Salah satu ibadah yang di tuntut dalam bulan Ramadhan adalah shalat
taraweh yang setiap tahunnya selalu terjadi polemik tentang shalat
taraweh berkenaan dengan jumlah rakaatnya, antara pihak yang mengatakan
shalat taraweh adalah 8 rakaat dengan pihak yang mengatakan bahwa shalat
taraweh adalah 20 rakaat. Pada tulisan sebelumnya kami telah memaparkan dalil tentang jumlah rakaat taraweh.
Kali ini kami akan mengutip fatwa Syeikh Ali Jumah (mantan mufti Mesir
dan merupakan seorang ulama besar zaman ini, lahir tahun 1952) tentang
jumlah rakaat shalat teraweh dari kitab beliau al-Bayan li ma Yasyghulu
al-azhan jilid 1 tepatnya pada pertanyaan ke 62 pada halaman 186 – 190.
Kami mengutip setiap paragraf dengan di iringi terjemahannya. File kitab
tersebut bisa di download DI SINI dalam format pdf. Untuk jilid duanya bisa di download DI SINI
Berikut penjelasan Syeikh Ali Jumah beserta terjemahannya:
soal ke 62:
Manusia berselisih paham dalam bulan Ramadhan yang penuh barakah tentang shalat taraweh, berapa sebenarnya pendapat yang shahih tentang jumlah rakaatnya?
Taraweh pada loghat adalah jamak dari tarwihah . Ibnu Manzur berkata
“Tarwihah dalam bulan Ramdhan, di namakan dengan demikian (taraweh)
karena para jamaah beristirahat setelah setiap empat rakaat. Dalam
hadits : shalat taraweh, karena mereka beristirahat di antara setiap dua
salam, kata taraweh adalah jamak tarwihah. Tarwihah merupakan satu kali
istirahat, wazan taf’ilah dari kalimat raahah, sama dengan taslimah
dari kata salaam”.
Dengan semata-mata defenisi secara harfiyah nyatalah bahwa shalat
taraweh jumlah rakaatnya melebihi delapan rakaat, karena sekali
istirahat adalah setelah empat rakaat, maka jikalau shalat taraweh itu
dua kali istirahat maka maka lazimlah bahwa jumlah rakaat shalat
taraweh adalah dua belas rakaat, sedangkan yang haq bahwa para umat
(ulama) telah sepakat (ijmak) bahwa shalat teraweh adalah dua puluh
rakaat tanpa witir dan dua puluh tiga dengan witir. Ini merupakan
pegangan empat Mazhab Fiqih; Mazhab Hanafi, Mazhab Maliky, Mazhab Syafii
dan Mazhab Hanbali. Selain itu ada pendapat yang di naqal dari ulama
Mazhab Maliky berebeda dengan yang masyhur bahwa jumlah rakaat taraweh
adalah tiga puluh enam rakaat. Umat Islam tidak mengenal pendapat bahwa
shalat teraweh delapan rakaat kecuali pada zaman ini. Penyebab mereka
bisa terjatuh dalam perbedaan tersebut adalah karena kesalahan dalam
memahami sunah Nabi, dan tidak mampu mengkompromikan hadits-hadits dan
tidak melihat kepada ijmak qauly, ijmak fi’ly semenjak masa para
shahabat hingga hari ini. sehingga mereka mengambil dalil dari hadits
Siti Aisyah : “Tidaklah Rasulullah SAW melebihkan shalat dalam bulan
Ramadhan dan selainnya dari sebelas rakaat, beliau shalat empat rakaat,
maka jangan kamu tanyakan kebagusan dan panjangnya, kemudian beliau
shalat empat rakaat maka jangan kamu tanyakan kebagusan dan panjangnya,
kemudian beliau shalat tiga rakaat. Siti Aisyah berkata “Ya Rasulullah,
apakah engkau tidur sebelum melakukan shalat witir, beliau menjawab, Ya
Aisyah, sesungguhnya mata saya tidur namun hati saya tidak tidur:
Hadits ini menceritakan petunjuk Nabi SAW tentang shalat malam secara
umum, dan beliau tidak menunjuki kepada shalat taraweh, karena shalat
taraweh adalah shalat malam yang khusus di bulan Ramadhan, shalat
taraweh adalah sunnnah Nabawiyah pada landasan dasarnya yang landasan
kaifiyatnya adalah hadits Saidina Umar, maksudnya; umat berpendapat
sebagaimana sunnah Saidina Umar ra berupa menghimpunkan manusia dalam
mendirikan Ramadhan di malam hari dan dengan jumlah rakaat yang beliau
perintahkan ketika menghimpunkan manusia dengan (imam Shalat) Ubai bin
Ka’ab, sedangkan Nabi bersabda “peganglah sunnahku dan sunnah Khulafaur
Rasyidin yang terpetunjuk, gigitlah sunnah mereka dengan geraham”.
Jika bukan sandaran umat adalah perbuatan Saidina Umar maka kenapa
shalat taraweh di kerjakan secara berjamaah dengan satu imam. Mereka
(kaum pengingkar jumlah shalat taraweh 20 rakaat) mengambil sunnah
Saidina Umar yang mengumpulkan manusia dalam satu Imam sepanjang bulan,
padahal hal ini tidak pernah di kerjakan oleh Nabi SAW, dan mereka
meninggalkan jumlah rakaat (yang di kerjakan Saidina Umar) dan mereka
mendakwakan diri mereka yang sesuai dengan sunnah Nabi SAW, maka jika
ini benar, dan kamu tidak mau melihat kepada perbuatan Saidina Umar maka
wajiblah atas kamu untuk shalat taraweh di dalam rumah dan meninggalkan
manusia yang sesuai dengan agama Allah sebagaimana mereka warisi. La
haula wala quwwata illa billah al-‘adhiim.
Dalil bahwa hal tersebut adalah perbuatan Saidina Umar adalah hadits
yang di riwayatkan oleh Abdur Rahman bin Abdul Qary, beliau berkata
“saya keluar bersama Umar bin Khatab pada satu malam dalam bulan
Ramadhan ke mesjid, ketika itu manusia berada dalam beberapa kelompok
yang terpisah-pisah, seseorang shalat untuk dirinya sendiri, dan
seseorang (yang lain juga) shalat, kemudian shalat dengan shalatnya satu
kelompok (mengikutinya sebagai imam). Maka Saidina Umar berkata “saya
berpendapat jikalau mereka di satukan dalam saru qari (imam) sungguh
akan lebih baik”. Kemudian beliau bersungguh-sungguh dan menghimpunkan
mereka atas (imam) Ubay bin Ka’ab, kemudian saya keluar pada malam yang
lain, sedangkan manusia shalat dengan satu qari (imam) mereka. Saidina
Umar berkata “sebaik-baik bid’ah adalah ini, shalat yang mereka tidur
darinya lebih baik dari (shalat) yang mereka dirikan”, maksud beliau
adalah (shalat yang di kerjakan) pada akhir malam, sedangkan manusia
mengerjakannya pada awal malam”.
Dan sesungguhnya shalat yang oleh Saidina Umar satukan manusia atas
seorang Imam adalah shalat tarawih yaitu dua puluh rakaat, sebagaimana
di tunjuki oleh beberapa hadits, antara lain; hadits riwayat Saib bin
Yazid beliau berkata “mereka mendirikan shalat pada masa Saidina Umar
dalam bulan Ramadhan dengan dua puluh rakaat. Beliau berkata “mereka
membaca dua ratus (ayat) dan bertekan kepada tongkat mereka pada masa
Saidina Usman karena beratnya berdiri (karena panjang bacaannya
Diriwayatkan dari Yazid bin Ruman beliau berkata “adalah manusia
mendirikan shalat pada masa Saidina Umar bin Khatab pada bulan Ramadhan
dengan dua puluh tiga rakaat.
Mazhab yang empat sepakat atas demikian (dua puluh rakaat). Mazhab
Hanafi berpendapat demikian. Imam Sarkhasy berkata tentang shalat
taraweh, shalat taraweh adalah dua puluh rakaat selain witir dalam
mazhab kita (Mazhab Hanafi), Imam Malik berkata yang sunnah dalam bulan
Ramadhan adalah tiga puluh enam rakaat, al-Kasa`i (ulama Mazhab Hanafi)
menyebutkan hal yang menguatkan hal demikian. Beliau berkata adapun
kadar (rakaat)nya adalah dua puluh rakaat dengan sepuluh kali salam
dalam lima kali istirahat. setiap dua kali salam satu kali istirahat,
ini adalah pendapat umum ulama”.
Hal tersebut di kuatkan dengan kutipan Imam Ibnu Abidin dalam kita
Hasyiah beliau, beliau berkata “shalat taraweh adalah dua puluh rakaat,
ini adalah pendapat mayoritas ulama, dan yang di amalkan manusia (umat
Islam) di Timur dan Barat.
Adapun Mazhab Maliki, yang masyhur dalam mazhab mereka adalah sesuai
dengan pendapat mayoritas ulama. Imam ad-Dardiry berkata “Shalat taraweh
di bulan Ramadhan adalah dua puluh rakaat setelah shalat Isya, memberi
salam dari setiap dua rakaat selain yang ganjil dan witir. dan di
sunahkan menkhatamkan al-quran dalam shalat taraweh, dengan cara membaca
al-quran setiap malam satu juz yang di bagi dalam dua puluh rakaat.
Al-Allamah an-Nafrawi menyebutkan kuatnya pendapatnya mayoritas ulama
dan pengikut Mazhab Malik menyetujuinya, demikian juga pendapat akhir
dari Imam Malik. Beliau berkata : dan adalah ulama salaf yang shaleh
yaitu para shahabat mendirikan shalat dalam bulan Ramadhan pada zaman
Khalifah Umar bin Khatab dan dengan perintah beliau dalam mesjid dengan
dua puluh rakaat, ini adalah yang di pilih oleh Abu Hanifah, Imam Syafii
dan Imam Ahmad, inilah yang di amalkan pada masa sekarang di seluruh
Negri. Kemudian setelah dua puluh rakaat, mereka melakukan witir dengan
tiga rakaat. (penamaan shalat tersebut dengan witir) adalah secara
taghlib kepada yang lebih mulia (ganjil lebih mulia daripada genap),
bukan karena tiga itu ganjil, karena yang ganjil adalah satu rakaat
sebagaimana (penjelasan) yang telah lalu. Hal ini juga di tunjuki oleh
perkataan beliau ; dan mereka memisahkan antara shalat genap dan ganjil
dengan salam yang sunat, dan di makruhkan menyambungnya kecuali karena
mengikuti imam yang juga mengambungnya (antara dua rakaat witir dan satu
rakaat). Abu Hanifah berkata “tidak boleh di pisahkan di antara
keduanya”. Imam Syafii memberikan pilihan antara memisahkan dan
menyambungnya. Amalan kaum muslimin terus menerus dengan 23 rakaat baik
di timur dan di barat. Kemudian setelah peperangan harrah di Madinah,
para ulama salaf yang lain – karena yang di maksudkan dengan mereka
disini adalah para ulama yang ada pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz
– setelah jumlah bilangan yang ada pada masa Saidina Umar (20 rakaat)
shalat dengan 36 rakaat selain genap dan ganjil (shalat witir 3 rakaat) –
hingga akhir perkataan beliau – ini adalah pendapat yang di pilih oleh
Imam Malik dalam kitab al-Mudawwanah, dan beliau menganggapnya baik dan
ini adalah yang di amalkan oleh ahli Madinah. Sebagian pengikut Imam
Malik lebih menguatkan yang pertama (20 rakaat) sebagaimana Saidina Umar
menyatukan manusia atasnya karena berkekalan amalan (umat Islam)
atasnya pada sekalian kota.
Adapun ulama Mazhab Syafii, mereka menyebutkan secara jelas bahwa shalat
taraweh adalah 20 rakaat, Imam Nawawi menyebutkan hal demikian. beliau
berkata “menurut mazhab kita shalat taraweh adalah 20 rakaat dengan
sepuluh kali salam selain witir, demikian adalah lima kali istirahat,
satu kali istirahat adalah empat rakaat dengan dua kali salam. Ini
adalah mazhab kita dan juga pendapat Abu Hanifah dan pengikut beliau,
Imam Ahmad, Daud ad-Dhahiry, dan imam ainnya. Dan juga di kutip oleh
Qadhi Iyadh dari mayoritas ulama. Di hikayahkan bahwa al-Aswad bin Mazid
mendirikan shalat 40 rakaat dan melakukan witir dengan tujuh rakaat.
Imam Malik berkata, shalat taraweh itu adalah tujuh kali istirahat yaitu
tiga puluh enam rakaat selain witir, beliau berhujjah bahwa ahli
Madinah melakukannya demikian”.
Para ulama Mazhab Syafii menyatukan pendapat Mazhab Maliki dan Mazhab
mayoritas ulama ketika mereka (ulama Mazhab Syafii) memberikan alasan
penambahan rakaat (hingga 36 rakaat) menurut Imam Malik, hal tersebut
merupakan sebagai ganti dari thawaf yang di lakukan di Masjid Haram.
Ibnu Hajar al-Haitami berkata “shalat taraweh menurut kita (mazhab
Syafii) selain ahli Madinah adalah 20 rakaat sebagaimana telah di
sepakati pada masa Saidina Umar, karena sesuai dengan pandangan beliau
yang tepat yang menyatukan manusia atas satu imam shalat kemudian mereka
(shahabat yang lain) menyetujuinya. mereka melakukan shalat witir
setelah taraweh dengan tiga rakaat. Rahasia shalat taraweh 20 rakaat
adalah shalat rawatib muakkad dalam bulan lain adalah 10 rakaat maka
dalam bulan Ramdhan di gandakan (menjadi 20 rakaat) karena Ramdhan
adalah waktu bersunguh-sungguh (dalam beribadah). Dan hanya bagi mereka
(penduduk Madinah) – karena kemulian mereka dengan sebab berhampiran
dengan Rasulullah SAW – boleh menambahkan 16 rakaat (jumlah semuanya 36)
sebagai ganti thawaf penduduk kota Makkah empat kali di antara setiap
istirahat dari 20 rakaat sebanyak 7 kali.
hal tersebut juga di kuatkan oleh penjelasan Imam Syamsuddin Muhammad
Ramli, beliau berkata “shalat taraweh adalah 20 rakaat dengan 10 kali
salam pada tiap malam dalam bulan Ramadhan, karena berdasarkan hadits
yang di riwayatkan bahwa kaum muslimin mendirikan shalat pada masa
Saidina Umar bin Khatab dengan 20 rakaat. Dalam riwayat Imam Malik dalam
kitab al-Muwatha` dengan 23 rakaat, Imam Baihaqy menyatukan keduanya
bahwa mereka melakukan witir dengan tiga rakaat. Saidina Umar bin Khatab
menyatukan manusia dalam mendirikan bulan Ramadhan, kaum laki-laki di
imami oleh Ubai bin Ka’ab sedangkan wanita dengan imam Sulaiman bin Abin
Hatsnah. Dan padahal sunguh terputuslah manusia dalam melakukan shalat
taraweh secara berjamaah hingga masa itu. Dan di namakan setiap empat
rakaat dengan satu tarwihah karena mereka beristirahat setelahnya.
Adapun ulama Mazhab Hanbali, mereka menerangkan bahwa yang di pilih di
sisi Imam Ahmad adalah dua puluh rakaat, Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisy
berkata “yang di pilih di sisi Abu Abdillah (Imam Ahmad) adalah dua
puluh rakaat, ini juga pendapat Imam Sufyan Tsaury, Imam Abu Hanifah dan
Imam Syafii. Imam Malik mengatakan 36 rakaat. Ada yang mendakwakan
bahwa hal tersebut adalah pendapat beliau yang qadim (terdahulu) dan
berdasarkan amalan ahli Madinah. Karena Salih maula at-Tau-amah berkata,
saya dapati manusia mendirikan shalat 41 rakaat dan witir darinya
sebanyak 5 rakaat”.
Hal serupa juga di kutip oleh Imam al-Bahuty yang menjadi pegangan ulama
Mazhab Hanbaly, beliau berkata tentang shalat taraweh, di namakan
shalat taraweh dengan demikian karena mereka duduk melakukan istirahat
di antara setiap empat rakaat. Ada yang mengatakan bahwa (kata tarawih)
di musytaq dari kata murawahah yang artinya berulang-ulang dalam
berbuat. shalat taraweh adalah 20 rakaat berdasarkan hadits yang di
riwayatkan oleh Imam Malik dari Yazid bin Rauman beliau berkata, adalah
manusia mendirikan shalat pada masa Saidina Umar dengan 23 rakaat.
Bahkan, Ibnu Taimiyah sendiri yang merupakan pegangan mayoritas kaum
radikal menguatkan pendapat para aimmah dan beliau mengakui bahwa hal
tersebut adalah sunnah menurut kebanyakan ulama. Beliau berkata “serupa
demikian dari beberapa segi oleh perdebat sebagian ulama tentang kadar
(rakaat) mendirikan malam ramadhan, karena sungguh tetaplah bahwa Ubay
bin Ka’ab berdiri dengan manusia dengan 20 rakaat dalam mendirikan malam
Ramadhan dan melakukan witir 3 rakaat. Maka mayoritas ulama berpendapat
bahwa hal yang demikianlah yang sunnah. Karena shalat tersebut
didirikan di antara kaum muhajin dan Anshar dan tidak ada shahabat yang
mengingkarinya. pendapat yang lain mengatakan sunat 39 rakaat
berdasarkan amalan ahli Madinah yang qadim. Beliau berkata “sungguh
telah tetaplah dalam hadits yang shahih dari Siti Aisyah bahwa Nabi
tidak melebihkan shalat dalam bulan Ramadhan dan lainnya dari 23
rakaat”. berbeda-bedalah pendapat ulama tentang dalil ini, karena mereka
menyangka adanya kontradiksi antara hadits shahih dengan hal yang tetap
dengan sunnah khulaur rasyidin dan amalan kaum muslimin. Yang benar
adalah semua adalah hasan.
Dari penjelasan terdahulu, bisa kita lihat bahwa pendapat yang akui oleh
para aimmah dan ulama dan mazhab fiqh dari semenjak lalu sepanjang masa
baik ulama salaf, khalaf, baik di timur dan barat bahwa shalat taraweh
adalah 20 rakaat dan sunat muakkad bukan wajib. Maka barang siapa
meninggalkannya maka ia terlarang baginya pahala yang besar, dan barang
siapa menambahkannya tiada dosa atasnya dan barang siapa yang
menguranginya juga tiada dosa baginya tetapi shalatnya tersebut di
namakan qiyam lail dan bukan sunah taraweh yang telah di sebutkan.
Wallahu A’lam bish shawab.
Maka dari uraian di atas dapat di pahami bahwa para ulama ijmak bahwa shalat taraweh adalah 20 rakaat, sedangkan 8 rakaat bukanlah shalat taraweh, pendapat bahwa shalat taraweh adalah 8 rakaat adalah pendapat yang muncul di akhir zaman dan tidak di kenal pada zaman para mujtahid yang empat.
Download artikel ini dalam format pdf
Berikut penjelasan Syeikh Ali Jumah beserta terjemahannya:
س 62 يختلف الناس فى شهر رمضان المبارك بشأن مسألة صلاة التراوح فما هو الحكم الصحيح فى عدد ركعاتها ؟
Manusia berselisih paham dalam bulan Ramadhan yang penuh barakah tentang shalat taraweh, berapa sebenarnya pendapat yang shahih tentang jumlah rakaatnya?
الجواب
نعيش النزاع السنوى فى شهر رمضان المبارك
بين المتشددين الذين يريدون حمل الناس على مذهبهم والعوام الذين لا يجدوا
من ينقذهم من هؤلاء . وسبب هذا الخلاف مسألة عدد ركعات صلاة التراويح
فاصحاب الصوت العالى يخطئون الأئمة والامة بأسرها على مدى القرون الماضية
وينكرون عليهم ايما انكار ويتهمونهم بالإبتداع ويحرمون ما أحل الله إذ
قالوا لا يجوز الزيادة عن ثمان ركعات فى صلاة التراويح
jawab:
Kita menghidupkan perdebatan tahunan dalam bulan Ramdhan antara golongan garis keras yang berencana menarik manusia ke dalam mazhab mereka dan masyarakat awam yang tidak menemukan penolong dari (kesesatan) mereka. Sebab perbedaan ini adalah masalah jumlah rakaat shalat taraweh. Golongan yang bersuara tinggi (radikal) menyalahkan para ulama (ulama empat mazhab) dan sekalian umat sepanjang masa yang telah lalu. Mereka mengingkari para ulama dengan pengingkaran yang kuat dan menuduh mereka sebagai ahli bid’ah, mereka telah mengharamkan apa yang Allah halalkan ketika mereka berkata “tidak boleh shalat lebih dari delapan rakaat pada shalat teraweh”.
والتراويح فى اللغة جمع الترويحة يقول ابن
منظور الترويحة فى شهر رمضان سميت بذلك لاستراحة القوم بعد كل أربع ركعات
وفي الحديث صلاة التراويح لأنهم كانوا يستريحون بين كل تسليمتين والتراويح
جمع ترويحة وهي المرة الواحدة من الراحة تفعيلة منها مثل تسليمة من السلام
وبمجرد التعريف اللغوى يتبين أن صلاة
التراويح أكثر من ثمان ركعات لأن الترويحة الواحدة بعد أربع ركعات فلو كانت
ترويحتين للزم أن يكون عدد الركعات إثنى عشر ركعة والحق أن الأمة أجمعت
على أن صلاة التراويح عشرون ركعة من غير وتر وثلاث عشرون ركعة بالوتر وهو
معتمد المذهب الفقهية الأربعة الحنفية والمالكية فى المشهور والشافعية
والحنابلة . وهناك قول نقل عن المالكية خلاف المشهور انها ست وثلاثون ركعة
ولم تعرف الأمة القول بأن صلاة التراويح ثمان ركعات إلا فى هذا الزمان.
وسبب وقوعهم فى تلك المخالفة افهم الخظأ للسنة النبوية وعد قدرتهم على
الجمع بين الأحاديث وعد إلتفات إلى الإجماع القولى والفعلى من لدن الصحابة
إلى يومنا هذا فاستشهدوا بحديث عائشة رضي الله عنها حيث قال ما كان رسول
الله صلى الله عليه و سلم يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشرة ركعة
يصلي أربعا فلا تسل عن حسنهن وطولهنن ثم يصلي أربعا فلا تسأل عن حسنهن
وطولهن ثم يصلي ثلاثا فقالت عائشة فقلت يا رسول الله أتنام قبل أن توتر ؟
فقال يا عائشة إن عيني تنامان ولا ينام قلبي
هذا الحديث يحكى عن هدى النبى صلى الله
عليه وسلم فى نافلة قيام الليل عموما ولم يتعرض إلى صلاة التراويح إذ هى
قيام مخصوص بشهر رمضان وهى سنة نبوية فى أصلها عمرية فى كيفيتها بمعنى أن
الأمة صارت على ما سنه سيدنا عمر رضي الله عنه من تجميع الناس على القيام
فى رمضان فى جميع الليالى وعلى عدد الركعات التى جمع الناس عليها على ابى
بن كعب رضي الله عنه والنبي يقول عليكم بسنى وسنة الخقاء الراشدين المهدين
عضوا عليها بالنواجذ
إن لم يكن مستند الأمة فعل سيدنا عمر رصي
الله عنه فلم تؤدى التراويح فى جماعة فى المسجد على إمام واحد وكأن هؤلاء
يأخذون من سنة سيدنا عمر جمع الناس على إمام طوال الشهر وهو ما لم يفعله
النبي ويتركون عدد ركعات ويزعمون أنهم يطبقون سنة صلى الله عليه وسلم فان
كان هذا صحيحا وأنتم لا تلتفتون لفعل سيدنا عمر رضي الله عنه فيجب عليكم أت
تصلوا التراويح فى البيت وتتركوا الناس يطبقون دين الله كما ورثواه ولا
حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم
والادلة على أن ذلك فعل عمر رضي الله عنه
ما رواه عبد الرحمن بن عبد القارى أنه قال خرجت مع عمر بن خطاب رضي الله
عنه ليلة فى رمضان إلى المسجد فإذا الناس أوزاع متفرقون يصلى الرجل لنفسه
ويصلى الرجل فيصلى بصلاته الرهط فقال عمر إني أرى لو جمعت هؤلاء على قارئ
واحد لكان أمثل ثم عزم فجمعهم على أبي بن كعب قال ثم خرجت معه ليلة ً أخرى
والناس يصلون بصلاة قارئهم فقال عمر بن الخطاب نعمت البدعة هذه والتي
تنامون عنها أفضل من التي تقومون يريد آخر الليل وكان الناس يقومون أوله
وأن تلك الصلاة التى جمع عمر رضي الله عنه
الناس عليها هى التراويح وهى عشرون ركعة دل على ذلك عدة أحاديث منها ما
رواه السائب بن يزيد رضي الله عنه حيث قال كانوا يقومون على عهد عمر بن
الخطاب رضى الله عنه فى شهر رمضان بعشرين ركعة - قال - وكانوا يقرءون
بالمئين ، وكانوا يتوكئون على عصيهم فى عهد عثمان بن عفان رضى الله عنه من
شدة القيام
وعن يزيد بن رومان قال كان الناس يقومون فى زمان عمر بن الخطاب فى رمضان بثلاث وعشرين ركعة
واتفقت المذاهب الفقهية الاربعة على ذلك
فذهب الحنفية إلى ذلك قال السرخسى عن التراويح انها عشرون ركعة سوى
الوترعندنا وقال مالك رحمه الله تعالى السنة فيها ستة وثلاثون . وذكر
الكسانى ما يؤكد ذلك حيث قال وأما قدرها فعشرون ركعة في عشر تسليمات، في
خمس ترويحات كل تسليمتين ترويحة وهذا قول عامة العلماء
ويعضد ضلك ما نقله العلامة ابن عابدين فى حاشيته حيث قال قوله ( وهي عشرون ركعة ) هو قول الجمهور وعليه عمل الناس شرقا وغربا
وأما المالكية فالمشهور من مذهبهم ما
يوافق الجمهور قال العلامة الدردير ( والتراويح ) برمضان ( وهي عشرون ركعة )
بعد صلاة العشاء يسلم من كل ركعتين غير الشفع والوتر ( و ) ندب ( الختم
فيها ) أي التراويح ، بأن يقرأ كل ليلة جزءا يفرقه على العشرين ركعة
وذكر العلامة النفراوى قوة مذهب الجمهور
وموافقة أتباع مالك له والقول الآخر لمالك فقال (وكان السلف الصالح) وهم
الصحابة رضي الله تعالى عنهم (يقومون فيه) في زمن خلافة عمر بن الخطاب رضي
الله عنه وبأمره كما تقدم (في المساجد بعشرين ركعة) وهو اختيار أبي حنيفة
والشافعي وأحمد، والعمل عليه الآن في سائر الأمصار. (ثم) بعد صلاة العشرين
(يوترون بثلاث) من باب تغليب الأشرف لا أن الثلاث وتر؛ لأن الوتر ركعة
واحدة كما مر، ويدل على ذلك قوله: (ويفصلون بين الشفع والوتر بسلام)
استحبابا ويكره الوصل إلا لاقتداء بواصل، وقال أبو حنيفة: لا يفصل بينهما،
وخير الشافعي بين الفصل والوصل، واستمر عمل الناس على الثلاثة والعشرين
شرقا وغربا. (ثم) بعد وقعة الحرة بالمدينة (صلوا) أي السلف غير الذين
تقدموا؛ لأن المراد بهم هنا من كان في زمن عمر بن عبد العزيز (بعد ذلك)
العدد الذي كان في زمن عمر بن الخطاب (ستا وثلاثين ركعة غير الشفع والوتر)
... – إلى أن قال - وهذا اختاره مالك في المدونة واستحسنه وعليه عمل أهل
المدينة، ورجح بعض أتباعه الأول الذي جمع عمر بن الخطاب الناس عليها
لاستمرار العمل في جميع الأمصار عليه
وأما الشافعية فيصرحون بأن التراويح عشرون
ركعة ذكر الامام النواوى ذلك فقال : مذهبنا أنها عشرون ركعة بعشر تسليمات
غير الوتر وذلك خمس ترويحات والترويحة أربع ركعات بتسليمتين هذا مذهبنا وبه
قال أبو حنيفة وأصحابه وأحمد وداود وغيرهم ونقله القاضى عياض عن جمهور
العلماء وحكى أن الاسود بن مزيد كان يقوم بأربعين ركعة ويوتر بسبع وقال
مالك التراويح تسع ترويحات وهى ستة وثلاثون ركعة غير الوتر واحتج بأن أهل
المدينة يفعلونها هكذا
ويجمع الشافعية بين مذهب المالكية ومذهب
الجمهور حيث عللوا زيادة الركعات عند الامام مالك بأن ذلك لتعويض الطواف فى
المسجد الحرام . قال ابن حجر : وهي عندنا لغير أهل المدينة عشرون ركعة كما
أطبقوا عليها في زمن عمر - رضي الله عنه - لما اقتضى نظره السديد جمع
الناس على إمام واحد فوافقوه وكانوا يوترون عقبها بثلاث، وسر العشرين أن
الرواتب المؤكدة غير رمضان عشر فضوعفت فيه؛ لأنه وقت جد وتشمير، ولهم فقط
لشرفهم بجواره - صلى الله عليه وسلم - ست وثلاثون جبرا لهم بزيادة ستة عشر
في مقابلة طواف أهل مكة أربعة أسباع بين كل ترويحة من العشرين سبع
ويؤكد ذلك ما ذكره العلامة شمس الدين محمد
الرملى حيث قال : وهي عشرون ركعة بعشر تسليمات في كل ليلة من رمضان، لما
روي أنهم كانوا يقومون على عهد عمر بن الخطاب في شهر رمضان بعشرين ركعة.
وفي رواية لمالك في الموطأ بثلاث وعشرين. وجمع البيهقي بينهما بأنهم كانوا
يوترون بثلاث، وقد جمع الناس على قيام شهر رمضان الرجال على أبي بن كعب،
والنساء على سليمان بن أبي حثمة، وقد انقطع الناس عن فعلها جماعة في المسجد
إلى ذلك، وسميت كل أربع منها ترويحة؛ لأنهم كانوا يتروحون عقبها: أي
يستريحون
اما الحنابلة فقد صرحوا بأن المختار عند
الامام أحمد عشرون ركعة فقال العلامة ابن قدامة المقدسى : والمختار عند أبي
عبد الله رحمه الله فيها عشرون ركعة وبهذا قال الثوري و أبو حنيفة و
الشافعي وقال مالك : ستة وثلاثون وزعم أنه الأمر القديم وتعلق بفعل أهل
المدينة فإن صالحا مولى التوأمة قال : أدركت الناس يقومون بإحدى وأربعين
ركعة يوترون منها بخمس
وينقل كذلك العلامة البهوتى معتمد المذهب
الحنبلى فيقول عن التراويح : سميت بذلك لأنهم كانوا يجلسون بين كل أربع
يستريحون وقيل مشتقة من المراوحة وهي التكرار في الفعل وهي ( عشرون ركعة
في رمضان ) لما روى مالك عن يزيد بن رومان قال كان الناس يقومون في زمن عمر
في رمضان بثلاث وعشرين
حتى ابن تيمية الذى يعتمد عليه كثير من
المتشددين يؤكد ما ذهب إليه الأئمة ويقر بأنه السنة عند كثير من العلماء
فقال : شبه ذلك من بعض الوجوه تنازع العلماء في مقدار القيام في رمضان،
فإنه قد ثبت أن أبي بن كعب كان يقوم بالناس عشرين ركعة في قيام رمضان،
ويوتر بثلاث. فرأى كثير من العلماء أن ذلك هو السنة ؛ لأنه أقامه بين
المهاجرين والأنصار، ولم ينكره منكر. واستحب آخرون: تسعة وثلاثين ركعة ؛
بني على أنه عمل أهل المدينة القديم. وقال طائفة: قد ثبت في الصحيح عن
عائشة {أن النبي صلى الله عليه وسلم لم يكن يزيد في رمضان ولا غيره على
ثلاث عشرة ركعة}. واضطرب قوم في هذا الأصل، لما ظنوه من معارضة الحديث
الصحيح لما ثبت من سنة الخلفاء الراشدين، وعمل المسلمين. والصواب أن ذلك
جميعه حسن
ومما سبق نرى أن ما عليه الأئمة والعلماء
والمذاهب الفقهية على مر العصور سلفا وخلفا شرقا وغربا أن صلاة التراويح
عشرين ركعة وهى سنة مؤكدة وليست واجبة فمن تركها حرم أجرا عظيما ومن زاد
عليها فلا حرج عليه ومن نقص عنها لا حرج عليه إلا أن ذلك يعد قيام ليل وليس
سنة التراويح المذكورة . وااله تعالى أعلى وأعلم
Maka dari uraian di atas dapat di pahami bahwa para ulama ijmak bahwa shalat taraweh adalah 20 rakaat, sedangkan 8 rakaat bukanlah shalat taraweh, pendapat bahwa shalat taraweh adalah 8 rakaat adalah pendapat yang muncul di akhir zaman dan tidak di kenal pada zaman para mujtahid yang empat.
Download artikel ini dalam format pdf
lbm MUDI mesra
tanggal 02/07/2014
, kategori amalan sunat |
Shalat
dengan judul Penjelasan Syeikh Ali Jum'ah Tentang Rakaat Shalat Taraweh
Share artikel ini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar