Jumat, 04 Juli 2014

Puasa Ngaji

Allah tidak akan menyia-nyiakan perbuatan baik

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا

Sungguh, mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan yang baik itu.

[Qs. Al-Kahfi : 30]


 " PUASA "
1. Melatih kesabaran
2. Belajar merasakan penderitaan orang lain
3. melatih kejujuran
4. melatih di siplin tepat waktu
5. mengharap ridho ALLAH

=== SEMOGA BERMANFAAT ===



Rasulullah saw. bersabda :

اَفْضَلُ الصَّدَقَةِ صَدَقَةٌ فِى رَمَضَانَ (رواه الترمذى

Artinya : “Seutama-utamanya shadaqah adalah shadaqah di bulan
Ramadhan.” (HR. At-Turmudzi)


Memberikan sedekah dan menghadiahkan pahalanya kepada orang yang telah meninggal dunia adalah Sunnah berdasarkan Hadis:
 
عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - إِنَّ أُمِّى افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا ، وَأُرَاهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ ، أَفَأَتَصَدَّقُ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ ، تَصَدَّقْ عَنْهَا » .(رواه البخاري ومسلم)
 
Artinya: Aisyah menceritakan bahwa ada seorang laki-laki yang datang menghadap Rasulullah SAW lalu bertanya: “Wahai rasulullah, ibuku meninggal dunia tiba-tiba. Aku kira bila sempat berbicara tentulah ia akan bersedekah. Apakah aku bersedekah atas nama dia?”. Rasulullah SAW bersabda: “Ya, bersedekahlah atas namanya” (HR Al Bukhari dan Muslim).


Sedekah keluarga, Mayat bahagia

Syaikh Tsabit al-Banany adalah salah satu ulama yang termasyhur di zamannya. Salah satu amalan rutin yang sering beliau kerjakan adalah berziarah ke beberapa makam ulama disetiap malam Jum’at. Beliau bermunajat kepada Allah saat berziarah sampai waktu fajar.
Suatu ketika saat beliau berziarah dan bermunajat, rasa kantuknya datang sehingga beliau pun tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi, mimpi seorang ulama adalah nur dari Tuhan, bertemu dengan semua ahli kubur dalam keadaan riang dan bersinar di wajah mereka, memakai pakaian yang mewah, dan setiap ahli kubur membawa hidangan makanan yang bermacam-macam. Namun, ada seorang pemuda dengan rambut tidak karuan dan mengenakan pakaian yang kusut dan usang. Terlihat wajahnya begitu pucat, sedih dan mengucurkan air mata. Pemuda itu tercenung kesepian tanpa hidangan makanan sekalipun.
Saat para ahli kubur kembali ke alam mereka dengan riang dan gembira, si pemuda itu masih terlihat sedih, gelisah dan putus asa. Kemudian Syaikh Tsabit al-Banany segera menghampiri pemuda itu dan bertanya: “Wahai pemuda, siapakah kamu? Mengapa kamu tidak berada diantara mereka? Mereka masing-masing membawa makanan dan kembali dengan bahagia, sedangkan kamu sendirian tidak memabawa makanan dan kembali dalam keadaan sedih.”
Pemuda itu pun menjawab: “Sesungguhnya aku adalah orang asing yang bepergian, tidak ada seorang pun yang mengingatku dan mendoakanku. Sedangkan mereka mempunyai anak-anak, kerabat dan keluarga yang mengingat dan mendoakan mereka. Keluarga mereka (yang hidup) memberikan shadaqah untuk mereka di setiap hari Jum’at. Keluarga mereka selalu mengirimkan doa dan kebaikan kepada mereka di sini. Sesungguhnya aku dulu sebelum meninggal akan melaksanakan ibadah haji bersama ibuku. Namun dalam perjalanan, saat kami sampai di Mesir, ketentuan Allah pun datang kepadaku (kematian). Kemudian ibuku menguburku di kuburan ini. Sedangkan ibuku saat ini telah menikah dengan orang lain, ia lupa kepadaku, ia pun tidak pernah mendoakanku dan mengirimkan shadaqah kepadaku. Dan dalam setiap waktu sampai saat ini pun aku selalu dalam keadaan sedih dan gelisah.”
Syaikh Tsabit al-Banany bertanya lagi: “Wahai pemuda, ceritakan kepadaku di mana tempat tinggal dan rumahmu? Aku akan menceritakan tentang keadaanmu kepada ibumu.”
“Wahai imam orang-orang muslim, rumahku ada di kota ini desa ini dan kampung ini. Ceritakanlah keadaanku kepada ibuku. Jika dia tidak mempercayaimu, tolong katakan kepadanya bahwa aku masih mempunyai 100 mistqal perak yang menjadi hakku atas warisan ayahku. Mungkin itu yang menjadi bukti atas kebenaran kabar tentangku,” jawab si pemuda.
Sesaat setelahnya, Syaikh Tsabit al-Banany pun terbangun dari tidurnya. Akhirnya beliau segera mencari tempat tinggal ibu pemuda itu. Setelah menempuh perjalanan cukup panjang, Syaikh Tsabit al-Banany pun menemukan rumah ibu pemuda dalam mimpnya. Beliau segera menemui ibu pemuda itu dan menceritakan keadaan anaknya seperti dalam mimpi beliau.
Karena merasa terkejut, ibu pemuda itu pun terjatuh dan pingsan setelah mendengar kabar tersebut. Sesaat setelah ibu itu tersadar dan bangun, ia segera memberikan 100 mitsqal perak kepada Syaikh Tsabit: “Aku memasrahkan 100 mitsqal perak ini kepadamu untuk anakku yang meninggal dalam perjalanan haji.”
Beliau pun menyedekahkan perak tersebut untuk pemuda dalam mimpi beliau.
Di malam Jum’at lainnya, saat Syaikh Tsabit al-Banany berziarah dan bermunajat ia kembali terkantuk dan terdidur lalu bermimpi. Beliau bertemu dengan pemuda dalam mimpi sebelumnya dengan mengenakan pakaian yang termewah dan terbagus. Dengan wajah yang amat riang dan gembira, pemuda itu menemui beliau dan berkata: “Wahai imam orang-orang muslim, semoga Allah mengasihimu sebagaimana kamu mengasihiku.”
(Al-Mawa’idz al-‘Ushfuriyyah halaman 14-15 karya asy-Syaikh Muhammad bin Abubakar).


Hikmah Zakat Fitrah

Zakat Fitrah mempunyai banyak hikmah, di antaranya:

Pertama: Zakat Fitrah merupakan salah satu bentuk solidaritas, khususnya kepada fakir miskin yang tidak mempunyai makanan pada hari raya Idul Fitri.

Kedua: Zakat Fitrah merupakan pembersih puasa dari hal-hal yang mengotorinya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘laihi wassalam:

زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

"Zakat Fitri merupakan pembersih bagi yang berpuasa dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan kata-kata keji (yang dikerjakan waktu puasa), dan bantuan makanan untuk para fakir miskin." (Hadits Hasan riwayat Abu Daud)




Waki' bin Jarrah berkata :
زَكَاةُ الفِطْرِ لِشَهْرِ رَمَضَانَ كَسَجْدَةِ السَّهْوِ لِلصَّلاَةِ , تجْبرُ نقْصَانَ الصَّوْمِ كما يجْبرُ السُّجُودُ نُقْصَانَ الصَّلاَةِ .
Waki' bin Jarrah berkata, “Manfaat zakat Fitrah untuk puasa seperti manfaat sujud sahwi untuk shalat. Kalau sujud sahwi melengkapi kekurangan dalam shalat, sedangkan zakat fitrah melengkapi kekurangan yang terjadi ketika puasa”.

Ketiga: Zakat Fitrah merupakan bentuk syukur kepada Allah subhanahu wata’ala karena telah memberikan taufik-Nya sehinga bisa menyempurnakan puasa Ramadhan.




Dalil wajib zakat fitrah
Menurut Jumhur ulama bahwa zakat firah ini hukumnya wajib kepada setiap orang muslim baik laki-laki maupun perempuan, hal ini berdasarkan hadits yang di riwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar RA sbb:
 عن ابن عمر رضى اللله عنه قال :  ( فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَليْه ِوَسَلَّم زَكَاةَ الفِطْرِ صَاعًا مِن تَمْرٍ أوْ صَاعًا مِن شَعِيْرٍ علَىَ العَبْدِ وَالحُرِّ وَالذَّكَرِ وَ الأُنْثَى وَ الصَّغِيْرِ وَالكَبِيْرِ مِنَ المُسْلِمِيْنَ .     ]رواه الشيخان [
“Dari Ibnu Umar RA berkata : bahwa Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah yaitu sebanyak satu sho’ dari kurma atau satu sho’ dari gandum kepada setiap orang yang merdeka atau masih budak , baik laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kalangan kaum muslimin” .    [HR.Bukhari dan Muslim]

Dalam hal ini Imam Waki’ Ibnu al-Jarroh rahimahullahu ta’ala pernah berkata :
زَكَاةُ الفِطْرِ لِشَهْرِ رَمَضَانَ كَسَجْدَةِ السَّهْوِ لِلصَّلاَةِ , تجْبرُ نقْصَانَ الصَّوْمِ كما يجْبرُ السُّجُودُ نُقْصَانَ الصَّلاَةِ .
“Perumpamaan zakat fitrah ini terhadap bulan ramadhan seperti sujud sahwi terhadap ibadah shalat, yang mana dengan zakat fitrah ini akan menyempurnakan kekurangan yang terjadi ketika berpuasa sebagai mana halnya sujud sahwi menyempurnakan kekurangan yang terjadi dalam shalat”.
Istiqamah di Atas Al-Haq

رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“(Mereka berdoa): ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”

(Ali ‘Imran : 8)


     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar