent). Diriwayatkan juga pendapat yang semisal dengan pendapat tersebut dari Abu Musa al-Asy’ari, dan ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan al-Lain.
Ibnu Abbas dan al-Hasan berkata, “Tidak mengapa memerdekakan budak belian dengan uang dari zakat.” Ini juga menjadi pendapat Mazhab Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Ishaq. Yaitu bahwa kata riqab lebih menyeluruh ma’nanya daripada sekedar memberi zakat kepada hamba mukatab, atau sekedar membeli budak lalu dimerdekakan.
Ada banyak hadits yang menerangkan besarnya pahala memerdekakan budak, dan Allah SWT untuk setiap anggota badan budak tersebut memerdekakan satu anggota badan orang yang memerdekakannya dari api neraka, sampai untuk kemaluan sang budak Allah memerdekakan kemaluan orang yang memerdekakannya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits berikut :
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang telah memerdekakan seorang budak mukmin, niscaya Allah dengan setiap anggota badannya akan membebaskannya anggota badan (orang yang memerdekakannya) dari api neraka, hingga orang itu memerdekakan (masalah) kemaluan dengan kemaluan.” (Shahih : Shahihul Jami’us Shaghir no:6051, Tirmidzi III:49 no: 1581).
Hal itu tidak lain, karena balasan suatu amal perbuatan sejenis dengan amal yang dilakukannya. Allah berfirman, “Dan kamu tidak diberi pembalasan, melainkan apa yang telah kamu lakukan.” (QS.ash-Shaffat.39).
Kelompok keenam : Orang-orang yang Berhutang
Mereka terbagi menjadi beberapa bagian : Pertama, orang yang mempunyai tanggungan atau dia menjamin suatu hutang lalu menjadi wajib baginya untuk melunasinya kemudian meludeskan seluruh hartanya karena hutang tersebut; kedua, orang yang bangkrut; ketiga, orang yang berhutang untuk menutupi hutangnya; dan keempat, orang yang berlumuran maksiat, lalu bertaubat. Maka mereka semua layak menerima bagian dari zakat.
Dasar yang menjadikan pijakan untuk masalah ini ialah hadits dari Qubaishah bin Mukhariq al-Hilali r.a. ia berkata, Aku pernah mempunyai tanggungan (untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa), kemudian aku datang kepada Rasulullah saw. menanyakan perihal beban tanggungan itu. Maka Beliau bersabda, “Tegakkanlah, hingga datang zakat untuk kuberikan kepadamu!” Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya, “Ya Qubaishah sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi tiga golongan: (Pertama) orang-orang yang memikul beban untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa, maka dihalalkan baginya meminta, sampai berhasil mendapatkannya, sehingga berhenti memintanya. (Kedua), orang yang tertimpa kebingungan yang sangat, karena rusaknya harta bendanya, maka kepadanya dihalalkan meminta zakat, sehingga ia mendapatkan kekuatan untuk menutupi kebutuhan hidupnya. (Ketiga), orang yang mendapatkan kesulitan hidup hingga tiga orang dari pemuka kaumnya berdiri (lalu bertutur), bahwa kesulitan hidup telah menimpa si fulan, maka baginya dihalalkan meminta hingga mempunyai kekuatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka tidak ada hak bagi selain yang tiga kelompok itu untuk meminta wahai Qubaishah!” (Shahih : Mukhtashar Muslim no: 568, Muslim II: 722 no:1044, ‘Aunul Ma’bud V:49 no: 1624, dan Nasa’i V:96).
Kelompok ketujuh : fi sabilillah ialah para mujahid sukarelawan yang tidak memiliki bagian atau gaji yang tetap dari kas negara.
Menurut Imam Ahmad, al-Hasan al-Bashri dan Ishaq bahwa menunaikan ibadah haji termasuk fi sabilillah. Menurut hemat penulis Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi, tiga imam itu mendasarkan pendapatnya pada hadits berikut :
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bermaksud hendak menunaikan ibadah haji. Lalu ada seorang wanita berkata kepada suaminya (tolong) hajikanlah aku bersama Rasulullah saw.” Maka jawabnya, “Aku tidak punya biaya untuk menghajikanmu.“ Ia berkata (lagi) kepada suaminya, “(Tolong) hajikanlah diriku dengan biaya dari menjual untamu (yang berasal dari zakat) si fulan itu.” Maka jawabnya, “Itu diperuntukkan fi sabilillah Azza Wa Jalla.” Kemudian sang suami datang menghadap Rasulullah saw. lalu bertutur, “(Ya Rasulullah), sesungguhnya isteriku menyampaikan salam kepadamu; dan ia meminta kepadaku agar ia bisa menunaikan ibadah haji bersamamu. Ia mengatakan, kepadaku, “(Tolong) hajikanlah aku dengan biaya dari hasil menjual untamu (yang berasal dari zakat) si fulan itu,’ Lalu saya jawab, “Itu diperuntukkan fi sabilillah,’ “Maka Rasulullah saw. bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya, kalau engkau menghajikannya dengan biaya berasal dari hasil tersebut, berarti fi sabilillah juga).” (Hasan Shahih : Shahih Abu Daud no : 1753, ‘Aunul Ma’bud V:465 no : 1974, Mustadrak Hakim I: 183, dan Baihaqi VI: 164).
Kelompok kedelapan : Ibnu Sabil
Adalah seorang yang musafir melintas di suatu negeri tanpa membawa bekal yang cukup untuk kepentingan perjalanannya, maka dia pantas mendapat alokasi dari bagian zakat yang cukup hingga kembali ke negerinya sendiri, meskipun ia seorang yang mempunyai harta.
Demikian juga hukum yang diterapkan kepada orang yang mengadakan safar dari negerinya ke negeri orang dan dia ia tidak membawa bekal sedikitpun, maka ia berhak diberi bagian dari zakat yang sekiranya cukup untuk pulang dan pergi. Adapun dalilnya ialah ayat enam puluh surah at-Taubah dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah.
Dari Ma’mar dari Yasid bin Aslam, dari ‘Atha’ bin Yassar dari Abi Sa’id r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Zakat tidak halal bagi orang yang kaya, kecuali bagi lima (kelompok): (pertama) orang kaya yang menjadi amil zakat, (kedua) orang kaya yang membeli barang zakat dengan harta pribadinya, (ketiga) orang yang berutang; (keempat) orang kaya yang ikut berperang di jalan Allah, (kelima) orang miskin yang mendapat bagian zakat, lalu dihadiahkannya kembali kepada orang kaya,” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7250, ‘Aunul Ma’bud V : 44 no : 1619, dan Ibnu Majah I: 590 no :1841).
Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 439 – 448.
HARTA BENDA YANG WAJIB DIKELUARKAN ZAKATNYA
Yang wajib dikeluarkan zakatnya ialah emas dan perak, tanaman, buah-buahan, binatang ternak, dan harta rikaz.
a. Zakat Emas dan Perak
1. Nishab dan besarnya zakat
Nishab emas adalah dua puluh dinar, dan nishab perak dua ratus Dirham, sedangkan besar zakat keduanya adalah 2 ½ %, sebagaimana yang ditegaskan dalam riwayat berikut.
Dari Ali bin Abi Thalib r.a. dari Nabi saw. bersabda, “Jika kamu memiliki dua ratus dirham dan sudah sampai haul, maka zakatnya lima dirham, dan kamu tidak wajib mengeluarkan zakat yaitu dari emas sebelum kamu memiliki dua puluh dinar. Jika kamu memiliki dua puluh dinar dan sudah sampai haul, maka zakatnya ½ saw. dinar.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 1319, dan ‘Aunul Ma’bud IV: 447 no: 1558).
2. Zakat Perhiasan
Zakat perhiasan adalah wajib berdasar keumuman ayat dan hadits-hadits; dan orang yang mengeluarkannya dari keumuman tersebut sama sekali tidak memiliki alasan yang kuat, bahkan banyak nash-nash yang bersifat khusus yang bertalian dengan zakat perhiasan ini, di antaranya :
Dari Ummu Salamah r.a. berkata; Saya pernah memakai kalung emas. Kemudian saya bertanya, “Ya Rasulullah, apakah ini termasuk simpanan (yang terlarang)?” Maka jawab beliau, “Apa-apa yang sudah mencapai wajib zakat, lalu telah dizakati maka dia tidak termasuk (dinamakan) simpanan (yang terlarang).” (Hasan: Shahihul Jami’us Shaghir no:5582, As Shahihah no:559, ‘Aunul Ma’bud IV:426 no: 1549, dan Daruquthni II: 105).
Dari Aisyah r.a. ia berkata, (Pada suatu hari) Rasulullah saw. mendatangiku, lalu melihat beberapa cincin perak, dijariku, kemudian beliau bertanya, “Apa itu, wahai Aisyah?” Saya jawab, “Saya buat cincin ini sebagai perhiasan di hadapanmu, ya Rasulullah.” Sabda beliau, “Apakah engkau sudah mengeluarkan zakatnya?” Jawab saya, “Belum, atau ‘masya Allah” Rasulullah menjawab selanjutnya, “Cukuplah dia yang dapat menjerumuskanmu ke neraka.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 1384, ‘Aunul Ma’bud IV: 427 no: 1550, dan Daruquthni II: 105).
b. Zakat Tanaman dan Buah-buahan :
Dalam hal ini Allah SWT berfirman, “Dan Dialah yang telah menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun, dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu), bila dia telah berbuah dan tunaikanlah haknya di hari (panen), memetik hasilnya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-An’am:141).
1. Tanaman-tanaman dan buah-buahan yang terkena wajib zakat hanya ada empat macam. Berdasar hadits dari Abi Burdah dari Abu Musa dan Mu’adz r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah mengutus keduanya ke Yaman menjadi da’i di sana, lalu beliau memerintah mereka agar tidak memungut zakat, kecuali dari empat macam ini: gandum sya’ir (sejenis gandum lain), kurma kering, dan anggur kering.” (Shahih: ash-Shahihah no: 879, Mustadrak Hakim I:401, dan Baihaqi IV:125).
2. Nishabnya: Tanaman dan buah-buahan yang terkena wajib zakat disyaratkan sudah memenuhi nishab yang disebutkan dalam hadits ini.
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada zakat pada unta yang kurang dari lima ekor, tidak ada zakat pada perak yang kurang dari lima uqiyah (Ibnu Hajar berkata, “Kadar satu uqiyah yang dimaksud dalam hal ini ialah empat puluh Dirham dari perak murni, demikian menurut kesepakatan para ulama’) dan tidak ada zakat pada buah-buahan yang kurang dari lima wasaq.” (Lima wasaq ialah enam puluh sha’, menurut ittifaq para ulama’, Fathul Bari III:364). (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III: 310 no: 1447 dan lafadz ini baginya, Muslim II: 673 no:979, Tirimidzi II:69 no: 622, Nasa’i. V:17 dan Ibnu Majah I: 571 no:1793).
3. Besar zakat yang wajib dikeluarkan :
Dari Jabir r.a. dari Nabi saw. bersabda, “Tanaman yang dapat air dari sungai dan dari hujan, zakatnya 10%, sedangkan yang diairi dengan bantuan binatang ternak 5%.”(Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no:4271 Muslim II:675 no:981 dan lafadz ini baginya, ‘Aunul Ma’bud IV:486 no:1582, dan Nasa’i V:42).
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Tanaman yang diairi oleh hujan, atau oleh mata air, atau merupakan rawa, zakatnya sepersepuluh, dan yang diairi dengan bantuan binatang zakatnya seperduapuluh.” (Shahih: Shahihhul Jami’us Shaghir no: 427, Fathul Bari III: 347 no: 148333 dan lafadz ini baginya, ‘Aunul Ma’bud IV:485 no:1581, Tirmidzi II:76 no: 635, Nasa’i IV:41 dan Ibnu Majah I: 1817).
4. Penentuan besar nishab dan zakat untuk kurma dan anggur secara taksiran :
Dari Abu Humaid as-Sa’idi r.a. ia bertutur : Kami pernah ikut perang Tabuk bersama Rasulullah saw., tatkala sampai di Wadil Qura, tiba-tiba ada seorang perempuan pemilik kebun tanga berada di kebunnya, lalu beliau bersabda kepada para sahabatnya, “Coba kalian taksir (berapa besar zakat kebun ini!” Rasulullah saw. (sendiri) menaksir (besar zakatnya) 10 wasaq. Kemudian Rasulullah bersabda kepada perempuan pemilik kebun itu, “Coba kau hitung (lagi) berapa zakat yang harus dikeluarkan darinya!” Tatkala Rasulullah saw. datang (lagi) ke Wadil Qura, Rasulullah bertanya kepada perempuan itu, “Berapa besar zakat yang dikeluarkan dari kebunmu itu?” Jawabnya, “10 wasaq sebagaimana yang diprediksi oleh Rasulullah SAW.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 2644, dan Fathul Bari III: 343 no: 1481).
Dari Aisyah r.a. ia bercerita, “Adalah Rasulullah saw. pernah mengutus Abdullah bin Rawahah r.a. untuk menaksir kurma waktu sudah tua sebelum dimakan. Kemudian agar memberi pilihan kepada orang-orang Yahudi, antara para amil zakat memungutnya dengan taksiran itu, dengan mereka menyerahkan hasilnya kepada para amil agar dihitung zakatnya sebelum dimakan dan dipisahkan hasilnya.” (Hasan Lighairihi: Irwa-ul Ghalil no: 805 dan ‘Aunul Ma’bud IX: 276 : 3396).
c. Zakat Binatang Ternak :
Binatang ternak yang dimaksud disini terdiri atas unta, sapi, dan kambing.
1. Nishab zakat unta
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Onta yang kurang dari lima ekor tidak dipungut zakat.” (Redaksi Arabnya sudah termuat pada pembahasan zakat tanaman dan buah-buahan, beberapa halaman sebelumnya(pent.)
2. Besarnya zakat yang dikeluarkan :
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar r.a. pernah menulis surat ini kepadanya, ketika ia diutus oleh Abu Bakar (menjadi da’i) di Bahrain. Bunyi surat tersebut ialah, “Dengan (menyebut) nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah kewajiban zakat yang difardhukan oleh Rasulullah SAW atas kaum Muslimin dan yang Allah perintahkan kepada Rasul-Nya. Oleh karena itu barang siapa dari kalangan kaum muslimin yang diminta menunaikan zakat itu sesuai dengan ketentuan yang sebenarnya, maka hendaknya ia membayarnya; namun barang siapa dari kaum muslimin yang diminta zakatnya lebih dari ketentuan yang sesungguhnya, maka janganlah ia memberikan (kelebihannya atau janganlah memberikan sama sekali, sebab petugasnya telah berbuat curang (pent) : Pada dua puluh empat ekor unta, paling sedikit lima ekor, maka zakatnya seekor kambing. Jikalau sudah mencapai dua puluh lima ekor sampai tiga puluh ekor unta, maka zakatnya seekor anak unta betina (berumur satu tahun lebih). Jikalau sudah mencapai tiga puluh enam sampai empat puluh lima, maka zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun keempat. Jikalau sudah mencapai enam puluh satu sampai tujuh puluh lima, maka zakatnya seekor anak unta betina berumur empat tahun lebih. Jika sudah mencapai tujuh puluh enam ekor sampai sembilan puluh ekor, maka zakatnya dua ekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun ketiga. Jika sudah mencapai sembilan puluh satu sampai seratus dua puluh, maka zakatnya dua ekor anak unta betina berumur tiga tahun lebih. Kalau sudah lebih dari seratus dua puluh ekor, maka setiap empat puluh ekor, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun ketiga, sedang tiap lima puluh ekornya, zakat yang harus dikeluarkan adalah seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun keempat. Adapun orang yang hanya memiliki empat ekor unta, maka belum terkena kewajiban zakat, kecuali kalau orang yang mempunyai unta itu mau mengeluarkan zakat sunnah. Namun jika sudah mencapai lima ekor, maka zakatnya seekor kambing” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1385, Fathul Bari III:317 no: 1454 dan III:316 no: 1453, ‘Aunul Ma’bud IV:431 no: 1552, dan Nasa’i V:18, Ibnu Majah I:575 no:1800 hadits kedua saja).
3. Orang yang harus mengeluarkan zakat seekor anak unta betina yang berumur satu tahun lebih, namun ia tidak memilikinya
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar r.a. pernah menulis sepucuk surat kepadanya yang berisi penjelasan perihal shadaqah (zakat) yang Allah dan Rasul-Nya wajibkan (dalam hal zakat unta sebagai berikut), “Barangsiapa telah memiliki unta hingga cukup dikenai kewajiban zakat berupa unta yang umurnya masuk tahun kelima, tetapi ia tidak memilikinya, dan yang dimiliki hanya unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, maka bolehlah diterima darinya zakat berupa unta betina yang umurnya masuk tahun keempat ditambah dengan dua ekor kambing bila dirasakan mudah baginya, atau ditambah dengan dua puluh Dirham. Barangsiapa yang memiliki unta hingga sampai pada kewajiban zakat berupa unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, namun ia tidak mempunyai, kecuali unta betina yang umurnya masuk tahun kelima, maka diterimalah zakat darinya berupa unta betina yang umurnya masuk tahun kelima dan si penerima zakat harus mengembalikan dua puluh Dirham atau dua ekor kambing (kepada sang pengeluar zakat). Barang siapa yang mempunyai unta hingga sampai pada kewajiban membayar zakat berupa unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, namun ia hanya mempunyai anak unta betina, maka bolehlah diterima zakat darinya berupa anak unta betina tersebut dengan menambah dua ekor kambing atau dua puluh Dirham. Barangsiapa yang memiliki unta hingga cukup dibebani kewajiban zakat berupa anak unta betina yang umurnya masuk tahun kelima, namun ia mempunya unta betina yang umurnya masuk tahun kelima, maka diterimalah zakat darinya berupa unta betina yang umurnya masuk tahun keempat tersebut dan si penerimanya harus mengembalikan dua puluh Dirham atau dua kambing kepada si pemberi zakat. Barangsiapa yang memiliki unta sudah mencapai ketentuan wajib mengeluarkan zakat berupa anak unta betina berumur satu tahun lebih, maka beolehlah diterima zakat darinya berupa unta betina berumur satu tahun lebih itu dengan menambah dua puluh Dirham atau dua ekor kambing.” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1385, Fathul Bari III:317 no: 1454 dan III:316 no: 1453, ‘Aunul Ma’bud IV:431 no: 1552, dan Nasa’i V:18, Ibnu Majah I:575 no:1800 hadits kedua saja).
4. Nishab dan besar zakat sapi
Dari Mu’adz bin Jabal r.a. ia berkata, “Aku pernah diutus oleh Rasulullah saw. ke negeri Yaman dan diperintahkan olehnya untuk memungut zakat sapi, dari setiap empat puluh ekor, zakatnya satu ekor sapi betina yang berumur dua tahun, dan dari tiap tiga puluh ekor, zakatnya satu ekor sapi jantan atau betina yang berumur setahun.” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1394, Tirmidzi II :68 no: 619, ‘Aunul Ma’bud IV:475 no: 1561, Nasa’i V:26, dan Ibnu Majah I:576 no:1803 dan lafadz ini terekam dalam Sunan Ibnu Majah; di selainnya terdapat tambahan di bagian akhir).
5. Nishab dan besar zakat kambing :
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar r.a. pernah menulis sepucuk surat kepadanya perihal penjelasan zakat wajib yang Allah perintahkan kepada Rasul-Nya (dalam hal zakat kambing yang isinya sebagai berikut), “Kambing yang digembalakan, bila jumlah mencapai empat puluh ekor sampai dengan seratus dua puluh ekor, zakatnya seekor kambing. Jika mencapai seratus dua puluh satu ekor sampai dengan dua ratus ekor, zakatnya dua ekor kambing. Jika sudah mencapai dua ratus lebih sampai dengan tiga ratus, maka zakatnya tiga ekor. Jika sudah mencapai tiga ratus lebih, maka dalam setiap seratus ekor, zakatnya seekor kambing. Manakala kambing yang mencuri makan sendiri itu kurang dari empat puluh ekor, maka pemiliknya tidak wajib mengeluarkan zakat, kecuali kalau ia mau (mengeluarkan sedekah sunnah).” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1385, Fathul Bari III:317 no: 1454 dan III:316 no: 1453, ‘Aunul Ma’bud IV:431 no: 1552, dan Nasa’i V:18, Ibnu Majah I:575 no:1800).
6. Syarat-syarat wajibnya zakat pada binatang ternak :
a. Mencapai nishab, sebagaimana yang sudah jelas pada beberapa hadits yang lalu.
b. Sudah berlalu satu tahun. Rasulullah saw. bersabda, “Tiada zakat bagi harta benda yang belum mencapai haul (satu tahun).” (Shahih : Shahihul Jami’ no: 7479, Ibnu Majah I: 571 no: 1792, Daruquthni II: 90 no: 3 dan Baihaqi IV:103).
c. Hendaknya ternak yang digembalakan di padang rumput yang memang bebas dimanfa’atkan oleh siapa saja, selama setahun (atau lebih dari enam bulan). Ini didasarkan pada sabda Nabi saw. yang artinya, “Kambing yang digembalakan, bila jumlahnya mencapai empat puluh ekor sampai dengan seratus dua puluh, maka zakatnya seekor kambing.” (Hadits ini merupakan bagian dari hadits yang berisi surat Abu Bakar kepada Anas, yang telah dimuat pada beberapa halaman sebelumnya).
Dan Rasulullah saw. juga bersabda yang artinya, “Dalam setiap unta yang cari makan sendiri, yaitu pada setiap empat puluh ekor, zakatnya seekor unta anak betina yang berumur dua tahun masuk tahun ketiga.” (Hasan : Shahihul Jami’us Shaghir no: 4265, ‘Aunul Ma’bud IV:452 no: 1560, Nasa’i V:25, dan al-Fathur Rabbani VIII:217 no:28).
7. Harta yang tidak dipungut zakatnya :
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. tatkala mengutus Mu’adz ke negeri Yaman berwasiat kepadanya, “(Wahai Mu’adz), janganlah kamu memungut zakat dari harta benda mereka yang dianggap mulia (oleh mereka),” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III : 357 no: 1496, Muslim I:50 no19, Tirmidzi II:69 no: 261 dan ‘Aunul Ma’bud IV:467 no: 1569, serta Nasa’i V: 55).
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar saw. pernah menulis surat kepadanya (tentang penjelasan) zakat fardhu, yang Allah perintahkan kepada Rasul-Nya (yang diantara isinya), “Janganlah dikeluarkan zakat berupa binatang yang sudah tua, juga yang cacat dan jangan (pula) yang jantan, kecuali jika dikehendaki oleh orang yang mengeluarkan zakat itu.” (Imam pencatat hadits ini sama dengan riwayat Anas r.a. pada beberapa halaman sebelumnya).
8. Hukum ternak yang bercampur :
Apabila ada dua orang atau lebih yang mengadakan serikat dari orang-orang yang terkena wajib zakat, sehingga bagian seorang diantara keduanya tidak dapat dipisahkan / dibedakan dari bagian yang lain, maka cukup bagi mereka untuk mengeluarkan zakat seperti untuk satu orang. Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits berikut.
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar pernah menulis sepucuk surat kepadanya (tentang penjelasan) zakat fardhu yang telah Allah perintah kepada Rasul-Nya (diantara isinya ialah), “Tidaklah dikumpulkan antara harta yang terpisah, dan tiada pula dipisahkan antara harta yang terkumpul, karena khawatir mengeluarkan zakatnya. Dan manakala ada dua pencampur ternak, maka keduanya kembali sama-sama berzakat.” (Imam pencatat hadits ini sama dengan riwayatAnas yang dimuat dalam beberapa halaman sebelumnya).
d. Zakat Barang Galian
Rikaz, barang galian ialah harta karun yang didapat tanpa niat mencari harta terpendam dan tidak perlu bersusah payah.
Zakat dari rikaz ini harus segera dikeluarkan, tanpa dipersyaratkan haul (melewati setahun) dan tidak pula nishab. Berdasarkan keumuman sabda Nabi saw., “Dalam barang rikaz itu ada zakat (yang harus dikeluarkan) sebanyak seperlima bagian (20%).” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III:364 no:1499, Muslim III:1334 no:1710, Tirmidzi II:77 no:637, Nasa’i IV:45 dan Ibnu Majah II:839 no:2509 serta ‘Aunul Ma’bud VIII:341 no:3069. Dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan dengan panjang lebar, namun dalam riwayat selain keduanya hanya kalimat tersebut).
Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 426 – 438.
KEDUDUKAN ZAKAT DALAM ISLAM
Zakat adalah salah satu rukun Islam dan termasuk salah satu di antara fardhu-fardhuNya.
Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Islam ditegakkan di atas lima (perkara): (pertama) bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul utusan Allah, (kedua) menegakkan shalat, (ketiga) mengeluarkan zakat, (keempat) menunaikan ibadah haji, dan (kelima) melaksanakan shiyam (puasa) Ramadhan.” (Muttafaqun’alaih: Muslim I : 45 no:16-20 dan lafadz ini baginya, Fathul Bari I: 49 no: 8, Tirmidzi IV: 119 no: 2736 dan Nasa’i VIII: 107).
Di dalam al-Qur’an, kata zakat diiringi oleh kata shalat dalam delapan puluh dua ayat.
Dorongan Agar Menunaikan Zakat
Allah SWT berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At-Taubah: 103)
Dan Allah SWT berfirman, “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Ar-Ruum:39).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang bershadaqah sesuatu senilai harga satu tamar (kurma kering) dari hasil usaha yang halal, dan Allah tidak akan menerima kecuali yang halal, maka Allah menerimanya dengan tangan kanan-Nya, kemudian Dia memeliharanya untuk pelakunya sebagaimana seorang diantara kamu memelihara anak kandungnya sampai seperti gunung.” (Muttafaqun’alaih: Fathul Bari III:278 no: 1410 dan lafadz ini baginya, Muslim II : 702 no: 1014, Tirmidzi II: 85 no: 656 dan Nasa’i V:57).
Ancaman Bagi Orang Yang Tidak Mengeluarkan Zakat
Allah SWT berfirman, “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan adalah buruk bagi mereka, kelak harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala (warisan) yang ada di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali’Imran : 180).
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw. bersabada, “Barangsiapa yang diberi harta oleh Allah, lalu tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari kiamat kelak hartanya itu dibentuk seperti ular, yaitu dijadikan ular yang botak kepalanya berumur panjang, memiliki dua buah taring di rahangnya. Ular besar itu dikalungkan di lehernya lalu mematuk kedua pipinya dan kedua rahangnya dengan terus – menerus. Kemudian ular itu berkata, “Saya adalah simpananmu dan saya adalah hartamu dahulu (yang tidak kamu keluarkan zakatnya). “Kemudian Beliau membaca ayat, “WALAA YAHSABANNAL LADZIINA YABKHALUUNA BIMAA AATAAHUMULLAHU MIN FADHLIH (sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunianya, menyangka…)” (Shahih: Shahih Nasa’i no: 2327, dan Fathul Bari III: 2327 dan Fathul Bari III : 268 no:1403).
Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat), siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (At-Taubah: 34-35).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Setiap pemilik emas dan perak yang tidak mengeluarkan zakatnya, pasti bila hari kiamat akan dibentangkanlah untuknya papan (lempengan-lempengan) dari api, lalu dipanaskan di neraka Jahanam lantas lambung, kening dan punggungnya disetrika dengannya. Setiap kali dingin, disetrika lagi (begitu seterusnya). Pada (masa) di mana mana matahari sama dengan lima puluh ribu tahun (lamanya). Hingga diputuskan (ketetapan) di antara hamba-hamba, sehingga akan ditampakkan jalannya. Mungkin ke surga dan mungkin (juga) ke neraka.” Ada yang bertanya, “Ya Rasulullah, lalu bagaimana dengan zakat unta?” Jawab Beliau saw., “Dan begitu ada pemilik unta yang tidak menunaikan haknya. Dan, diantara haknya ialah perah susunya pada hari ketika susunya penuh pasti bila hari kiamat tiba lemparlah tanah dataran rendah untuk gerombolan unta yang tidak dikeluarkan zakatnya itu. Gerombolan besar unta itu hadir (di kawasan yang sudah tersiapkan), di satu kelompokpun dari gerombolan besar unta yang absen, merka menginjak-injak pemiliknya dengan tapak kakinya dan menggigitnya dengan mulutnya. Setiap dikelompok pertama selesai melaluinya, dilanjutkan dengan kelompok selanjutnya dan begitulah seterusnya), pada (masa) yang satu hari sama dengan lima puluh ribu tahun. Hingga diputuskan (ketetapan) diantara hamba-hamba, sehingga dilihatlah jalannya; mungkin ke surga dan mungkin (juga) ke neraka,” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 5729, Muslim II:680 no: 987, dan ‘Aunul Ma’bud V: 75 no: 1642).
Hukum Orang Yang Mencegah Membayar Zakat
Dalam Fiqhus Sunnah I: 281, Syaikh Sayyid Sabiq menulis, “Zakat adalah salah satu amalan fardhu yang telah disepakati ummat Islam dan sudah sangat terkenal sehingga termasuk dharurriyatud din (pengetahuan yang pokok dalam agama), yang mana andaikata ada seseorang mengingkari wajibnya zakat, maka dinyatakan keluar dari Islam dan harus dibunuh karena kafir. Kecuali jika hal itu terjadi pada seseorang yang baru masuk Islam, maka dimaafkan karena belum mengerti hukum-hukum Islam.”
Masih menurut Sayyid Sabiq, “Adapun orang-orang yang enggan membayar zakat, namun meyakininya sebagai kewajiban, maka ia hanya berdosa besar karena enggan membayarnya, tidak sampai keluar dari Islam. Dan, penguasa yang sah berwenang memungut zakat tersebut darinya dengan paksa”. Dalam hal ini penguasa berhak menyita separoh harta kekayaannya sebagai sangsi baginya, hal ini berdasar pada hadits dari Bahz bin Hakim dari bapaknya dari datuknya r.a. ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Pada setiap unta yang digembalakan ada zakatnya, setiap 40 ekor (zakatnya) adalah seekor anak unta betina yang selesai menyusu; unta tidak dipisahkan dari perhitungannya; barangsiapa yang membayar zakat itu untuk memperoleh pahala, maka ia pasti akan mendapat pahala itu, tetapi orang yang tidak membayarnya kami akan memungut zakat itu beserta separuh kekayaannya. Ini merupakan salah satu ketentuan tegas dari Rabb kita, yang mana bagi keluarga Muhammad tidak halal menerimanya sedikitpun.” (Hasan : Shahihul Jami’us Shaghir no: 4265, ‘Aunul Ma’bud IV:452 no:1560, Nasa’i V:25, al-Fathur Rabbani VIII:217 no:28).
Jika ada suatu kaum yang mau mengeluarkannya, namun mereka tetap meyakini akan kewajiban mengeluarkan zakat, dan mereka memiliki kekuatan dan pertahanan. Maka mereka harus diperangi karena sikapnya hingga sadar membayarnya. Karena ada hadits Nabi saw. yang mengatakan, “Saya diperintahkan untuk memerangi mereka, kecuali bila mereka sudah mengikrarkan syahadat bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) selain Allah dan Muhammad adalah Rasul utusan-Nya, menegakkan shalat, dan membayar zakat. Bila mereka sudah melaksanakan hal itu, maka darah mereka dan harta kekayaan mereka memperoleh perlindungan dari saya, kecuali oleh karena hak-hak Islam lain, yang dalam hal ini perhitungannya diserahkan kepada Allah.” (Muttafaqun’alaih : Fathul Bari I: 75 no: 25, dan ini lafadnya, Muslim I:53 no:22).
Dari Abu Hurairah r.a. ia bercerita, “Tatkala Rasulullah saw. wafat, maka yang terpilih menjadi khalifah adalah Abu Bakar, dan telah kufur (murtad) orang yang kufur (murtad) dari sebagian oran-orang Arab, maka Umar berkata (kepada Abu Bakar,pent), “Bagaimana engkau berani memerangi orang-orang itu, sedangkan Rasulullah saw. telah menegaskan, “Tiadalah Ilah (yang patut diibadahi), kecuali Allah? Barang siapa yang sudah mengikrarkannya, maka dia telah memelihara darah dan kekayaannya dari saya, kecuali dengan haknya, sedangkan perhitungan terhadap mereka diserahkan sepenuhnya kepada Allah?” Ia (Abu Bakar) menjawab “Wallahi, saya akan memerangi siapa saja yang membeda-bedakan antara zakat dan shalat, karena zakat adalah kewajiban dalam harta. Wallahi, andaikata mereka tidak mau lagi memberikan seekor anak kambing yang dahulunya mereka berikan kepada Rasulullah, maka pasti saya memerangi oleh karena itu, “Jawab Umar, “Wallahi, tidak lain kecuali hati Abu Bakar betul-betul sudah dilapangkan oleh Allah untuk perang tersebut, maka saya pun tahu bahwa dialah yang benar!” (Shahih: Fathul Bari III: 626 no: 1933-1400, Muslim I:51 no:20, ‘Aunul Ma’bud IV: 414 no: 1541, dan Nasa’i V:14 dan Tirmidzi IV:117 no:2734).
Siapakah Yang Wajib Mengeluarkan Zakat ?
Zakat diwajibkan atas setiap muslim yang merdeka dan memiliki harta benda yang sudah memenuhi nishab dan telah melewati satu tahun (haul ialah putaran setahun bagi harta yang wajib dikeluarkan zakatnya (Pent.) kecuali tanaman, harus dikeluarkan zakatnya pada waktu panennya, bila sudah memenuhi nishabnya (Batas minimal jumlah harta yang dikenai wajib zakat (Pent.)
Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT, “Dan Keluarkanlah zakatnya pada hari panennya.” (Al-An’am:141)
Sumber: Diadaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 419 – 426
PANDUAN MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH
1. Diriwayatkan dari Ibnu Umar t.ia berkata :
Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah dari bulan Ramadhan satu sha’ dari kurma, atau satu sha’ dari sya’iir. atas seorang hamba, seorang merdeka,
laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslilmin. ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim )
2. Diriwayatkan dari Umar bin Nafi’ dari ayahnya dari Ibnu Umar ia berkata:
Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari
sya’iir atas seorang hamba, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin dan beliau memerintahkan agar di tunaikan /
dikeluarkan sebelum manusia keluar untuk shalat ‘ied. ( H. R : Al-Bukhary, Abu Daud dan Nasa’i)
3. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata :
Rasulullah saw telah memfardhukan zakat fithrah untuk membersihkan orang yang puasa dari perbuatan sia-sia dan dari perkataan keji dan untuk memberi makan orang miskin. Barang siapa yang mengeluarkannya sebelum shalat, maka ia berarti zakat yang di terima dan barang siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat ‘ied,
maka itu berarti shadaqah seperti shadaqah biasa (bukan zakat fithrah ). ( H.R : Abu Daud, Ibnu Majah dan Daaruquthni )
4. Diriwayatkan dari Hisyam bin urwah dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda :
Tangan di atas ( memberi dan menolong ) lebih baik daripada tangan di bawah ( meminta-minta ), mulailah orang yang menjadi tanggunganmu ( keluarga dll ) dan sebaik-baik shadaqah adalah yang di keluarkan dari kelebihan kekayaan ( yang di perlukan oleh keluarga ) ( H.R : Al-Bukhary dan Ahmad)
5. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata :
Rasulullah sw. memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fithrah unutk anak kecil, orang dewasa, orang merdeka dan hamba sahaya dari orang yang kamu sediakan makanan mereka (tanggunganmu ). (H.R : Daaruquthni, hadits hasan )
6. Artinya : Diriwayatkan dari Nafi’ t. berkata :
Adalah Ibnu Umar menyerahkan (zakat fithrah ) kepada mereka yang menerimanya ( panitia penerima zakat fithrah / amil ) dan mereka ( para sahabat )
menyerahkan zakat fithrah sehari atau dua hari sebelum ‘iedil fitri. ( H.R.Al-Bukhary )
7. Diriwayatkan dari Nafi’ : Bahwa sesungguhnya Abdullah bin Umar menyuruh orang mengeluarkan zakat fithrah kepada petugas yang kepadanya zakat fithrah di
kumpulkan( amil ) dua hari atau tiga hari sebelum hari raya fitri. ( H.R : Malik)
KESIMPULAN
Hadits-hadits tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa :
1. Wajib bagi tiap kaum muslimin untuk mengeluarkan zakat fithrah untuk dirinya , keluarganya dan orang lain yang menjadi tanggungannya baik orang dewasa,
anak kecil, laki-laki maupun wanita. ( dalil : 1,2 dan 5 )
2. Yang wajib mengeluarkan zakat fithrah adalah yang mempunyai kelebihan dari keperluan untuk dirinya dan keluarganya. ( dalil : 4 )
3. Sasaran zakat fithrah adalah dibagikan kepada kaum miskin dari kalangan kaum muslimin. ( dalil : 3 )
4. Zakat fithrah dikeluarkan dari makanan pokok ( di negeri kita adalah beras ) sebanyak lebih kurang 3,1 liter untuk seorang. ( dalil : 1 dan 2 )
5. Cara menyerahkan zakat fithrah adalah sebagai berikut :
a. Bila diserahkan langsung kepada yang berhak ( fakir miskin muslim ) waktu penyerahannya adalah sebelum shalat ‘ied yakni malam hari raya atau setelah shalat
Shubuh sebelum shalat ‘iedul fitri. ( dalil : 2 dan 3)
b. Bila diserahkan kepada amil zakat fithrah ( orang yang bertugas mengumpulkan zakat fithrah ), boleh diserahkan tiga,dua atau satu hari sebelum hari raya
‘iedul fitri. ( dalil : 6 dan 7 )
6. Zakat fithrah disyari’atkan untuk membersihkan pelaksanaan puasa Ramadhan dari perbuatan sia-sia dan perkataan keji di waktu puasa. ( dalil : 3 )
Maraji’ (Daftar Pustaka):
1. Al-Qur’anul Kariem
2. Tafsir Aththabariy.
3. Tafsir Ibnu Katsier.
4. Irwaa-Ul Ghaliel, Nashiruddin Al-Albani.
5. Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq.
6. Tamaamul Min
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
1) Definisi zakat fitrah
Zakat menurut bahasa adalah ”attathir wannama” yakni pensucian dan penambahan kebaikan dan barokah.
Dan zakat menurut syara’ sebagaimana yang di definisikan oleh para ulama sbb :
إِخرَاجُ مَالٍ مَخْصُوْصٍ علَى وَجْهٍ مَخصُوْصٍ بِنِيَّة ٍمَخْصُوْصَةٍ وَيُصْرَفُ لِطَائفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ
“Mengeluarkan harta tertentu dalam bentuk (syarat) tertentu, dengan niat tertentu dan di bagikan kepada pihak terentu pula”.
Dan kaitannya dengan penamaan zakat ini dengan ”zakat fitri”
sebagaimana yang di katakan oleh para ulama adalah karena zakat fitrah
ini di wajibkan setelah selesainya manusia berpuasa di bulan ramadhan.
atau sebagaimana di katakan juga bahwa zakat ini di wajibkan atas dasar
fitrah (bersihnya) manusia di sebabkan oleh ibadah puasa dan ibadah
lainnya di bulan ramadhan
Juga di sebut dengan "zakat fitrah" yang berarti al-khilqoh (asal kejadian, penciptaan) atau sering juga di sebut dengan "zakat al-badan" karena dengan zakat ini merupakan pembersih diri (jiwa, badan) manusia dari dosa dan kesalahan, sebagaimana yg di jelaskan dalam satu hadits sbb :
عن
ابن عباس رضى اللهِ عنهما قال : ( فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَدَقةَ الفِطْرِ
طُهْرةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللغْوِ وَالرَّفثِ وطُعْمَةً لِلمَسَاكِينَ )
الحديث ]رواه أبو داود وابن ماجه [
Dari
Ibnu Abbas RA berkata :Bahwa Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat
fitrah yaitu sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan
dan perbuatan keji, dan sebagai bekal makan bagi orang miskin…..” (HR.Abu Dawud dan Ibnu Majah.)
o Zakat
fitrah ini mulai di wajibkan pada tahun ke-2 hijrah bertepatan dengan
tahun di wajibkannya puasa ramadhan yaitu dua hari sebelum shalat idul
fitri sebagaimana yang di jelaskan oleh Imam Ibnu hajar al-Asqolany
rahimahullah ta’ala.
2) Dalil wajib zakat fitrah
Menurut
Jumhur ulama bahwa zakat firah ini hukumnya wajib kepada setiap orang
muslim baik laki-laki maupun perempuan, hal ini berdasarkan hadits yang
di riwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar RA sbb:
عن ابن عمر رضى اللله عنه قال : ( فَرَضَ
رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَليْه ِوَسَلَّم زَكَاةَ الفِطْرِ صَاعًا مِن
تَمْرٍ أوْ صَاعًا مِن شَعِيْرٍ علَىَ العَبْدِ وَالحُرِّ وَالذَّكَرِ وَ
الأُنْثَى وَ الصَّغِيْرِ وَالكَبِيْرِ مِنَ المُسْلِمِيْنَ . ]رواه الشيخان [
“Dari
Ibnu Umar RA berkata : bahwa Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat
fitrah yaitu sebanyak satu sho’ dari kurma atau satu sho’ dari gandum
kepada setiap orang yang merdeka atau masih budak , baik laki-laki
maupun perempuan, kecil maupun besar dari kalangan kaum muslimin” . [HR.Bukhari dan Muslim]
Dalam hal ini Imam Waki’ Ibnu al-Jarroh rahimahullahu ta’ala pernah berkata :
زَكَاةُ الفِطْرِ لِشَهْرِ رَمَضَانَ كَسَجْدَةِ السَّهْوِ لِلصَّلاَةِ , تجْبرُ نقْصَانَ الصَّوْمِ كما يجْبرُ السُّجُودُ نُقْصَانَ الصَّلاَةِ .
“Perumpamaan
zakat fitrah ini terhadap bulan ramadhan seperti sujud sahwi terhadap
ibadah shalat, yang mana dengan zakat fitrah ini akan menyempurnakan
kekurangan yang terjadi ketika berpuasa sebagai mana halnya sujud sahwi
menyempurnakan kekurangan yang terjadi dalam shalat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar