Pak Ustaz, apakah zakat mal untuk harta yang jumlahnya tetap, dibayarkan setiap tahun atau hanya sekali saja?
Contohnya:
- Uang yang disimpan di bank dengan jumlah tetap (katakanlah 100 juta) dan mengendap katakanlah selama 5 tahun, apakah zakat yang 2.5% dibayarkan setiap tahun sebesar 2.5 Juta atau hanya sekali saja di tahun kedua?
- Rumah yang disewakan, apakah setiap tahun dibayarkan zakatnya sebesar 2.5% dari harga rumah atau dari uang sewa?
Terima kasih,
Wass.,
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya istilah zakat mal lebih luas dari sekedar zakat atas uang yang disimpan. Termasuk di dalam zakat mal misalnya zakat perdagangan, zakat emas atau perak, zakat hasil pertanian, zakat peternakan, zakat profesi, zakat investasidan sebagainya.
Para ulama dengan ijtihad mereka telah membuat bentuk perhitungan atas masing-masing jenis zakat tersebut, sesuai dengan dalil-dalil yang mereka temui di dalam Al-quran dan sunnah nabawiyah.
Zakat Uang yang Diendapkan
Ketentuan zakat uang yang diendapkan adalah:
- Sudah mencapai atau melebihi nishab, yaitu seharga 85 gr emas atau 595 gr perak.
- Sudah dimiliki dengan jumlah satu nishab itu selama 1 haul (setelah dimiliki selama 1 tahun qamariyah, meski ditengahnya pernah berkurang).
- Dikeluarkan 2,5% dari total nilai harga tersebut, bukan dari nishabnya.
- Dikeluarkan akhir tahun kepemilikan.
Tetapi anda mengatakan bahwa uang itu disimpan di bank. Ada dua kemungkinan, bank itu konvensional atau bank itu syariah. Kalau di bank konvensional, sudah pasti rugi. Sebab uangnya tidak bertambah dengan halal. Bunga bank itu haram hukumnya dan bukan hak nasabah. Haram juga hukumnya bayar zakat dengan uang hasil riba/bunga bank.
Di situlah ruginya menyimpang uang di bank konvensional bagi seorang muslim. Setiap tahun kena zakat, sementara bunganya haram tidak boleh digunakan untuk pribadi, apalagi untuk membayarkan zakatnya.
Sedangkan bila disimpan di bank syariah, ada bagi hasil yang kalau dihitung-hitung, setara niainya dengan bunga bank. Katakanlah senilai dengan 7 atau 8 persen pertahun. Dibandingkan dengan kewajiban untuk mengeluarkan zakat yang hanya 2,5% per tahun, maka simpanan uang di bank syariah tidak akan berkurang, bahkan masih tetap akan terus bertambah.
Bahkan pihak bank syariah bisa saja secara otomatis sudah memotong uang simpanan nasabah untuk zakat, sehingga nasabah sudah tidak perlu pusing-pusing menghitung-hitung nilai zakat yang harus dikeluarkan.
Rumah yang Disewakan
Umumnya para ulama sepakat bahwa rumah bukan termasuk jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Sebab rumah itu merupakan jenis harta yang tidak mengalami an-numuw (pertumbuhan). Seperti juga sebidang tanah yang kosong dan didiamkan saja tanpa ditanami apapun. Dan juga kendaraan yang dimiliki selama tidak memberikan pemasukan.
Apabila aset-aset seperti rumah, tanah atau kendaraan itu dijadikan harta yang bersifat an-numuw, yaitu tumbuh menghasilkan pemasukan bagi pemiliknya, barulah ada kewajiban untuk mengeluarkan zakatnya.
Misalnya, rumah itu disewakan kepada pihak lain. Sehingga pemilik ruma itu bisa mendapat harta dari hasil penyewaannya, maka setiap kali ‘memanen’ hasil, ada kewajiban zakat yang harus dikeluarkan. Maksudnya, setiap kali menerima uang sewa rumah, ada kewajiban untuk mengeluarkan zakatnya.
Zakatnya dikeluarkan bukan dari nilai total harga aset rumah itu, melainkan khusus dari hasil penyewaannya. Tidak ada hubungannya antara nilai total aset rumah dengan harga sewa.
Dikeluarkannya zakat itu juga tidak berdasarkan hitungan tahunan, melainkan berdasarkan waktu ‘memanen’ hasil sewa.
Karena zakat ini lebih banyak diqiyaskan kepada zakat pertanian. Baik dari segi nishabnya yang sebesar 5 wasaq = 653 kg gabah = 520 kg beras, maupun waktu untuk mengeluarkan zakatnya yang setiap kali memanen hasil, termasuk juga besarnya prosentase yang harus dikeluarkan sebagai zakat, yaitu sebesar 5% atau 10%. 5% dari hasil bersih 10% dari hasil kotor.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kedua pertanyaan saudara akan kami rangkum dalam satu
jawaban. Namun sebelumnya, untuk memperjelas permasalahan berikut ini
kami kutipkan kembali secara ringkas ketentuan zakat profesi yang telah
dimuat dalam Suara Muhammadiyah dan yang dimuat dalam Buku Petunjuk
Praktis Penghitungan Zakat yang disusun PCM Moga Pemalang.
Ketentuan zakat profesi yang dimuat dalam Suara Muhammadiyah adalah sebagai berikut: “Zakat
Profesi dikeluarkan setelah dikurangi dengan biaya kebutuhan hidup
secara wajar, seperti untuk kebutuhan pangan, sandang, perumahan, biaya
pendidikan, biaya kesehatan, transportasi dan lain sebagainya; apabila
dalam jangka satu tahun mencapai jumlah uang seharga 85 gram emas murni
(24 karat), maka dikeluarkan zakatnya 2,5 %”.
Sementara ketentuan zakat profesi yang dimuat dalam buku
Pedoman Zakat Praktis yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Lazis
Muhammadiyah yang dijadikan rujukan oleh PCM Moga dalam menyusun buku
Petunjuk Praktis Penghitungan Zakat adalah sebagai berikut: “Hasil
profesi yang berupa harta dikategorikan berdasarkan qiyas atas kemiripan
(syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni:
Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang yang
nisabnya adalah senilai dengan 552 kg beras, jika diqiyaskan dengan
zakat pertanian, atau 85 gram emas jika diqiyaskan dengan zakat emas,
sedangkan besarnya zakat yang harus dibayar adalah 2,5%”.
Dari kedua keterangan tersebut memang terlihat ada
perbedaan, yaitu pada pengqiyasan zakat profesi dan pada ketentuan
dikeluarkannya; apakah setelah dipotong biaya hidup atau sebelumnya.
Sebenarnya Fatwa Tarjih mengenai zakat profesi tidak
hanya dimuat sekali dalam Suara Muhammadiyah, tetapi tidak ada salahnya
kami pertegas kembali.
Zakat profesi memang merupakan hasil ijtihad para ulama
mutaakhir yang belum pernah ada di zaman Rasulullah saw, sehingga wajar
jika terjadi banyak perbedaan pendapat. Namun demikian, Musyawarah
Nasional Tarjih XXV tahun 2000 di Jakarta telah menetapkan bahwa zakat
profesi itu hukumnya wajib, dengan ketentuan nisab setara dengan 85 gram
emas 24 karat, dan kadarnya sebesar 2,5%. Dalam hal ini berarti zakat
profesi diqiyaskan kepada zakat mal (harta).
Sedangkan mengenai pengeluarannya, sebagaimana telah
dibahas dan dimuat dalam Tanya Jawab Agama Jilid III cetakan ke-3
halaman 157-159, dan Jilid V cetakan ke-2 halaman 95-96, Tim saat ini
masih cenderung berpendapat bahwa zakat profesi dikeluarkan setelah
dikurangi biaya hidup yang ma'ruf (layak), yaitu yang benar-benar biaya kebutuhan pokok atau kebutuhan primer, seperti kebutuhan pangan, sandang, perumahan, biaya pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya. Dan ukurannya adalah sesuai dengan 'urf masing-masing daerah.
Hal ini didasarkan pada firman Allah:
Artinya: "Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: "yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir." (QS. Al-Baqarah: 219)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa menurut Ibnu Abbas, al-'Afw adalah
"sesuatu yang lebih dari kebutuhan keluarga". Demikian juga
diriwayatkan dari Ibnu Umar, Mujahid, 'Atha, Ikrimah, Sa'id bin Jubair,
Muhammad bin Ka'ab, Hasan, Qatadah, Qasim, Salim, 'Atha Khurasani,
Rabi'ah bin Anas, dan lainnya berpendapat bahwa arti al-'Afwu dalam ayat tersebut adalah "lebih".
Hal ini juga ditunjukkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abu Hurairah:
قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللهِ عِنْدِي دِينَارٌ قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى نَفْسِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ أَنْفِقْهُعَلَى
أَهْلِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى وَلَدِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ فَأَنْتَ أَبْصَرُ.
أَهْلِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى وَلَدِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ فَأَنْتَ أَبْصَرُ.
Artinya: “Seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, saya memiliki satu dinar. Lalu Rasulullah saw menjawab: Nafkahkanlah untuk dirimu sendiri. Ia berkata lagi: Saya mempunyai yang lain lagi. Rasulullah saw menjawab: Nafkahkanlah kepada keluargamu. Ia berkata lagi: Saya mempunyai yang lain lagi. Rasulullah saw menjawab: Nafkahkanlah kepada anakmu. Ia berkata lagi: Saya mempunyai yang lain lagi. Rasulullah saw menjawab: Kau (berarti sudah) mempunyai kelapangan."
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan seseorang, istri, dan anaknya lebih didahulukan daripada kebutuhan orang lain.
Muslim juga meriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah saw berkata kepada seorang laki-laki:
ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ
شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا.
[رواه مسلم]
شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا.
[رواه مسلم]
Artinya: "Berikanlah terlebih dahulu untuk kepentingan dirimu; bila
lebih, maka untuk istrimu; bila masih lebih, maka untuk keluarga
terdekatmu; bila masih lebih lagi, berikanlah untuk lain-lain." [HR. Muslim]
Meskipun hadis-hadis ini adalah tentang sedekah sunnah, tetapi secara
umum memberikan petunjuk tentang etika Islam dalam berinfak, dan bahwa
sasarannya adalah "sesuatu yang lebih", sebagaimana yang dipahami oleh
Jumhur Ulama.
Pengambilan zakat dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya
hutang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup seseorang dan yang menjadi
tanggungannya bisa dikeluarkan, karena biaya hidup terendah merupakan
kebutuhan pokok seseorang.
Sehubungan zakat profesi diqiyaskan kepada emas, maka
disyaratkan adanya haul. Jadi, semua harta yang didapat selama satu
tahun berjalan digabungkan, dan jika ada sisa harta dalam satu tahun
yang mencapai nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Tetapi dalam hal ini boleh juga mempercepat pengeluaran zakat. Hal ini berdasarkan hadis dari Ali r.a.:
أَنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي تَعْجِيلِ
صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ فَرَخَّصَ لَهُ فِي ذَلِكَ. [رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلاَّ النَّسَائِيّ]
صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ فَرَخَّصَ لَهُ فِي ذَلِكَ. [رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلاَّ النَّسَائِيّ]
Artinya: “Bahwa Abbas bin Abdul Muthallib bertanya kepada Rasulullah saw dalam menyegerakan (mempercepat) pengeluaran zakatnya sebelum datang waktu halalnya (satu tahun), lalu Nabi saw mengizinkan hal itu.” [HR. lima ahli hadis kecuali an-Nasa'i]
Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar menyebutkan bahwa sanad
hadis ini ada komentar, tetapi dikuatkan oleh hadis-hadis lain, di
antaranya riwayat Abu Dawud dan Thayalisi dari hadis Abu Rafi’:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِعُمَرَ: إنَّا كُنَّا تَعَجَّلْنَا صَدَقَةَ مَالِ الْعَبَّاسِ
عَامَ اْلأَوَّلِ.
عَامَ اْلأَوَّلِ.
Artinya: “Sesungguhnya Nabi saw. berkata kepada Umar: Sesungguhnya kami telah mempercepat pengeluaran zakat harta Abbas pada tahun pertama.”
Jadi, jika mempunyai penghasilan tetap yang bisa diprediksi jika
dihitung untuk waktu satu tahun ke depan telah mencapai nisab, maka bisa
dikeluarkan zakatnya pada saat mendapatkan penghasilan itu.
Contoh Perhitungan Zakat Profesi
Gaji seorang pegawai sebuah perusahaan swasta nasional adalah Rp.
3.500.000,- per bulan. Setelah dipotong biaya hidup sehari-hari seperti
biaya dapur/makan, pendidikan, kesehatan, listrik, pembayaran hutang dan
kebutuhan pokok lainnya ternyata masih tersisa Rp. 1.850.000,- Jika
dikalkulasi, dalam setahun ia mendapat Rp. 1.850.000,- x 12 = Rp.
22.200.000,-. Nishab zakat profesi adalah setara harga 85 gr emas murni
24 karat. Jika harga emas murni 24 karat per gram adalah Rp. 250.000,-,
maka nishab zakat profesi adalah Rp. 21.250.000.
Dengan demikian, gaji pegawai tersebut sudah mencapai nisab dan ia wajib
mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % x Rp. 1.850.000,- = Rp. 46.250,- jika
dikeluarkan per bulan, atau 12 x 2,5 % x Rp. 1.850.000,- = Rp. 555.000,-
jika dikeluarkan per tahun.
Wallahu a’lam bish-shawab. putm*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar