“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang
bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas
kepada mereka. Mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang
berat.” (QS : Ali Imron : 105)
Bulan Ramadhan tinggal beberapa hari lagi. Kaum muslimin pun banyak
yang sudah berbenah untuk menyambut kedatangan bulan yang penuh berkah
ini. Ada yang sudah warming up dengan melaksakan puasa sunnah sejak
bulan Rajab. Ada pula yang mulai membiasakan bersedekah dan sholat
malam.Tetapi ada pula yang hanya “sekedar” membersihkan atau mengecat
ulang masjid dan rumah-rumah mereka. Adapun bagi para muballigh sudah
pasti akan mempersiapkan diri dengan membaca kembali buku-buku tentang
puasa dan keutamaan bulan Ramadhan. Diantaranya dengan menghafal
hadits-hadits yang berkenaan dengan bulan tersebut.
Akan tetapi di antara hadits-hadits yang beredar pada bulan tersebut
ternyata tidak semua bias dipertanggungjawabkan keshahihannya. Ada
beberapa hadits yang diragukan, bahkan ada pula yang tidak diketahui
dari mana asalnya. Namun anehnya hadits-hadits tersebut sangat akrab di
telinga kaum muslimin di setiap Ramadhan. Tulisan ini akan mengupas
hadits apas aja yang bukan berasal dari Nabi alias hadits palsu.
Hadits pertama:
مَنْ فَرِحَ بِدُخُوْلِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النِّيْرَانِ
“Barangsiapa senang dengan masuknya (datangnya) bulan Ramadhan, maka Allah mengharamkan jasadnya bagi neraka.”
Takhrij: Dalam software al-maktabah al-syamilah saya tidak menemukan
hadits ini dalam kitab-kitab hadits manapun. Dari segi matan juga bias
di lihat bahwa hadits ini termasuk hadits palsu karena adanya imbalan
pahala yang luar biasa (diharamkan dari api neraka) untuk amalan yang
sangat ringan (hanya senang dengan datangnya Ramadhan).
Dalam istilah ilmu hadits dikenal istilalah yu’rafulahu ashlun atau la
ashlalahu (tidak diketahui sumber asalnya) dan hadits ini termasuk ke
dalam kategori ini.
Hadits kedua:
الْجَنَّةُ مُشْتَاقَةٌ إِلَى أَرْبَعَةِ نَفَرٍ: تَالِيْ اْلقُرْآنِ،
وَحَافِظِ اللِّسَانِ وَمُطْعِمِ الْجِيْعَانِ وَ الصَّائِمِيْنَ فِيْ
شَهْرِ رَمَضَانَ
“Surga itu rindu kepada empat golongan, yaitu pembaca al-Qur’an, penjaga
lisan, pemberi makan orang yang kelaparan dan orang yang berpuasa pada
bulan Ramadhan.”
Takhrij: Sama dengan “hadits” pertama, “hadits” dengan redaksi seperti
ini tidak ditemukan di al-maktabah al-syamilah. “Hadits” ini kemungkinan
adalah cerita dari tukang pembuat cerita karena dimuat dalam buku
Raunaq al-Majalis yang nota bene adalah buku yang berisi tentang hikayat
atau dongeng. Akan tetapi keempat golongan yang disebutkan di atas
adalah benar-benar ahli surge meskipun kita tidak tahu apakah surge
rindu kepada mereka atau tidak. Jadi hadits ini adalah hadits palsu.
Hadits ketiga:
إِذَا كَانَ آخِرُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ بَكَتْ السَّمَاوَاتُ
وَاْلأَرْضُ وَالْمَلاَئِكَةُ مُصِيْبَةٌ ِلأُمَّةِ مُحَمَّدٍ ، قِيْلَ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ مُصِيْبَةٍ هِيَ؟ قَالَ: ذِهَابُ رَمَضَانَ
فَإِنَّ الدَّعَوَاتِ فِيْهِ مُسْتَجَابَةٌ، وَالصَّدَقَاتُ مَقْبُوْلَةٌ
وَالْحَسَنَاتِ مُضَاعَفَةٌ، وَاْلعَذَابَ مَدْفُوْعٌ
“Jika tiba akhir malam bulan Ramadhan, maka langit, bumi dan malaikat
menangisi musibah yang menimpa umat Muhammad SAW. Ada yang bertanya:
Wahai Rasulullah, musibah apakah itu? Beliau menjawab: Perginya bulan
Ramadhan, karena sesungguhnya do’a-do’a pada bulan ini dikabulkan,
sedekah-sedekah diterima, kebaikan-kebaikan dilipat gandakan dan siksa
ditolak.”
Takhrij: Sebagaimana dua “hadits” di atas, redaksi “hadits” seperti ini
juga tidak saya temukan dalam al-maktabah al-syamilah. Sehingga “hadits”
ini termasuk kedalam kategori hadits palsu karena tidak diketahui
sumbernya.
Hadits keempat:
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ اْلكِرَامَ اْلكَاتِبِيْنَ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ
أَنْ يَكْتُبُوْا الْحَسَنَاتِ ِلأُمَّةِ مُحَمَّدٍ وَلاَ يَكْتُبُوْا
عَلَيْهِمُ السَّيِّئَاتِ وَيُذْهِبُ عَنْهُمْ ذُنُوْبَهُمُ الْمَاضِيَةَ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menyuruh para malaikat pencatat amal di bulan
Ramadhan agar mereka mencatat kebaikan-kebaikan umat Muhammad dan tidak
mencatat keburukan-keburukan mereka serta menghilangkan dosa-dosa
mereka yang telah lalu.”
Takhrij: Sama dengan “hadits” sebelumnya, “hadits” dengan redaksi
seperti ini juga tidak saya temukan di dalam al-maktabah al-syamilah.
Sehingga “hadits” ini termasuk kedalam kategori hadits palsu karena
tidak diketahui sumbernya.
Hadits kelima:
لَوْ تَعْلَمُ أُمَّتِيْ مَا فِيْ رَمَضَانَ لَتَمَّنَوْا أَنْ تَكُوْنَ السَّنَةُ كُلُّهَا رَمَضَانَ
“Seandainya umatku mengetahui apa (pahala) yang ada pada bulan Ramadhan,
pastilah mereka mengharapkan agar sepanjang tahun adalah Ramadhan.”
Takhrij: Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam al-Shahih, Abu
Ya’ladal amal-Musnad, al-Asbahani dalam al-Targhib, semuanya melalui
Jariribn Ayyubdari al-Sya’bi dari Nafi’ ibn Buraidah dari IbnMas’ud. Ibn
Khhuzaimah juga meriwayatkan dari sahabat Abu Mas’ud al-Ghaffari, akan
tetapi beliau meriwayatkannya melalui Jariribn Ayyub. Al-Baihaqi dalam
al-Syu’ab meriwayatkan hadits ini melalui thariq (jalur) Ibn Khuzaimah
ini. Al-Thabarani juga meriwayatkan hadits ini dari Abu Mas’ud
al-Ghaffari dalam sanadnya terdapat al-Misbah ibnYastam, seorang yang
dha’if menurut al-Haitsami.
Hadits ini dihukumi palsu oleh Ibn Jauzi dalam kitab al-Maudhu’at
dengan alasan bahwa dalam sanad hadits tersebut terdapat perawi yang
dituduh pendusta, yaitu Jarir ibn Ayyub. Akan tetapi al-Suyuti dalam
kitab al-La’ali menolak hokum ini dengan mengatakan bahwa hadits ini
juga diriwayatkan melalui jalan lain tanpa melalui Jarir yaitu dari
sahabat Abu Syarikal Ghaffari. Namun al-Syaukani dalam kitab al-Fawa’id
menolak bantahan al-Suyuti dan tetap menguatkan pandangan Ibn al-Jauzi,
yaitu palsu. Beliau berkata: “Sesungguhnya hadits yang palsu itu tidak
akan keluar dari kedudukannya yang palsu meski perawi-perawi
meriwayatkannya.” Alasan kedua beliau adalah ciri-ciri hadits palsu
nampak jelas pada hadits ini.
Hadits ke Enam:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ
Adalah Nabi Muhammad saw. apabila memasuki bulan Rajab berdoa: “Ya
Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan berkahilah kami di
bulan Ramadhan.”
Takhrij: Dalam software “Mausu’ah Al-Hadits Asy-Syarif” hadits ini
diriwayatkan oleh Ahmad, No.2228. Ada dua Rawi dalam Sanad hadits ini,
1. Zaidah bin Abi Ruqad, oleh Imam Bukhari dan Nasa’I dikatakan Munkarul
Hadits (haditsnya-haditsnya munkar). 2. Ziyad An-Numairy, oleh Yahya
bin Ma’in dikatakan dla’if, dan oleh Abu Hatim: “Saya tidak berhujjah
dengan haditsnya”, serta oleh Ibnu Hibban : “Dia banyak kekeliruannya
(kesalahannya).”
Demikian enam hadits diantara sekian hadits seputar ramadhan ada yang
sama sekali tidak diketahui sumbernya dari mana dan ada yang di
dla’ifkan oleh ulama hadits. Sebenarnya ada beberapa hadits lain yang
dla’if dan palsu akan tetapi karena keterbatasan tempat maka hanya
menampilkan enam hadits saja.
Setelah kita mengetahui derajat hadits-hadits di atas sudah semestinya kita tidak lagi memakainya sebagai hujjah dan tidak menyampaikannya lagi di pengajian atau majlis taklim. Meskipun arti dan kandungannya baik tetapi kita tidak bisa mengatakan ini berasal dari Nabi saw. Karena itu artinya kita telah berbohong atas nama Nabi saw. Mengapa untuk berdakwah kita mesti berbohong? Mengapa untuk mengajak orang kepada kebaikan mesti dengan ketidakjujuran? Bukankah masih banyak hadits lain yang sudah jelas shahih? Rasulullah sangat mengancam orang yang berbohong atas namanya:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا ، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ. ( متفق عليه
“Barangsiapa yang berbohong atas namaku maka hendaklah ia menempati tempatnya di neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikianlah, mudah-mudahan kita akan lebih teliti lagi dalam
menyampaikan sebuah hadits agar kita tidak termasuk penghuni neraka.
Amin yamujib assâ’ailîn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar