Kamis, 20 Maret 2014

Al Ma'idah Ayat 12 :



“Dan sungguh, Allah telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan Kami telah mengangkat dua belas orang pemimpin diantara mereka. Dan Allah berfirman, “Aku bersamamu.” Sungguh, jika kamu melaksanakan salat dan menunaikankan zakat serta beriman kepada Rasul-rasul- Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, pasti akan Aku hapus kesalahan – kesalahanmu, dan pasti akan Aku masukkan kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Tetapi barang siapa kafir di antaramu setelah itu, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”

*Hubungan antara ayat 12 dengan ayat sebelumnya (7) adalah :
Sebagai salah satu kasus bahwa kita:
  1. Perjanjian yang ada di ayat 7 adalah perjanjian yang ada dilakukan Rasul di Ba’iah Aqobah.
  2. Yang kedua adalah perjanjian antar manusia dengan Rabbnya bahwa manusia mengakui bahwa Allah lah sebagai Rabbnya.
  3. Perjanjian kepada Bani Israel banyak sekali bentuknya seperti di Al Baqarah: 83
Untuk suksesnya Bani Israel dalam memenuhi perjanjian maka Allah mengangkat seorang pemimpin [penanggung jawab]. Naqib harus bertanggung jawab terhadap orang-orang yang di pimpin. Bani Israel itu terdiri dari 12 suku oleh karena itu perlu penanggung jawab/Naqib/pemimpin. Dalam pandangan syar’i Naqib fungsinya sebagai pemimpin kelompok maka dia harus di taati dan di posisikan sebagai pembimbing bukan sekadar formalitas.

Rasul ketika berdakwah (menerima orang-orang Anshor) juga menggunakan sistem ini. Ketika Rasul menerima orang-orang Anshor yang terdiri dari banyak suku, maka Rasul meminta 12 orang untuk dijadikan Naqib. 3 orang dari kalangan Aus, 9 orang dari Khojroj.
12 orang itu sebelum di angkat sebagai pemimpin, memang posisinya sudah menonjol dikalangannya. Naqib-Naqib tersebut untuk mengadakan perjanjian dengan Rasul dengan point
“ Mereka siap masuk Islam dan membela Rasulullah SAW”. Kesetiaan para Naqib teruji saat terjadi perang Badar (perang yang tidak direncanakan). Dalam hal ini Rasul membuka majelis syuro untuk menyampaikan pendapat. Disini orang-orang Anshor tidak ada yang ikut, sedang orang-orang muhajirin siap ikut semua. Orang-orang Anshor tidak ada yang ikut karena perang Badar dilakukan diluar Madinah.

Surah Al Maidah ini membentuk karakter perjuangan bagi para sahabat, isinya penuh dengan kesetiaan dan persiapan. Dengan kata Naqib sesungguhnya kehidupan orang beriman itu berkah. Orang beriman harus ada Naqib. Kumpulan yang sementara saja dianjurkan ada Naqibnya, apalagi negara. Kumpulan orang beriman yang bersama yang ada Naqibnya maka Allah bersama mereka.

Ada 2 hal rombongan yang akan mendapatkan Ridho Allah SWT:
  1. Kumpulan yang benar-benar memiliki visi dan misi yang benar-benar diridhoi oleh Allah SWT, maka Naqibnya harus dipilih yang benar-benar taat menjalankan sholat, zakat, keimanan terhadap aturan Allah SWT.
  2. Tujuan tersebut benar-benar dilaksanakan yaitu janji-janji atau program/tujuan-tujuan Lillahita’ala nya [misi] itu benar-benar dilaksanakan [tidak dilalaikan].
  3. Kumpulan tersebut harus harus punya sisi program zakat dan infak. Zakat dan infak suatu rombongan/jamaah sifatnya wajib.
Tiga hal diatas adalah syarat dimana rombongan/kumpulan/jamaah dalam mendapatkan ridho Allah, ampunan dan surganya. Maka janji Allah adalah Allah akan memberi balasan hingga 700x lipat di tambah ampunan dan syurga. Tapi pinjaman pada Allah itu harus yang hasanah/ baik cara memperolehnya dan cara memberinya. Barang siapa kufur (menyalahi perjanjian) maka sebenarnya dia sudah keluar dari jalan yang lurus.

Menurut Imam Nawawi:
Dianjurkan bagi orang beriman untuk mempunyai perkumpulan dalam meraih amal sholeh.
Di dunia taatnya bersama-sama maka di akheratnya nanti juga Allah kumpulkan. Syetan itu lebih sulit mengganggu bagi orang-orang yang bersama/berjamaah.

 Nabi Muhammad Tak Pernah Melupakan Umat yang Mencintainya - Diriwayatkan dalam sebuah riwayat yang tsiqah bahwa ketika salah seorang shalih bermimpi bertemu Rasulullah, dimana dia adalah orang yang selalu rindu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang tidak pernah tidur kecuali setelah air matanya mengalir karena ingin berjumpa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka dia pun sering melihat Rasulullah di dalam mimpinya, lalu di dalam mimpi itu ketika di padang mahsyar ia melihat kumpulan manusia yang memenuhi padang mahsyar,
mereka saling tindih satu sama lain, yang masing-masing ada yang berubah wajahnya, ada yang berbau busuk dan lain sebagainya, kesemuanya dalam keadaan yang sangat bingung, ketika itu tiba-tiba barisan para malaikat melintas dan lewatlah rombongan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersama para nabi, syuhada’,
para awliyaa’ dan shalihin, maka orang shalih tadi hanya melihat dari kejauhan dan tidak bisa mendekat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena desakan para malaikat yang membatasi orang-orang yang mendekat, ketika barisan para malaikat itu melintas maka lewatlah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan orang shalih itu tidak bisa mendekat apalagi berbicara kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia di dalam mimpi itu dia berkata kepada orang yang berada di sebelahnya:
“Jika kelak kamu bertemu dengan Rasulullah maka sampaikan salamku bahwa aku rindu kepadanya, dulu di masa hidupku di dunia aku selalu merindukan Rasulullah, jika aku masuk neraka sampaikan kepadanya bahwa aku telah berada di tempat yang layak untukku sebagai pendosa (yaitu neraka)”,
maka setelah ia berkata demikian barisan yang melintas tadi tiba-tiba berhenti karena Rasulullah berhenti, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berbalik dan berkata :
"wahai Fulan, aku tidak melupakan orang yang merindukanku"
lalu beliau membuka kedua tangannya kemudian orang itu berlari dan memeluk sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan menciuminya.
dari berbagai sumber... Allahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar